Kututup obrolan teleponku barusan. Lelaki di sebelahku senyum-senyum malu. Memang apanya yang lucu, sih?
Hari ini kami pergi ke bandara, menanti pesawat yang akan memberangkatkan kami ke Indonesia. Mendengar kesibukan Rindu, Aku jadi merasa bersalah. Memangnya sesibuk itu, ya, mengurus balita?
Ya, berbeda dengan lelaki di sebelahku ini, Aku belum pernah mengurus bayi. Makanya hari ini Aku memutuskan untuk pulang. Aku sudah rindu dengan tangan mungil buah hatiku yang bahkan belum pernah kusentuh. Dua tahun lalu, Aku pulang ke Indonesia untuk meminang istriku. Aku hanya mengambil cuti sebulan untuk melamarnya, mempersiapkan dan melangsungkan pernikahan kami. Kembali bekerja sekitar dua minggu, kemudian mengambil cuti satu bulan lagi untuk pergi bulan madu.
Aku memang ayah yang tidak bertanggungjawab. Aku meninggalkan buah hatiku yang masih berusia dua minggu dalam kandungan untuk bekerja ke luar negeri. Kembali saat persalinan istriku, mengumandangkan adzan di telinga bayi kami, kemudian berangkat ke sini lagi. Untung saja dia wanita yang kuat. Aku yakin dia mampu menangani semuanya meskipun Aku hanya mengiriminya uang dan seringkali meneleponnya.
"Hei, bagaimana rasanya mengurus anak?" tanyaku pada lelaki di sebelahku.
"Hhh... ," dia menghembuskan napas kuat, kemudian tersenyum dalam seperti sedang mengingat hal-hal paling bahagia dalam hidupnya. Tidak menjawab. Hanya melirik ke dalam mataku kemudian tertawa ringan. Sejak dulu dia masih saja begitu.
Ah, iya. Rindu juga masih saja begitu. Sejak dulu sikapnya agak mengecewakanku. Namun, dia tetap kuanggap seperti boneka kucing-kucingan yang bila dielus mengeluarkan suara "meoong", manja dan butuh banyak bantuan. Hanya saja, sekarang tidak lagi. Mengingat dia sudah menjadi istri.
Berjalan bersama lelaki satu ini membuatku mengingat masa-masa sekolahku dulu. Sebentar lagi, kami semua akan bertemu lagi. Tentu saja jika Yang Maha Kuasa mengizinkannya. Kami akan mengingat masa-masa indah kami di sekolah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
RandomAir hujan bersama kita. Terik matahari bersama kita. Suara tawa bergema di antara kita. Air mata membasahi pipi kita. Selalu kita, bukan hanya Aku, atau hanya Kamu. Namun, ada waktunya "selalu bersama" tak lagi menjadi milik kita.