3. Katanya, 'Rezeki Orang Sakit!'

147 24 9
                                    

"Payung biru dan jaket abu-abu yang lalu."

•••

"Mama..." rengek Sheina yang baru saja turun dari kamarnya di lantai atas. Selimut tebal terlilit di tubuhnya. Rambut panjang berwarna hitamnya yang tergerai terlihat acak-acakan. Wajah dan hidungnya masih sedikit memerah dan terlihat pucat. Hari ini Sheina memang tidak pergi ke sekolah.

"Iya, sayang. Eh kamu ngapain turun dari kamar? Butuh sesuatu? Kenapa nggak pangg—"

"Sheina haus," potong Sheina cepat. "Nggak ada tenaga buat teriak. Tenggorokan Sheina sekarang sakit."

Hana hanya menggelengkan kepalanya.

"Ya udah, sekarang kamu duduk dulu." Hana menuntun Sheina untuk duduk di kursi meja makan dekat area dapur.

Tak lama kemudian, Hana menyodorkan gelas berisi air putih. "Nih air-nya."

"Makasi, Ma." Lirih Sheina dengan suara seraknya.

Hana memegang dahi Sheina lalu berganti mengelus rambut anaknya itu dan merapihkannya. "Sama-sama."

"Mama nggak kerja?"

"Hari ini Mama sengaja minta cuti dulu sama atasan Mama. Dan alhamdulillah akhirnya dikasih. Kalau masalah butik, Mama percayakan Mbak Desi selaku manager Mama untuk memantau karyawan yang lain."

Sheina hanya manggut-manggut.

Hana berdehem. "Sheina, Mama kan udah bilang berapa kali sama kamu. Jangan suka lakuin kebiasaan buruk itu lagi ya, sayang. Jangan keliling hujan-hujanan disaat kamu lagi dalam keadaan sedih. Kamu nggak boleh nyiksa diri kamu sendiri dengan cara kayak gitu. Meskipun pasti ada aja yang kasian sama kamu terus kasih kamu payung ataupun jaket. Nah sekarang lihat, kamu sendiri kan yang ngerasa nggak enak badan. Apalagi demam itu kan paket komplit. Nggak enak, bukan?"

Sheina menggeleng. "Nggak bisa, Ma. Itu hobby Sheina. Dengan ngelakuin itu perasaan Sheina jadi lebih baik. Ya walau resikonya Sheina jadi sakit." lirih Sheina lagi sebelum beranjak menuju kamarnya.

Hana hanya menghela nafas pelan. Mungkin aku kasih taunya nanti malam aja.

***

Hari ini, Sheila, Karin, Langga, dan Vino sepakat untuk kerja kelompok di rumah Sheila. Sebenarnya Langga, sih, hanya mengangguk setuju saja dengan wajah kalemnya. Asalkan katanya jangan dirumahnya. Entah karena alasan apa.

Mereka berempat pergi menggunakan dua motor besar. Langga dengan Sheila di belakangnya. Dan Vino bersama Karin tentunya. Kendaraan mereka melaju membelah jalanan kota kembang ini.

Bahkan seorang Erlangga Deano Reavillo pun tidak tahu bahwa, hari ini dan hari selanjutnya kehidupannya tidak akan tenang. Sejatinya, kisahnya baru saja dimulai. Are you ready?

***

Setelah kira-kira 10 menit melaju di perjalanan, akhirnya dua motor besar ini memasuki area halaman rumah yang dituju. Rumah Sheila. Jarak antara rumah dan sekolah Sheila memang tidak begitu jauh. Berbeda dengan Sheina, jarak sekolahnya lebih jauh.

Dulu, orang tua mereka memang berniat untuk memasukkan kedua putrinya itu ke satu sekolah yang sama, SMA Cakrawala. Tetapi dengan kekeuh Sheina menolak dengan alasan ingin mencari sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menantang 'katanya'.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang