"Senyum terus sampai lebar ya, anak kecil!"
•••
"Hatci!" sudah berpuluh-puluh kalinya Sheina bersin hari ini. Efek hujan-hujanan tadi sangat berdampak besar bagi kesehatan tubuhnya. Tissue-tissue sudah sangat berserakan di atas tempat tidurnya. Hidungnya memerah. Suhu tubuhnya meninggi. Tadi, sepulang Sheina dari TPU dengan basah kuyup, Hana dan Sheila khawatir luar biasa.
Ketukan pintu dari luar terdengar. Hana masuk seraya membawa nampan berisi bubur hangat, air putih, dan satu bungkus obat. Yang ia yakini itu adalah obat demam.
Hana duduk di pinggiran kasur. "Buburnya udah jadi. Dimakan dulu ya, sayang. Abis itu minum obat, terus tidur. Jangan dulu main handphone kalau kepalanya pusing."
Sheina hanya mengangguk lemah. Kepalanya sudah mulai terasa pusing sedari tadi. Setelah itu, Hana mulai menyuapi Sheina.
"Hm, Sheila mana ya, Ma?" tanya Sheina pelan.
"Sheila lagi pergi ke supermarket buat beli belanjaan bulanan. Biasanya kan kamu, tapi berhubung kamunya lagi sakit. Yaudah deh jadi Sheila yang gantiin dulu."
Sheina hanya manggut-manggut.
"Pake sepeda?"
"Iya, dia tetap kekeuh mau pake sepeda."
"Lebih seru naik sepeda tau, Ma. Hitung-hitung buat olahraga ka—Hatci!" Sheina menarik kuat-kuat hidungnya yang memerah agar sesuatu yang didalamnya tidak keluar. Sheina cengengesan, merasa malu atas apa yang baru saja ia lakukan.
Hana hanya geleng-geleng kepala melihatnya. "Hidung kamu merah banget. Masih pusing?"
"Sedikit."
Hana menyuapi Sheina untuk suapan terakhir lalu mengambil gelas berisi air putih diatas nakas dan memberikannya pada Sheina.
"Nih, air-nya kamu minum dulu. Abis itu minum obat." Hana membuka bungkus obat tersebut dan memberikan satu pil obat kepada Sheina. Memintanya untuk segera meminumnya.
"Ya udah, kalau gitu kamu langsung istirahat. Untuk besok kamu nggak usah sekolah dulu ya, sayang. Selamat malam." Hana pun menarik selimut warna abu-abu kesayangan Sheina tersebut hingga sebatas leher. Lalu, mengecup singkat kening Sheina. Kemudian, beranjak pergi.
***
Sheila keluar dari supermarket seraya menenteng satu plastik berukuran besar berisi barang belanjaannya. Ia melangkah menuju sepeda yang diparkirkan di pelataran supermarket tersebut. Kemudian, menaruh plastik berisi barang belanjaan ke dalam keranjang sepedanya. Lalu mulai mengayuh pedal-nya hingga menuju rumah.
Di tengah perjalanan pulang, ia seperti melihat seseorang yang tergeletak di atas aspal dekat gang kecil yang penerangannya minim. Ia mengayuh pedal sepedanya lambat-lambat seraya memfokuskan penglihatannya. Setelah matanya yakin bahwa yang tergeletak itu manusia sungguhan, Sheila langsung menuju orang itu.
Menurut Sheila gang kecil ini memang sedikit menyeramkan. Apalagi gang ini hanya bermodalkan penerangan yang minim. Seperti menambah kesan horror yang ditampilkan. Tempatnya makin terasa sepi, sebab orang-orang sepertinya tak ada yang berani lewat situ.
Sheila lihat, dari jauh orang itu seperti tergeletak tak berdaya. Lalu, disampingnya orang itu ada sebuah mobil. Makin dekat makin terlihat. Sheila sendiri bingung mengapa ia bisa-bisanya senekat ini. Tapi Sheila sangat yakin, orang itu sepertinya orang baik-baik yang harus Sheila tolong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagination
Teen FictionTentang sebuah imajinasi seorang manusia yang tak bisa tergapai. Hingga akhirnya, ....tak lagi sama. Dan, terasa hampa. Sheina Arindrya. Wajah tengil yang selalu nampak ceria. Padahal menyimpan beribu kepedihan di dalamnya. Tawa yang selalu menderai...