Epilog

146 28 2
                                    

Maura Aditama putri semata wayang Bunda dan Ayahnya yang kini sudah resmi menjadi seorang mahasiswi di sebuah Universitas yang cukup baik.
Saat ini Maura sudah memasuki Semester ketiga untuk Fakultas Desain Komunikasi Visual yang ia ambil.
Jujur saja, tak sedikit pria yang menyatakan perasaannya pada Maura. Tapi Maura tetaplah Maura, yang entah kenapa masih belum bisa menetapkan hatinya.

Sambil menggendong ranselnya Maura berjalan sebentar menuju parkiran dimana Mobilnya berada.
Raut wajahnya sedikit lelah, tapi ia sangat menyukai apa yang ia pelajari saat ini, Beruntungnya banyak pohon juga tanaman hijau serta udara sejuk disekitar kampusnya.

Maura menghela napas.

Menyenangkannya saat-saat SMA. Batin Maura.

Ia kembali mengingat teman-teman juga sahabatnya saat di SMA dulu.
Seperti Chika yang tidak diduga akan menjadi salah satu teman yang saat ini justru paling dekat dengan Maura.

Bastian yang beberapa minggu lalu mengirimkan Maura sebuah foto perempuan dengan usia yang setara dengan Maura, melalui pesan di Sosial Media yang kira-kira seperti ini--

Ra, ada yang nyatain perasaanya ke gue.
Dia minta gue jadi pacarnya.
Gue harus gimana, Ra? Kan gue sukanya sama lo..
Ah, nggak apa-apa deh, Ra.
Dia baik kok, pinter, dan murah senyum.
Mungkin ini cara Tuhan untuk memberitahu gue kalau kita cocoknya cuma temenan aja.
Ra, lo nggak marah kan?

Iya, Bas.Jangan pernah menunda. Kalau memang dia baik dan sudah membuat lo nyaman, jangan gengsi ataupun ragu. Karena menyesal adalah sebuah perasaan yang benar-benar buruk. Dan gue sama sekali nggak marah.So, Congratulation karena udah nggak jomblo lagi. Gue ikut senang.

--Maura tersenyum mengingat yang satu itu, ia sadar bahwa ia seperti sedang menceritakan apa yang ia rasakan.

Ia jadi teringat Iqbaal.
Hari dimana Ia benar-benar terpisah dengan Iqbaal untuk waktu yang Maura tak tau sampai kapan, terkadang masih membuatnya sedih.

Ingin rasanya Maura bilang--

Jangan pergi, Baal.
Disini saja, disamping gue.
Kita bisa belajar di tempat yang sama, lagi.
Gue bisa belajar masak untuk nyiapin lo sarapan, makan siang bahkan sampai makan malam. Asal lo tetap tinggal disisi gue.

--Tapi permintaan itu tak pernah Maura sampaikan.
Ia takut terlalu mengekang Iqbaal.
Hubungan dibawah status "Sahabat" rasanya terlalu berlebihan kalau Maura menginginkan Iqbaal selalu disampingnya.

Padahal Iqbaal masih sempat mengirimkan pesan sebelum ia benar-benar berangkat ke Batam, yang kira-kira berisi seperti ini--

Hai, mbil**
Ternyata lo nggak berubah pikiran.
Mauraque benar-benar sudah dewasa. hehe
Masih 10 menit lagi sebelum gue take off ke Batam dan gue masih berharap lo bakal cegah gue untuk pergi.
Lebay nggak sih Ra, kalau gue pengennya lo minta gue untuk nggak pergi dan tetap tinggal buat lo.
Pengen inisiatif untuk tetap tinggal meskipun nggak lo minta.
Tapi karena lo juga meng"iya"kan kepindahan gue, jadi alangkah lebih baik kalau gue mengikuti apa yang lo mau.

Ra, gue harap kita masih bisa ketemu lagi.
Gue nggak minta lo untuk nunggu gue, tapi lo harus selalu inget kalau gue sangat menyayangi lo lebih dari seorang Maura berpipi gembil teman main gue sejak kecil.
Bye Ra.

Iya Baal, hati-hati.

--Maura masih sangat ingat, bagaimana ia menangis ketika membaca dan membalas pesan Iqbaal.
Setelah nya Iqbaal hanya menghubunginya sesekali saja, memberi kabar bahwa ia sudah memiliki banyak teman dan menjadikannya begitu sibuk.

AKU CINTA KAMU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang