Sembilanbelas

4.5K 241 110
                                    

Perempuan itu mendecak. "Gua Annie Leonhart, bukan 'Levi-san'."

Eren masih menganga kaget. Mata membulat penuh pertanyaan di sana. "Eh iya... maap."

Mendengus, Annie melangkah maju. Pagar kawat berderit ketika punggung Eren semakin menekan mundur. Ia lupa belakangnya ada pembatas.

"Lu ngapain ke sini?" tanyanya sambil menekuk kaki.

"Makan lah," Annie menjawab singkat seraya duduk di sebelah Eren. Pemuda itu refleks menggeser posisinya.

"Ke-kenapa nggak di tempat lain aja? Bareng temen-temen lu gitu."

Annie mengerling tajam. "Ini tempat udah jadi langganan gua. Gasuka, cabut sono."

Eren makin menciut. Ia yakin, cewek ini bukan salah satu penggemarnya yang menyamar jaim seperti tadi pagi.

Hening. Suasana mendadak berubah dingin hanya dengan kehadiran Annie. Calon-calon penerus Elsa dari kartun Beku

Eren menutup kotak bekalnya walau tiga-empat suap dilahapnya. Ia berdiri, siap melangkah. Tak mau menunggu Levi lebih lama dari ini bersama cewek bermuka judes yang baru ditemui hari ini. 

"Kok lu udahan?" celetuk Annie.

"Gua kenyang." Eren melirik agak takut-takut. "Lagian, kan lu bilang tadi kalau ini daerah kekuasaan lu."

"Langganan, Udin."

"Eh iya, maap typo."

Perasaan bukan Lebaran, tapi kenapa dari tadi Eren merasa bersalah melulu?

Annie menghela nafas. "Gua emang bilang langganan, tapi bukan berarti ini daerah gua. Lu boleh ke sini."

Eren diam. Perutnya bergemuruh kecil. 

"Gausah. Besok-besok gua makan sama temen gua di kelas lain."

Dan pintu tertutup rapat kembali. Mendengus pelan, gadis Leonhart melanjutkan makannya hingga bel masuk berdentang.

.

.

Eren tetap memegang kalimatnya. Hari-hari selanjutnya, ia tak lagi mendatangi atap. Destinasi terbaru kalau bukan kelas, ruang peralatan kebersihan. Pokoknya selama dia menemukan Levi di manapun selain atap, di sana ia habiskan waktu istirahat. 

Padahal Annie masih tetap menunggu, bahkan setelah lewat sebulan sejak mereka berdua sekelas. Setiap istirahat dan pulang sekolah, perempuan itu menyempatkan diri untuk mengunjungi atap. Berharap sosok Eren akan muncul dari balik pintu. 

I-ini bukannya dia kangen Eren, ya. Ia sudah sering bertemu tatap dengannya di kelas! Ini cuma sebagai pengakraban diri dengan teman satu kelas!

"Eh."

Eren menoleh sambil menurunkan ikat kain yang menutupi sekitar hidungnya. "Apa, beb?"

Levi mendecih. Ia benci embel-embel alay ala pacaran seperti itu. Meski sudah diingatkan pun, si bocah masih tak mau berhenti. Eren tersenyum puas melihat wajah kesal itu. Dasar maso. 

"Lu bisa berhenti ngelap jendela sekarang. Makan sono, sebelum istirahat habis," ucap Levi seraya melengang membelakangi Eren. 

"Gua masih kenyang kok, tadi disodok Mikasa roti terus dari kantin. Emang lu mau ke mana?" 

Setelah meletakkan wiper dan botol pembersih kaca, sapu diambil Levi dari ruang peralatan yang tak jauh dari situ.

"Mau ke atap."

"Ke atap mulu," Eren monyong. 

"Gasuka aja lu. Di sana ruangannya terbuka, jadi lebih sering kotor."

Janitor ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang