Seperti biasa, vote + comment i wish ❤
.
.
.
.
.
.
.
"Lo bawa kemana Maryam?" tanya Mikail seraya membentak dengan jari telunjuk ditujukan di depan Fikry."Apa-apaan sih Mik. Santai aja kali. Gue cu-" kata Fikry tapi tiba-tiba dipotong oleh Mikail.
"Alah, nggak ada santai-santai. Lo abis bawa Maryam kemana, hah?!" Mikail semakin membentak. Kali ini, dia sampai memegang kerah baju milik Fikry.
"Mik, apaan sih? Aku tadi cuma abis dari rumah Fikry doang bentar." kata Shofiyyah (Maryam).
Mikail melonggarkan pegangannya di kerah baju milik Fikry. Dia kemudian memandangi Maryam.
"Ngapain kamu di rumah dia?" tanya Mikail pada Maryam, dengan nada yang sedikit membentak.
Maryam kebingungan. Tak mungkin dia jelaskan apa yang baru saja terjadi. Tapi .. rasanya dia juga merasa berat jika harus berbohong pada Mikail.
"Ngerjain tugas. Puas, lo?" kata Fikry tiba-tiba.
Mikail menoleh ke arah Fikry dengan pandangan mata marah. Kemudian kembali melirik Maryam.
"Sejak kapan kamu ngerjain tugas di rumah orang? Selama ini kamu selalu di rumah aku." tanya Mikail lagi yang ditujukan pada Maryam.
"Ng .. tadi ya sekalian aja. Soalnya Fikry kan mau nganterin pulang, jadi ya .. sekalian aja." jawab Maryam tergagap-gagap saking gugupnya.
Mikail menggigit bibir bawahnya sambil menghela napas panjang.
"Kenapa sampe dianterin pulang sama dia, sih? Aku kan bilang tungguin aku!?" kata Mikail lagi. Masih dengan kepala panas.
"Heh, santai aja dong, lo. Nggak usah sampe bentak-bentak Maryam kayak gitu." kata Fikry sambil mendorong pundak kanan Mikail.
"Heh, gue nggak ngomong sama lo. Lo diem aja." kata Mikail yang balik mendorong Fikry ke belakang.
"Mikail?! Aku udah nungguin kamu. Se-jam lebih aku nungguin kamu. Dan kamu nggak dateng-dateng juga. Apa salahnya sih dianterin pulang sama Fikry. Kerjain tugas di rumah dia. Apanya yang salah? Toh sekarang aku juga udah ada di sini. Baik-baik aja." sergah Maryam membalikkan tubuh Mikail mencoba meredamkan amarah Mikail.
"Maryam. Ban motor aku meletus di tengah jalan. Nggak ada pilihan lain selain aku harus bawa ke bengkel dulu. Yah wajar lah aku telat jemput kamu. Tapi aku dateng kok. Aku sampe lari ke sana nyariin kamu. Tapi kamu nggak ada. Kamu pulang sama Fikry dan sama sekali nggak ngabarin aku?!"
"Mik?! Ponsel kamu mati. Mau ngabarin gimana coba? Aku juga nggak marah kok kamu jemputnya lama. Aku bahkan nggak akan marah meskipun nggak kamu jemput sekalipun. Aku cuma bingung, kenapa kamu marah-marah aku dianterin pulang sama Fikry?!"
"Mar, selama ini. 10 tahun lebih kamu jadi sahabat aku, belum pernah sekalipun kamu pulang dianterin sama orang selain aku. Oke. Aku tau kamu banyak berubah setelah amnesia. Tapi kamu harus inget, Mar. Aku ini sahabat kamu. Sahabat kamu selama 10 tahun lebih."
"Terus kenapa, Mik? Kamu bilang bedanya orang pacaran sama sahabatan itu, kalo sahabatnya jalan sama orang lain, yang penting orang itu baik, kamu nggak akan marah kan? Fikry itu orang baik. Temen kamu juga. Terus kenapa sekarang kamu marah-marah, sih?"
Mikail terdiam. Wajahnya merah padam. Tak ada kata lagi yang bisa ia lanjutkan untuk menanggapi pertanyaan Maryam. Dia memandangi Fikry lekat-lekat, masih dengan tangan yang mengepal.
