Episode 17

25 5 0
                                    

"E08MH robot tempur, tapi si jubah ini sedikit berbeda. Piezoelektrik, karena terdapat kristal hitam sebagai jantung... Atau mungkin berbeda."

Naad melirik Bi. Bi dengan sisa air mata di pipi nya hanya mengangkat alis bingung. Naad juga melirik yang lain, sama bingung mendengar penjelasan nya.

"Intinya, dia robot yang dikendalikan. Energi yang dia dapatkan dari getaran listrik pada kristal."

Bi semakin mengerutkan alis.

"Pokoknya dia robot bukan manusia!" geram Naad.

Sekarang Bi terlihat mengangguk takut.

Biru, Sou, dan Ving ikut mengangguk ternyata Naad cukup menyeramkan.

Naad berdiri, menghadap Bi. "Jadi, jangan menyalahkan diri sendiri lagi. Mengerti?"

Bi mengangguk lagi, tersenyum tipis.

"Makasih." Bi maju memeluk Naad hingga Naad tertegun. Baju emas Bi mengeluarkan asap emas, berpilin mengelilingi mereka berdua. Bi melepaskan pelukan. Naad tidak merasa terbakar saat bersentuhan dengan asap emas.

Kilat tiba-tiba menyambar terang. Portal Putri Amartha mengecil, terus mengecil kemudian hilang. Bi menengadah ke atas.

Awan kembali normal, warnanya jingga kemerahan. Hari sudah petang ternyata.

"Sebaiknya kita kembali ke kota, malam akan segera tiba." ucap Pimpinan Raav.

"Benar, kelihatannya Putri Negeri Langit membutuhkan istirahat." setuju Pimpinan Fang.

Semua setuju, pasukan armada bersiap-siap mengendarai pesawat tempur. Pesawat besar berbentuk mata angin, pesawat ultraringan, canggih, bahkan tidak ada suara mendesingnya.

Bi tidak sabar untuk menaikinya lagi.

Dewa Langit melenguh pelan, menyundul lengan Bi. Bi menatapnya bingung.

"Kenapa?" Bi bertanya pada Biru.

"Dia ingin kamu pulang menaikinya."

"Apa? Tapi... Aku ingin naik pesawat keren itu lagi." suara Bi kian mengecil sambil melirik Singa terbang di sebelahnya.

"Boleh, ya?" tanya Bi takut-takut pada Dewa Langit.

Dewa Langit mengerung kecewa.

"Jangan hiraukan dia, kamu terlihat lelah. Akan lebih baik jika naik pesawat saja." ucap Biru sambil mengandeng Bi menuju pesawat tempur kota Damaraa yang berjejer.

Dewa langit menggeram galak pada Biru, tapi tetap mengikuti mereka dari belakang.

Bi berjalan di gandeng Biru, di sebelahnya terdapat Naad dan Ving. Sou terlihat sudah di depan saja.

"Naad, ngomong-ngomong tubuh si jubah bagaimana? Dibuang atau..."

"Dikirim ke Negeri Cahaya, untuk diteliti." jawab Naad. Bi mengangguk mengerti.

Sekali Bi menatap Naad. Naad terlihat sangat keren, dia pintar sekali.

*

Malam pertama.

Malam pertama Bi tidak mendengar nasihat papanya sebelum tidur, malam dimana tidak ada kecupan dahi dari mamanya, malam pertama dirinya berada dalam dunia mitos.

Malam itu, Bi hanya duduk di pinggir kasur yang sangat besar, muat untuk lima orang sekaligus. Bi mengedarkan pandangannya, interior kamar ini sungguh luar biasa, namun lagi-lagi berbentuk simetris yang akan sama persis jika di potong menjadi dua bagian. Benar-benar sama.

Bi membaringkan tubuh hingga terlentang. Menatap langit-langit atas gedung. Disisi langit-langit ada guratan unik, rumit namun terlihat cantik.

Dunia ini memang luar biasa, tapi Bi merasa kosong, takut, dan tetap ingin pulang. Bi merindukan mamanya yang mungkin sekarang sedang menangis mengkhawatirkan dirinya, papanya mungkin sudah melapor polisi walau belum 24 jam.

Bi merindukan mereka, Bi ingin memeluk mamanya, mendengar humor papanya. Air sejenis garam itu mengalir di wajah Bi.

Suara ketukan terdengar. Bi dengan segera menghapus air matanya, mendudukan tubuh.

"Putri, kamu sudah tidur?"

Suara Ving terdengar. Bi beranjak berdiri, berjalan ke arah pintu yang terasa sangat jauh, menurut Bi.

"Hai."

"Hai.. Putri Bi." sapa riang Sou.

Terdapat Naad, Ving dan Sou di depan pintu Bi. Dan sebuah kue tar.

"Boleh kami masuk?" tanya Naad.

"Tentu," Bi melebarkan pintu, mereka masuk ke dalam duduk di sofa pojok kiri kasur.

"Selamat ulang tahun, Bi." ucap Ving menyerahkan kue yang dibawanya.

Bi tertegun, menerima dengan kikuk.

"Terima Kasih, tapi dari kalian bisa tahu?" tanya Bi.

"Dari Ksatria Biru, sungguh aneh, kenapa ulang tahun diberi kue? Apa di Negeri Langit selalu begitu?" tanya Sou antusias sekaligus heran.

"Eh?" Bi terlihat ganar untuk menjawab.

"Sudahlah Sou. Mungkin itu tradisi, sama seperti di Negeri mu juga ada Kesucian untuk yang berulang tahun." ucap Naad.

"Selamat hari lahir Bi." Ving memeluk bahu Bi dari samping.

Bi menatap mereka bingung bercampur haru. "Terima kasih untuk kalian."

Bi meletakan kue di atas meja marmer putih. Membalas pelukan Ving.

"Kata Biru harus ada lilin, juga berdoa. Tapi kita tidak bisa menemukan lilin di kota ini, maaf ya. Kita berdoa saja." Sou terlihat bersemangat.

Bi terkekeh.

Malam itu, ternyata tidak seburuk apa yang Bi pikirkan, Bi lupa bahwa di sini dia tidak sendiri.

The Great PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang