Episode 8

49 8 0
                                    

Double post yeayy!!🙌

TGP lompat rank sampai 115 😊 senangnya 😍 dari 957 ke 842 itu artinya TGP ada yang baca 1 - 5 orang 😄 seneng bgt..

Lop lop 😍😍

**

"Ternyata dia bukan cuma anak ingusan."

Pimpinan Raav melesat cepat ke arah Bi. Berdiri gagah di hadapan Bi.

Bi menatap ke depan, terlonjak kaget. Baru menyadari apa yang terjadi pada dirinya.

Tertegun sejenak.

Semua orang melirik dirinya, bahkan Tetua Tiu, Sou, dan Naad, yang tengah bertarung harus rela terkena hantaman ekor Naga karena melirik Bi berkali-kali.

Semua orang tak percaya apa yang telah dilihat nya. Bi benar-benar menjadi Putri Negeri Langit.

Naga Hitam yang menjadi lawan Sou tadi melaju kencang ke arah Bi, seolah tahu bahwa ancaman terbesar ada di sana.

Dari jarak radius sepuluh meter, Naga itu sudah menyemburkan api hitam yang kuat, Pimpinan Raav yang belum siap menyerang melompat menghindar. Ving mencoba berteleportasi kembali bersama Bi, namun Ving lebih dulu tersengat aliran asap emas hingga tangannya terbakar panas.

Refleks Ving menghindar jauh dari Bi dan terpaksa berteleportasi tanpa Bi.

Bi terkejut melihat tangan Ving yang berubah merah memar, ingin menyentuhnya tapi Ving terlebih dulu menghilang dan muncul di depan sana sejauh dua puluh meter.

Mata Bi baru menyadari lagi akan api hitam. Terlambat baginya untuk menghindar, lari pun percuma.

Dalam benak Bi masih menyimpan rasa marah pada para Naga itu.

Tanpa Bi sadari sendiri, sedetik sebelum api melahap dirinya. Bi yang masih terduduk di atas tanah mengulurkan tanganya ke depan mata pupil emasnya bercahanya sekilas.

Menyipit, Bi tidak bisa melihat sekitar. Gelap menyelimuti tubuhnya dalam jarak satu meter. Seperti ada tameng transparan yang membungkus tubuhnya, api hitam tidak mengenai kibaran rambutnya bahkan untuk sehelai.

Semua yang melihat Bi dalam kobaran api hitam terpekik kaget. Biru dan Dewa Langit sudah merangsek menyerang Naga itu, untuk membebaskan Bi.

Kobaran api habis. Tubuh Bi masih di selimuti tameng putih tembus pandang. Asap emas yang berpilin tadi menghilang.

Seperkian detik asap emas kembali hadir dan berpilin pelan, lalu tameng transparan itu menghilang terhembus angin.

Bi berdiri, gaun panjang tadi berubah menjadi setelan baju dan celana dengan aksesoris tidak wajar bagi Bi.

Dan warnanya kenapa harus emas? Benak Bi mengeluh.

Lalu tiba-tiba gemeletuk guntur terdengar, awan hitam menghiasi langit. Kilat mengambar-nyambar. Awan hitam berpilin membentuk cincin. Di setiap sisi terdapat kilat menyambar. Awan berputar makin cepat lubang cincin semakin lebar.

Seakan ada yang memanggil, para Naga hitam terbang menembus lubang cincin dan menghilang.

Kejadian begitu cepat. Pimpinan Raav yang berteriak pada Pasukan Armada tempur untuk menghentikan, mengeram kesal karena Naga itu terlebih dahulu menghilang.

"Apa itu tadi?"

"Portal terlarang milik Putri Amartha."

Bi menoleh menatap Ving yang sudah di sampingnya.

"Tanganmu?"

"Sudah sembuh." Ving terseyum manis.

"Apa? Bagaimana bisa?"

Ving tidak menjawab hanya tersenyum manis.

"Itu berarti ketiga Naga itu adalah peringatan darinya."

"Peringatan?" Bi bergumam bingung.

Ketua Dewan Kota Taaz menghampiri Bi, terlihat cemas.

"Kita harus secepatnya mendapatkan keempat kristal Negeri."

"Kita harus ke sana sekarang!" lanjutnya.

"Kristal?" tanya Bi.

Taaz mengulurkan tangannya, hendak meraih tangan Bi. Namun, lagi-lagi hanya sengatan yang membuat tangan Taaz merah membiru seperti Ving.

Bi kaget, mencoba meraih ingin membantu. Tapi Taaz mundur dua langkah, matanya melotot kesakitan.

Bi menatap asap yang mengelilingnya, telunjuknya mencoba menyentuh, ingin tahu apa yang tejadi sehingga membuat tangan Taaz dan Ving, terbakar. Asap emas berpilin pelan di jari Bi, terkumpul penuh.

Namun, hanya rasa sejuk yang Bi rasakan.

"Rasanya seperti embun." ujar Bi, menoleh ke yang lain.

Bi mencoba mengenggam asap emas itu dan berhasil. Asap itu seakan menyerap ketangan Bi dan menghilang.

"Keren!" puji Sou antusias.

Bi tersenyum simpul.

Semua Tetua berkumpul mengelilingi. Ada beberapa yang terluka parah.

"Kita memang harus segera ke Rawa Kematian." Ekk Quang.

"Benar. Putri Amartha sungguh mengerikan." komentar Tetua Baasedesaab.

Yang lain mengangguk setuju.

Biru datang bersama Dewa Langit. Dewa Langit terlihat baik-baik saja, tidak dengan memar pada wajah Biru.

Dewa Langit langsung meringkuk seperti biasa.

Bi menatap Biru khawatir.

"Kamu harus ke Rawa Kematian, mendapatkan kristalmu." gumam Biru pada Bi.

"Apa?"

"Akan banyak korban jiwa selanjutnya, kita harus cepat Bi."

"Tunggu dulu, aku bahkan belum genap sehari di sini Biru. Aku masih belum terbiasa."

"Oh wahai.. Harga ini sangatlah mahal." sedih Tiu.

The Great PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang