4. Awal Mula

127 19 13
                                    

"Dia kembali, kamu pun kembali."

•••

Mata Langga menajam ketika melihat mobil putih yang terlihat tak asing oleh matanya berada di halaman rumahnya. Sesegera mungkin ia melepaskan helm-nya lalu turun. Tatapan tak suka itu sangat kentara di mata hitamnya. Sekarang dia memang baru saja pulang dari kerja kelompoknya itu. Sudah pukul 7 malam ternyata.

Tanpa sabar, Langga langsung melengos masuk ke dalam rumahnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Benar saja dugaannya, pemilik mobil yang di halamannya tadi adalah dia. Disana terlihat ada Kirana—mamanya—sedang mengobrol ria dengan dia di ruang tamu. Sepertinya mereka belum menyadari keberadaan Langga. Mungkin karena memang jarak antara pintu utama dan ruang tamu itu sedikit jauh, pikirnya. Cowok itu masih bergeming di tempatnya. Menunggu respon dia terlebih dahulu.

Sampai akhirnya sepasang mata itu melihat ke arahnya. Mata itu, mata yang dulu menjadi sumber kepercayaannya. Mata yang dulu terlihat sangat teduh pada urutan kedua untuknya. Ya, itu hanya dulu bukan sekarang. Tatapan mata yang sebenarnya masih teduh itu sudah tak berarti apa-apa bagi cowok itu.

Dengan sedikit menahan kesal, Langga mulai beranjak dari tempatnya lalu melengos pergi begitu saja ketika melewati ruang tamu. Kirana yang melihat hal itu pun mengerti. Anaknya itu masih sama. Masih menyimpan luka lama.

"Perlahan-lahan nanti juga dia memaafkan kamu, Dea," Kirana menenangkan gadis itu. Gadis yang sepantaran dengan cowok dingin tadi.

"Semoga seperti itu. Lagipula aku pantas buat diginiin sama Langga."

Kirana tersenyum sendu.

"Kamu bakalan mau menetap di sini atau balik lagi ke Kanada, hm?" Kirana mencoba mengalihkan topik.

Dia, Deana Aritma Wijaya. Gadis yang baru beberapa jam lalu mendarat di Indonesia setelah sekian lama tinggal di negara luar. Gadis itu kembali. Benar-benar kembali.

"Sepertinya aku bener-bener bakalan menetap tinggal disini lagi. Mengakhiri yang belum berakhir. Dan memulai yang baru setelah yang akhir itu berakhir," ucap Deana lelah.

***

Air menetes-netes dari rambutnya. Cowok itu, Langga, memang baru saja selesai mandi untuk membersihkan badannya yang terasa gerah. Setelah keluar dari kamar mandi, ia berjalan menuju lemari yang ada disamping tempat tidurnya. Memilih baju apa untuk digunakan.

Kamar bernuansa hitam dan putih itu berukuran luas. Benda-benda yang disukainya ditata sedemikian rupa agar terlihat rapi dan elegan. Segala jenis buku-buku pun tersusun rapi. Buku Matematika dan Fisika lah yang paling banyak terlihat. Adapula beberapa jenis novel-novel action. Di sudut ruangan itu pun ada gitar yang biasa dimainkan Langga kala merasa bosan.

Setelah berpakain secara lengkap, cowok itu meraih benda pipih yang sedari tadi bergetar di atas nakas tempat tidurnya.

Ada beratus-ratus chat. Dan hanya sebagian yang biasa Langga buka. Hingga matanya menangkap nama seseorang di sana.

Arkan Pramudya : Rivera bangun Lang. Lo gc sini.

***

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang