My Dhruva

18 3 0
                                    


Ku tatap bintang di langit di sini terlihat jelas mungkin karena aku berada di gedung tinggi tepatnya sih di balkon kamar Clau. Ku lirik orang di samping yang sibuk dengan leptopnya, ku pejamkan mata sambil menarik nafas panjang ku nikmati udarah malam terasa menusuk ke seluruh ruang tubuhku. Mungkin jiwaku mulai lelah menghadapi semua ini. Aku memang tak pernah mengeluh tak pernah menyerah untuk melewati semua ujian hidup yang di berikan padaku. Terlintas kisah-kisah lama di penakku begitu bahagia tak ku sadari senyum kecil terukir di wajahku begitu saja. Masa kecil menyenangkan walaupun cuma ada eyang dan mas reza menemaniku tapi kenangan itu menyenangkan.

"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri? " memperhatikan muka Dinda

"Nggak apa-apa, pengen senyum aja."

"Ada yang lucu? " muka bingung

"Nggak ada, eh iya, pocong lihat deh bintang itu." menunjuk ara langit

"Yang mana?" ikut melihat kearah langit

"Itu bintang yang sendirian. " menunjuk satu bintang

"Oh itu."

"Kamu tau nggak nama bintang itu. "

Menggelengkan kepala "Nggak tau, emang aku astronomi, yang tau segala jenis bintang."

"His, kamu ini, aku kan cuma tanya doang. "

"Hm."  kembali menatap layar leptop

"Namanya bintang Dhruva, itu adalah kisah anak kecil yang hilang mencari ayahnya kepenjuru dunia. Dhruva nama anak itu, begitu gigih ingin bertemu, dia meninggalkan semuanya hanya satu alasan untuk itu, pelukan dari seorang ayah." tertunduk

"Terus. " menoleh kearah Dinda dengan penasaran

"Dia menghilang tanpa jejak, entah ketemu ayahnya atau nggak, tak ada orang yang tau. Makanya orang-orang di India menamakan bintang itu Dhruva."

"Kamu tau dari mana kisahnya. "

"Dari eyang, selalu menceritakannya padaku, waktu kecil dulu. Bila aku mulai menangis maka beliau mulai bercerita."

"Sepertinya seru. " kembali fokus lagi kearah leptop

"Clau, aku boleh tanya sesuatu?"

"Tanya saja. " tidak menoleh sama sekali tetap fokus

"Gimana sih rasanya di peluk sama seorang ibu?"

Terdiam sejenak tak bergerak  "Maksud kamu?" kali ini langsung menatap mata Dinda

"Ya di peluk tapi dari ibu kandung. "

"Biasa saja." menoleh keleptopnya

"Aku pingin merasakan itu, walaupun cuma 1 detik sekalipun. Merasakan wangi aroma tubuhnya, belaiannya pasti nyaman sekali. " menatap langit

Kali ini Clau benar-benar terdiam, di letakkan leptop yang sedari tadi di pangkuannya. Berbalik ke kiri menghadap Dinda.

"Lihat aku sekarang, kenapa kamu ngomong seperti itu?"  menarik tubuh Dinda

"Karena begitulah adanya, aku nggak pernah merasakan itu sama sekali. " menunduk

"Lihat aku, Dinda."

"Sejak aku lahir, orang tuaku meninggal, mereka nggak memberiku kesempatan sama sekali untuk mengenal atau memeluknya. "

Clau menarik nafas panjang dan menghempuskan pelan-pelan, kali ini dia bingung mau berkata-kata. Beberapa menit Clau mulai berbicara dengan lembut dan hati-hati takut menyinggung perasan Dinda "Selama ini kamu tinggal sama siapa?"

"Dulu bareng eyang, Dua bulan lalu eyang meninggalkanku pergi menemui orang tuaku. " tetesan air mata tak bisa terbendung lagi

Langsung memeluk Dinda erat-erat "Jangan nangis, kamu nggak sendirian sekarang kan ada aku, ingat iya aku akan menjaga, dan selalu ada untukmu. I'm promise." ikut menangis

Terdiam di pelukan Clau dengan setengah berbisik "Aku kangen eyang, apa beliau kangen aku juga ya?"

