Bab 8: New York, here we come 2

2.1K 63 0
                                    

Rose's POV

Gue males deh kalau gak bisa have fun sama temen. Masa gue harus stuck sama Ben terus. Kan bosen. Mana dia orangnya gak seru. Kerjaannya cuman diem dan nontonin doang, kayak patung. Dan gue baru tau hobi dia yang satu ini. Dia hobi banget ngeluarin duit. Masa gue mau beli baju tadi di bandara, dia yang bayarin. Dia mandang gue miskin apa? Gue masih punya uang kali buat beli baju. Ngejek banget nih orang. Gue bales, baru tau dia. Liat aja, Ben. Pembalasan seorang Rose akan datang. 

Tadi, di bandara gue udah ketemu sama orang yang gue kangenin, Madelyn. Sahabat gue selama gue di Amerika. Dia orang blasteran. Papanya orang Amerika asli, sedangkan mamanya dari Indonesia. Dia memang tinggal di Amerika, akibat mengikut suaminya, Andrew Johnson. Andrew Johnson ini penerus Johnson empire. Perusahaannya berbidang di pertambangan dan baja. Mereka bertemu waktu SMA. Gue tau kalau Andrew udah naksir sama Madelyn dari lama. Bahkan, gue yang membantu pendekatan mereka. Bangga gue, sama diri gue sendiri. 

Sekarang, gue lagi dibawa ke mansion milik keluarga Black. Si Ben bilang, nenek dan kakeknya sudah menunggu di mansion. Gue sebenarnya sedikit takut sama neneknya. Kalau neneknya galak gimana? Kan jadinya serem. Semoga aja sih gak serem. 

"Selamat datang tuan muda dan nyonya muda Black," sapa seseorang. Gue gak tau dia siapa. 

"Kenalin, ini Alex, dia asisten gue." 

Buset dah, masa si Ben udah punya asisten. Ribet bener hidup dia. Ada seorang wanita, sekitar umur akhir 20-an berdiri di sebelah Alex. 

"Kalau ini, Ashley, dia yang akan jadi asisten lo."

 "Ben, emang harus banget pake asisten, ya?" bisik gue.

 "Iyalah. Jadi istri seorang pewaris Black harus memiliki asisten," jawab Ben dengan angkuh. 

Sombong banget nih orang, gue kasih ketek Zack baru tau dia.

 "Ayo masuk, granny dan grampy sudah menunggu," ajak Ben seraya narik tangan gue.

 Panggilan macam apa itu? Gue bisa tebak kalau Ben itu cucu yang manja. 

"Granny, Grampy, Ben sudah pulang."

 "Benny?!" pekik neneknya Ben.

 "Ini istrimu?" tanya beliau. 

"Granny dan grampy, kenalin ini Roselyn, istri Ben."

 "Wah, cantik sekali. Kamu kenal dia darimana?" Gue harus jawab apa? Gue senyumin doang, deh. 

"Panggil kita granny dan grampy." 

"Iya," jawab gue.

 "Tuan muda, ini teman-temannya," kata Alex. 

Gue bisa melihat Vira dan Carla ternganga melihat betapa megahnya mansion Ben. Gue juga gak bisa bohong kalau mansionnya Ben memang sangat besar dan megah.

 "Ayo, granny mau kasih tour ke kalian," ajak granny.

 "Nanti saja, granny. Kami masih harus pergi lagi," tolak Ben dengan halus. 

"Baiklah, hati-hati."

 "Alex dan Ashley, tolong pindahkan semua barang yang ada di bagasi ke kamar kami," pinta Ben. 

Dan setelah itu, kami pergi menuju apartemen Vira dan Carla. Mereka akan tinggal satu apartemen. Sangat menyenangkan, bukan? Sayang, gue udah punya suami. Kalau gue bilang, apartemen yang dibeli oleh Vira dan Carla sangat mewah untuk sebuah apartemen. Besar pula. Terdapat dua kamar dan disetiap kamar terdapat kamar mandi masing-masing. Dapurnya pun besar. Sangatlah nyaman. Jika Ben terlalu sibuk, gue kesini aja lah. Hehe.. 

Mon Amour, RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang