Delapan

3.9K 378 84
                                    

Walau bel pulang telah berdering, seluruh murid SMA Shigansina belum diizinkan pulang. Mereka masih harus menetap bersama sang wali kelas untuk membahas acara sekolah yang akan diadakan sebentar lagi.

Termasuk kelas Eren.

Namun, kali ini bukan wali kelas yang memberikan homeroom seperti biasa. Melainkan pasukan pengurus kelas masing-masing.

Semua terdiam, ketika keempat-empatnya berjalan ke depan. Keheningan segera dihancurkan ketua kelas dengan mengetuk agak kencang kapur ke papan tulis. Bermaksud meminta perhatian.

"Eh, minta perhatiannya bentar, dong!" Reiner Braun, selaku ketua, berseru lantang.

Seluruh pandangan tertuju pada sosok berbadan kekar di depan kelas.

Reiner berdeham. "Homeroom kali ini kita mau bahas perencanaan buat festival budaya dua minggu lagi! Kemaren pas lagi rapat, OSIS nyuruh masing-masing kelas menjual sesuatu dan menghias kelas sebagus-bagusnya. Nah, nanti bakal dinilai dari segi estetika, jumlah pengunjung, sama kebersihan."

"Karena itu, kami mau minta saran dan pendapat kalian. Bagusnya kelas kita mau dibikin kayak apa," tambah Mina Carolina sebagai wakil.

Mikasa mengacungkan tangan. "Duitnya gimana?"

"Masalah duit ntar diatur lagi. Yang penting sekarang idenya dulu aja. Biar langsung dikasih ke OSIS-nya," jawab Historia yang menjabat sebagai bendahara kelas.

"Semua yang ngasih ide bakal kita catet, kok. Nanti voting terakhir-akhirnya," tambah Mina.

Seketika, suasana kelas jadi ricuh. Masing-masing mendiskusikan ide yang sempat terlintas sejenak di kepala mereka ke teman-teman terdekat.

Empat pasukan pengurus diam menunggu. Sampai ada salah satu tangan yang mengacung. Bersumber dari seorang Sasha Blouse. Melihat itu, Annie Leonhart yang menjadi sekretaris langsung mengambil kapur dan bersiap mencatat.

"Bikin restoran keluarga aja gimana?!" usulnya semangat.

"Asal bahan makanannya nggak lu embat aja sih, nggak apa-apa," tanggap Reiner agak curiga. "Annie, catet."

Gadis bersurai pirang pucat itu mengangguk. Kapur bergerak menuliskan usulan Sasha di atas papan tulis.

"Eh, KM yang tiap hari ngeharem sama bawahannya," untuk kedua kali Mikasa mengangkat tangan tinggi-tinggi.

Reiner mendecak sebal. Entah dari mana Mikasa tahu niat busuknya. "Sialan lu. Apaan?"

Sekadar informasi yang sebenarnya nggak penting-penting amat. Sistem pemilihan ketua di tiap kelas SMA Shigansina sedikit berbeda. Pertama, sekelas memilih siapa kandidat yang akan dicalonkan sebagai ketua lewat voting kertas. Seperti biasa, yang dapat suara terbanyak itulah yang menang.

Kemudian, si ketua baru jadi boleh memilih siapa saja untuk menjadi bawahannya. Dengan diberinya kekuasaan itu, akhirnya Reiner mengangkat tiga siswi, Mina, Annie, dan Historia.

Butuh alasan? Busuk nggak apa-apa, ya.

Karena mereka cantik. Dikelilingi tiga cewek cantik akan membangkitkan gairah harem Reiner yang lama tak terpenuhi.

Maaf, ralat. "Biar kelas bisa makin solid terus".

"Gua ada usul. Gimana kalau kelas kita ngadain tema cross-dressing? Jadi kita bikin kontes gitu, dan semua yang cross-dress ditampilkan kayak lagi fashion show," jelas Mikasa sambil berdiri dengan wajah tetap datar.

Banyak reaksi yang timbul. Tentu para lelaki memandang jijik ke arah si gadis Ackerman. Sebaliknya, para perempuan malah mengangguk setuju. Kontras sekali perbedaannya.

Janitor ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang