"Soo, kau yakin ingin melakukannya. Kenapa kau begitu tega. Bukankah kita sudah menyingkirkan Ratu Hong dengan langkah mudah. Karena wanita itu tidak sesulit yang kita bayangkan untuk menyingkirkannya. Dan sekarang kau-" Soojung mendesah prustasi
"Ini belum akhir dari segalanya, Aku akan membalas dendam pada semua orang yang menghancurkanku 17 tahun yang lalu. Jika kalian menganggap aku kejam. Aku tidak peduli. Sebab ini tujuanku dan aku akan tetap melakukan semua tanpa setengah-setengah" Tegasnya dengan wajah penuh emosi.
"Baiklah, Calon Raja ke-9. Kami mendukungmu. Dan jangan lupa dengan kami pasukan Hanju. Kami siap di perintahkan olehmu dan posisikan kami di sisimu" Ucap Jang menunduk hormat.
"Aku berterimakasih pada kalian. Tapi aku tidak sebaik dan sesempurna itu. Satu kali saja aku mendengar penghianatan. Kepala yang menjadi taruhannya!"
"Astaga, Soo. Aku bergidik mendengar setiap penuturan dari mulutmu. Kau sangat jauh berubah-" keluh Nam merasa tidak asik lagi dengan sikap Myungsoo.
"Ini akan menjadi hari terakhir kalian memanggilku dengan sebutan Soo atau nama ku. Karena aku tidak mau mendengarnya lagi. Aku akan menaiki takhta hanya hitungan jam jadi kalian bersiaplah untuk sekarang melakukan tujuan terakhir"
"BAIK, Yang Mulia Raja."
Kecuali Nam dan Jung tidak menjawab. Mereka menatap selidik wajah Myungsoo, ada apa? Kenapa pria itu sangat berbeda..
Kini langit sudah gelap pertanda bahwa matahari terbenam dan terbitlah bulan. Di sebuah kamar, tengah terjadi kegaduhan beberapa prajurit tewas. Sementara itu pria parubayah tengah duduk dengan pemuda yang menatap kearahnya. Sementara itu tengah berdiri gadis dan pria lain di sana.
"Jadi, kau sudah menuliskan semua yang ku katakan padamu. Tanpa ada satu katapun yang terlewatkan" Ucap pemuda itu, Kim Myungsoo. Ia meneliti kertas di tangannya seraya memperhatikan setiap kata tulisan kuas itu.
"Kenapa kau melakukannya, nak? Kau akan tetap akan menaikinya tanpa melakukan semua ini. Kau bisa saj-"
"Sudah, aku tidak butuh nasihat ayah tega seperti mu. Aku sudah tidak menganggapmu setelah insiden pengasingan atas diriku. Sekarang kau harus terima hukuman. Dan kau harus pergi dengan tenang. Dan ah, terimakasih atas semua kerja samamu yang tetap diam saat aku bertindak" Ucapnya. Lalu melipat kertas itu, ia bangkit berdiri lalu menunduk.
"Jadi tunggu apa lagi, silahkan lakukan tugas terakhirmu" Ucapnya lagi
Pria paruh baya itu mendehem sebentar lalu meminum teh yang di berikan gadis itu padanya tanpa menyisakan sedikitpun. Dan tidak lama badan menggeliat lalu kesadarannya menghilang dan kini mata terpejam, tubuhnya bersandar pada punggung kursi.
"Selamat jalan ayah, kau harus tenang di alam sana. Dan bertemu dengan ibu dan juga kakak" Bisiknya tepat di telinga pria paruhbaya itu.
"Ayo kita pergi!" Perintahnya lalu berjalan dengan angkuh.
Sementara gadis itu masih berdiam di ambang pintu seraya menatap sendu pria tak berbernyawa itu. Ia menunduk sedih lalu beranjak dari sana.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
VOICE [END]
RandomSuara? Suara? Suara? Menyakitkan, menyedihkan, membahagiakan, dan memilukan. Kisah dimana seorang yang kehilangan suara. Namun masih dapat bertahan di tengah pedihnya dunia yang kejam. Voice-