"Mik .." panggil Maryam kepada Mikail.
Mikail tidak menjawab. Dia masih terus memelototi Fikry yang sedang memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
"Mikail?!" panggil Maryam sekali lagi.
Kali ini Mikail menoleh.
"Ayo pulang." kata Mikail seraya menarik tangan Maryam naik ke atas motor vespa miliknya kemudian melesat meninggalkan Fikry yang masih berdiri mematung memandangi Maryam dari kejauhan.
Kamu itu ..
Benar-benar Maryam sahabat Mikail,
Atau seorang yang lain ,
Maryam?
Bisik Fikry, dalam hati.
*****
Shofiyyah POV
Mikail memberhentikan motornya tepat di depan rumahku tanpa mematikan mesin motornya. Aku berjalan turun dari motornya dengan hati-hati. Mikail sama sekali tak berbicara. Mulutnya diam membisu. Padahal biasanya ia sendiri yang melepaskan helm di kepalaku. Aku melepaskan helm-ku sendiri kemudian memberikannya kepadanya. Mikail hanya menoleh mengambil helm di tanganku. Dia hanya memandangku beberapa detik kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menyalakan laju motornya dan pulang menuju rumahnya.
Aku terdiam terpaku di tempatku berdiri. Apakah memang seperti ini? Apakah aku dan Mikail sering bertengkar? Ataukah, ini untuk yang pertama kali?
Terbesit perasaan sedih melihat Mikail menjadi marah seperti tadi di hatiku. Tapi sebenarnya mengapa ia marah?
Aku melangkah perlahan membuka pintu rumah. Mama menyambutku dengan penuh kehangatan.
"Baru pulang, sayang?" sapanya sambil mengusap kepalaku pelan. Aku tersenyum sambil mengatakan, "Iya, mah. Baru pulang dari rumah Fikry."
Dahi mamaku mengernyit. "Fikry? Siapa Fikry?"
"Teman sekelasku, mah. Mamanya sakit jantung. Sekarang mamanya sedang koma di rumah sakit. Tadi aku menemani dia menjenguk mamanya." jawabku mencoba menjelaskan.
"Loh, sakit jantung? Kasian banget .. kok mama nggak pernah tau kamu punya temen namanya Fikry? Ajak ke rumah sekali-kali, sayang. Mungkin dia kesepian." kata mamanya dengan wajah dikerutkan tanda iba.
"Iya, mah. In syaa Allah, Maryam ajak main ke rumah." ucapku lirih. "Maryam .. ke kamar dulu ya, mah. Belum sholat maghrib soalnya." kataku mohon izin.
Mama mengangguk sambil tersenyum. Aku berlalu meninggalkannya. Aku segera berganti baju dan masuk ke dalam kamar kecil untuk mengambil air wudhu. Kuusap pelan wajahku dengan air untuk menghilangkan berbagai peluh yang tersisa di sana. Aku melangkah mengambil mukenah yang tergantung di penggantung dinding kamarku. Ada beberapa yang berubah dari kamarku. Awalnya, banyak gambar-gambar wajahku yang menempel. Tapi rasanya, aku tak nyaman berada dalam ruangan yang banyak sekali gambar-gambarnya. Alhasil, aku melepaskan semua gambar maupun poster yang menempel di dinding.
Tanganku meraih pengait mukenah dan meletakkannya di belakang dipandu cermin rias di hadapanku. Kuarahkan wajahku ke arah sajadah yang terhampar. Kutanamkan konsentrasi yang mendalam di dalam hati. Mencoba melupakan semua beban masalahku hari ini. Mulai dari lintasan ingatan yang mengganggu kepalaku tatkala melihat gambar milik Fikry, ketakutanku akan kegelapan, dan kemarahan Mikail yang masih saja tak kumengerti.
Kuusap wajahku perlahan seraya berucap rilih ..
"Allahu Akbar .."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah Loves You
SpiritualSLOW UPDATE . . . . . . Allah selalu punya cara untuk membuat semuanya berakhir bahagia. Asalkan hati diselimuti dengan iman dan taqwa. Salah satunya dalam lika liku kehidupan seorang Shofiyyah. Mulai dari cobaan yang bertubi-tubi. Hingga Allah meng...