Clau makin erat pelukannya tak sanggup perkata-kata cuma ini yang bisa di lakukannya memeluk Dinda karena dia tahu mungkin yang di butuhkan Dinda sekarang cuma pelukan.

Lama mereka berpelukan di iringi juga dengan tangisan di balkon kamar Clau. Larut dengan kesedihan yang di alami Dinda, nggak menyangka gadis yang periang polos yang selalu semangat setiap harinya. Menyimpan kesedihan yang amat dalam tanpa seorang pun yang tahu. Tapi kali ini dia tidak akan sendrian lagi karena Clau berjanji akan menemaninya terus.

"Anak di bawa umur, sekarang kamu 'my Dhruva' . " melepas pelukan dan menghapus air mata Dinda

"Hahaha, kamu ada-ada saja." sambil tertawa kecil dan memeluk Clau lagi, dengan sedikit berisik "Makasih iya pocong."

"Nggak nyangka, baru kali ini aku menangis, parahnya lagi karena seorang anak kecil. " sedikit tersenyum

Memonyongkan bibir "Dasar, pocong reseh, nggak jadi deh aku senang sama kamu."

"Hahaha, gitu saja ngambek, dasar anak kecil, haus ni, gara-gara kebanyakan keluarin air mata jadi, kekeringan deh. "

"Hoe, dari mana ceritanya, kan yang keluarin air dari mata, bukan dari mulut." protes

"Sama saja, semua kan anggota tubuh, saling berkaitan satu sama lain. "

"Hadeh, atur aja lah pocong."  meninggalkan Clau, pergi ke dapur

"Tungguin, anak kecil. "

Aku kedapur melihat apa saja yang bisa ku olah untuk bisa di minum, ku lihat coklat bubuk ini sepertinya enak bisa ini aku buat kan enak di minum hangat-hangat di malam hari. Dengan sabar ku buat coklat kebetulan ada alat untuk membuatnya. Lengkap bangat ini dapur semuanya ada cuma satu yang nggak ada abu gosok sama kompor. Aku berfikir sejenak 'emangnya si pocong nggak masak ya, nggak ada kompor tapi isinya lengkap aneh'.

"Ini minum, aku lihat ada coklat jadi buat ini deh. " menyerahkan secangkir coklat hangat ke Clau

" Makasih. " mengambil cangkir dan meminum

"Eit eit, tunggu dulu, kalau minum coklat jangan gitu, ada caranya biar rasa dari coklat itu, enak." memegang tangan Clau

"Hah? Apan sih,  coklat  ya manis rasanya, nggak akan berubah kali jadi stroberi." protes

"Percaya deh sama aku, gini caranya. Lihat ini pegangnya mesti gini, terus hirup asap coklatnya pejamkan mata, ini terakhir terus minum sedikit saja pelan-pelan. "

"Ok, aku coba ya, awas kalau sama saja." nada mengancam lalu melakukan mempraktekkan arah dari Dinda, lama Clau terdiam dengan apa yang di rasakan "Waow(sedikit bersuara) kog bisa, bentar." menuju kearah dapur mengambil sesuatu

"Ini coklat yang kamu buat tadi?" memperlihatkan bungkusan

"Yups. "

"Kog bisa..... Ini nggak mungkin, masa sih, yakin ini coklatnya."  masih nggak percaya dengan jawaban Dinda

"benaran deh pocong, itu coklatnya, nggak peracayaan bangat sih. "

"Nggak mungkin, apa kamu campur dengan yang lain."  menaikkan alis sperti curiga

"Iya anda tepat sekali, aku campurin dengan rasa kasih sayang dan cinta. " tertawa geli sedangkan Clau cuma bisa bengong nggak percaya dengan apa yang di kukatakan

Smile LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang