7. Aku Mendekat, Kamu Menjauh

123 14 5
                                    

"Seharusnya aku sadar, bahagiaku bukanlah salah satu dari sekian banyak hal penting yang kamu prioritaskan."

Happy reading, full scene Langga & Sheina nih😚

•••

Hampir lima menit gadis itu hanya berdiri diam di tempat di hadapan sepeda biru mudanya itu. Dia harap-harap cemas. Mengapa keberuntungan dihari pertamanya tak ia dapat. Rantai sepeda kesayangannya lepas dari tempatnya. Lalu sedetik kemudian ia berjongkok, mencoba membetulkan rantainya yang terlepas itu hingga berkali-kali, akan tetapi ia selalu gagal.

Dia lelah, awan yang tergantung di langit pun terlihat menghitam. Seperti mengejek dirinya yang sedang merasa ketakutan. Ketakutan akan rasa sepi yang menyelimuti dirinya. Sekolah ini sudah sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang masih berada di lapangan. Itupun rata-rata seorang cowok. Tadi, dia memang pulang terlambat dikarenakan dia piket kelas, lalu dilanjutkan dengan membantu guru untuk menempelkan informasi terbaru di mading untuk esok pagi. Guru itu pulang terburu-buru, jadilah dia yang akhirnya menggantikan tugasnya itu.

"Gimana aku pulangnya kalau begini?" tanyanya pada diri sendiri, "mana udah sepi lagi sekolah."

"Apa aku telpon Sheila aja kali ya?" Pikirnya. "Ah enggak deh, paling dia belum pulang kerkel."

"Hm apa Mama aja ya?" Pikirnya lagi. "Tapi kan Mama lagi kerja, huh."

Sheina beralih meremas-remas gantungan boneka stitch kecil yang dipasang di resleting tasnya yang sudah dipindahkan ke depan tubuhnya.

Ia berpikir keras. Hingga sebuah ide muncul di kepalanya. Sheina berlari ke dalam sekolahnya lagi. Ia berinisiatif meminta bantuan kepada beberapa orang yang tengah bermain basket di lapangan indoor. Namun hanya ada dua orang terlihat disana. Sepertinya yang lain sudah pulang, tanpa sepengetahuan Sheina—melangkah dibelakang dirinya yang sepertinya tadi sedang berjongkok. Hingga matanya membulat melihat Langga yang salah satunya terlihat disana.

"Langga!" Sheina memekik cukup keras. Nafasnya terengah. Efek berlari-lari di koridor.

Yang dipanggil menoleh. Memberhentikan sejenak gerakan tangan yang sedang mendribble bola itu. Namun, dia tak menghiraukan. Terus melanjutkan latihan permainan yang masih belum selesai. Sedangkan satu temannya telah berada di pinggir lapangan—membereskan barang-barangnya untuk dimasukkan ke dalam tas—berniat untuk pulang.

"Noh Lang ada yang nyari lo. Gue duluan, bro."

Langga menoleh sekilas dan mengangguk.

Sheina gemas sendiri melihat Langga yang hanya merespon seperti itu. Namun tak alih membuat dia berhenti memikirkan cowok itu.

"Kamu mau tolongin aku nggak?" Tanyanya dengan sedikit teriak.

"Langga, aku manggil kamu! Please jangan diam aja. Aku butuh bantuan kamu."

"Gue mau pulang," jawabnya dengan nada dingin.

"Kamu beneran nggak mau bantuin aku?"

"Berhenti sok kenal sama gue."

Sheina tertegun. Bibirnya terkatup rapat. Kalimat tadi seperti berhasil menyadarkan jiwanya ke dunia nyata.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang