Gue keluar menuju ruang keluarga. Disana keadaannya hening, tak ada yang berbicara.
"Ma, pa, om-om, dan tante-tante sekalian. Oh iya, Mark juga. Ada berita yang aku tidak tau ini bisa dibilang berita baik atau buruk," ucap gue.
"Gue gak dianggep?" Tanya Ben.
"Oh iya, dan Ben juga," jawab gue.
Aduh masa gue lupa sama calon suami sendiri. Malu dah gua.
"Ada apa, Rose?" Tanya mama panik. Seru juga ternyata. Gue memberi kode kepada Belle yang berdiri di belakang gue.
"Belle akan menikah," ucapnya cukup riang, menurut gue.
Semua yang ada disitu berbahagia akan pilihan Belle. Gue lihat Ben tersenyum kearah gue. Kami pun berbincang-bincang cukup lama dan makan malam bersama. Ternyata benar kata Ben. Hari ini adalah hari lamaran gue dan Ben serta Mark dan Belle. Mark dan Belle bisa dibilang masih kurang akrab, karena menurut gue dan dari sepengelihatan gue, Mark adalah tipe laki-laki dingin. Jadi, maklum lah mereka belum terlalu akrab. Kalau gue dan Ben bukan akrab, melainkan berantem. Dari tadi, dia ngajak ribut sama gue. Dari rebutan minum, rebutan sendok, sampai rebutan permen. Dan dari pihak orang tua pun hanya mentertawakan kami. Apes banget dah hidup gue.
"Mama masih gak nyangka, Belle mau menerima perjodohan ini," ucap mama setelah semua tamu pulang.
"Rose juga gak nyangka, ma."
"Belle juga gak nyangka."
"Hey anak-anak perempuan mama, mama tau ini berat. Tapi kalian tidak sendirian. Suami kalian nanti yang akan menemani dan selalu ada disamping kalian, menuntun kalian."
"Karena mama sangat berterima kasih kepada Rose dan juga Belle, bagaimana kalau besok kita menghabiskan waktu untuk para wanita?"
"Aku setuju."
"Aku juga setuju."
Malam ini, gue merasa ini adalah momen terdekat gue dengan mama dan juga saudara gue. Gue bersyukur memiliki mereka dalam hidup gue. Selama ini, gue terlalu menutup diri gue dari mereka. Sesuai janji mama, besoknya gue, Belle, dan mama menghabiskan hari bersama. Dari pergi ke salon, makan siang, meni-pedi,dan berbelanja. Hari yang menyenangkan untuk kami.
"Tak terasa, minggu depan kalian akan menikah," ucap mama.
Eh tunggu, jadi gue nikah minggu depan? Gue aja baru tau sekarang.
"Ma, jadi aku dan Belle menikah minggu depan?" Tanya gue.
"Iya, dan kalian akan menikah bersama. Sehabis kalian menikah, malam harinya kalian akan langsung terbang ke Amerika," jelas mama.
Gue pun pasrah. Ternyata,semuanya sudah dirancang dan rencanakan sedemikian rupa oleh keluarga gue.
"Oh iya, besok kalian akan mencoba baju pengantinnya. Tapi, toko baju pengantin kalian berbeda. Yang memilihkannya adalah calon mertua kalian masing-masing. Maka dari itu kalian akan pergi ke toko yang berbeda."
"Baiklah, besok aku akan tanya Ben."
"Ciee.., udah deket ya kalian?" ledek mama.
Gue pun tidak mau melanjutkannya, jadi lebih baik diam. Keesokan harinya, gue mendapati Ben sudah berada dirumah gue. Entah apa yang ingin ia lakukan.
"Pagi, semua," sapa gue.
Mereka semua membalas kecuali Ben. Pagi-pagi udah bikin gue naik darah aja. Baru ingin duduk dan menikmati sarapan, Ben menarik tangan gue.
"Gak sempet buat lo sarapan. Kita akan langsung ke toko baju pengantin. Gue tau lo ada jadwal siang. Jadi lebih baik kita buru-buru sekarang," cerocos Ben.
"Tapi gue belom makan," elak gue.
"Siapa suruh bangunnya gak pagi?"
Gue malas berantem sama Ben pagi-pagi, jadi mau gak mau gue harus melewatkan waktu sarapan gue. Tadi, di meja makan gue gak liat Belle. Apa dia sudah pergi?
"Ben, nanti waktu di New York, kita tinggal di apartemen deket sahabat gue ya," pinta gue.
"Gak," tolaknya. "Kita tinggal di mansion keluarga gue. Nenek gue yang minta,"lanjutnya.
Tadinya gue pengen marah, tapi ternyata neneknya yang minta. Apa boleh buat? Gue pun hanya bisa menuruti kata-katanya.
"Lo tidur aja dulu. Tokonya lumayan jauh soalnya," suruh Ben.
Tanpa dia suruh juga, gue pasti bakalan tidur. Ini masih pagi dan kalau gue dapet kesempatan untuk tidur, pasti gue pakai dengan baik.
"Rose, bangun."
Gue merasa ada yang ngomong. Gue membuka mata gue dan mendapati wajah Ben sangat dekat dengan wajah gue.
"Ihhhh! Jauh-jauh!" teriak gue, kaget.
"Santai kali, lebay lo."
"Udah sampai?"
"Lo tidur nyenyak banget, sampe gak kerasa kalau kita udah dari tadi sampainya."
Dari tadi? Gue aja baru denger dia bangunin gue barusan. Pake marah-marah pula.
"Mama udah nungguin di dalam. Ayo turun," ajak Ben.
Gue sih terpukau oleh tokonya. Gede banget. Pasti baju disini mahal-mahal.
"Rose," sapa tante Grace.
"Halo tante," balas gue.
"Gimana perjalanan kesini? Apa Ben mengganggumu?" tanya tante Grace.
Ganggu banget tante. "Gak kok, tante," jawab gue.
"Kenalin, ini Diana, dia yang mendesign baju pengantinmu."
"Hai, Rose. Kamu bisa pilih baju pengantin yang sudah aku buat," sapanya.
"Hai, Diana," balas gue.
Gue memilih baju pengantin yang tidak simple. Karena menurut gue, pernikahan adalah sebuah acara yang akan gue jalani sekali dalam seumur hidup. Jadi gue gak akan tanggung-tanggung dalam memilih gaunnya. Gue akhirnya memilih dress yang sangat mewah menurut gue dan mencobanya.
"Wow, cantik sekali kamu, Rose," puji tante Grace.
"Terima kasih, tante."
"Kamu tidak salah dalam memilih dan aku lihat badanmu juga bagus. Jadi, kamu sangat cocok dalam gaun itu. Apa kamu mau mengambil yang itu?"tanya Diana.
"Terima kasih dan iya," jawab gue.
Tante Grace suruh gue ke kampus duluan. Kata beliau, nanti Ben yang akan membawa gaun itu besok. Hari ini gue bukan hanya mencoba gaun, tetapi mencari cincin dan juga heels untuk dipakai nanti. Menurut gue, tante Grace orang yang menyenangkan. Sikapnya dan kepribadiannya mirip dengan mama, hal itu yang membuat gue dan beliau dengan cepat menjadi akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mon Amour, Rose
RomanceGimana rasanya disaat kalian harus menikah dengan mantan saudara kembar kalian sendiri? Gue gak bisa bilang kalau gue senang, tapi gue juga merasa sedih. Gue sedih karena gue tau saudara kembar gue masih sayang banget sama orang ini, yang notabene a...