[ 1 0 ]

1.4K 70 1
                                    

Aku baru saja dapat uang jajan tambahan dari ibu. Beliau senang melihat nilai-nilai semesterku yang bebas dari remidial. Aku memutuskan untuk makan dirumah makan Ayam Betutu Gilimanuk yang dulu sering ku kunjungi bersama Fariz. Aku tak tahu Fariz ada dimana, aku malas menghubunginya, apalagi teringat perkataan Chandra.

Maka aku datang seorang diri sambil memesan dua porsi Ayam Betutu kesukaanku. Sendirian memang cukup buruk, setelah makanan datang, aku hanya duduk tenang menyantap hidangan dalam diam tanpa ada teman bicara. Makanan disini cukup buruk bila tidak ada Fariz disampingku. Rasanya tak senikmat dulu, walau ku tahu bahwa ini hanya perasaanku saja. Aku tetap harus menikmatinya karena ini sebagai hiburan diakhir semester.

Ku rasa aku sudah cukup lama berada disini, sudah kenyang, dan tak tertarik untuk menambah makanan lagi, maka aku memutuskan untuk pulang. Aku beranjak ingin mencuci tangan di wastafel yang letaknya agak jauh dari tempatku duduk. Aku melihat ada sepasang muda mudi yang sedang berbincang mesra. Mereka duduk menyamping, aku kurang jelas melihat ekspersi wajah mereka. Seandainya aku dan Fariz bisa seperti itu lagi.

Sang pria tertawa dan menampakkan wajahnya di balik topi. Eh? Jantungku berdegup kencang. Itu kan Fariz? Dengan siapa dia datang kemari? Sang wanita menyibakkan rambutnya yang panjang sambil tertawa riang. Seketika darahku berhenti mengalir.

Mataku terasa berat seperti ada sesuatu yang menggenang ketika aku melihat rupa wanita itu. Mila. Alangkah teganya mereka berdua, Fariz bilang kalau hari ini ia ada acara keluarga, maka ia tak bisa pergi bersamaku.

Mungkin benar apa yang dikatakan Chandra bahwa mereka berdua pacaran. Mila yang menyukai Fariz atau Fariz yang menyukai Mila? Atau mereka berdua sama-sama suka? Entahlah, hatiku sakit melihatnya.

Kali ini air mataku benar-benar jatuh menyaksikan pemandangan dihadapanku. Mila mengeluarkan HP-nya dan mengajak Fariz untuk foto bersama. Fariz merangkul Mila, dan perempuan itu tersenyum semanis mungkin.

Aku segera berlari menuju meja kasir dan membayar semua makananku. Penjaga kasir heran melihatku membayar sambil berurai air mata, aku tak peduli. Aku segera berlari menjauh dari sana, tak sanggup lagi membendung semua rasa sakit yang kurasa. Aku menangis sejadi-jadinya, meluapkan segala rasa pedih dihati.

***

Apa kabar Fidela? Gimana perasaanmu hari ini?

Aku melempar HP-ku ke ujung tempat tidur saat menerima SMS dari Jo. Kurasa Jo tak perlu tahu keadaanku saat ini.

Air mataku belum surut walau aku sudah berusaha untuk banyak menarik napas. Jo pernah bilang kalau kita ingin mengontrol emosi, banyak-banyaklah menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, maka lama-kelamaan hati kita akan tenang. Aku sudah berusaha melakukannya tapi hal itu terasa sia-sia bagiku. Membayangkan Fariz dan Mila jalan berdua seakan membuatku ingin mati.

Cara Mila menatap Fariz, cara Fariz merangkulnya mesra, dan cara mereka tertawa bersama benar-benar meruntuhkan kepercayaanku sebagai seorang sahabat untuknya. Sahabat macam apa Mila? Dia benar-benar pengkhianat! Aku merelakan semua novelku yang dipinjamnya. Mila tak perlu datang lagi ke rumahku. Apalagi menggedor-gedor pintu kamarku dan masuk seenaknya dengan tidak sopan. Hampir semua waktu istirahatku terganggu oleh kedatangannya.

Dan untuk Fariz, aku akan berusaha setenang mungkin menghadapinya saat Ekskul Geografi nanti, seolah-olah semua ini tidak pernah terjadi.

***

Libur semseter telah berlalu. Aku menghabiskan waktu liburan di Makassar. Taman Laut Bunaken benar-benar indah dan memukau. Aku bisa memotret keindahan bawah laut dengan kamera tahan air yang ku bawa. Liburan berjalan cepat dan aku belum puas menikmatinya.

ANGIN HUTAN PINUS [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang