Bagian VIII: (Sabtu, 04 Desember 2027 (18:20 WIB)) Rindu "Lampau"

29 1 0
                                    

      Selesai sudah Aku mengganti popok Zahra. Hhh, aneh-aneh saja Ibrahim itu. Kenapa pula barang-barang ini bisa-bisanya jatuh di hadapannya?

      Kutengok isi kotak yang sudah hampir dua tahun tidak kubuka lagi itu. Isinya seluruh memori yang aneh, lucu, sekaligus menakjubkan. Terutama isi buku yang ternyata ceritanya selesai dengan bahagia juga meski sempat diselingi luka.

      Kubuka lembar pertama buku tersebut. Isinya masih sama seperti yang terakhir kali kuingat. Gambar Senja, bintang-bintang, kucing, dan tulisan tangan yang mulai bias tintanya.

      "Hari itu di rumahnya... ."

*** 

    "Berangkat, ya, ma."

      Gue mencium tangan Mama seraya minta ijin buat pergi.

      "Iya, naik apa?"

      "Naik kereta. Nanti turunnya di stasiun Sawah Besar," jawab Gue sambil tergesa-gesa melangkah keluar.

      "Gak naik busway?"

      "Enggak, kata Senja deketan dari stasiun," jawab Gue lagi sambil berlalu.

       Hari ini Gue ke rumah Senja. Belajar Fisika. Ya, setelah kejadian kemarin, Gue hopeless banget sama yang namanya Fisika.

      Senja bilang di rumahnya bakal ada Rahman sama Rumi yang mau ngerjain karya tulis ilmiah buat pelatihan LKTI(Lomba Karya Tulis Ilmiah). Jadi, dia bilang bisa sekalian ajarin Gue Fisika.

      Sesampainya di stasiun, Gue telepon Senja buat nanya dimana lokasi tepat rumahnya. Gue jalan sebentar mengikuti arahan Senja. Dijemput di jalan kemudian jalan bareng sampai rumahnya.

      "Mana yang Lu gak ngerti?" tanya Senja.

     "Gue gak tau apa yang Gue gak tau," jawab Gue pasrah.

      "Ck, udah, lah, Senja, ini kita selesain dulu," ujar Rumi sambil mengalihkan perhatian Senja ke layar laptop yang bagian depannya penuh stiker anime itu.

      "Ya, gimana-gimana, coba Gue liat," jawabnya sekenanya.

      Senja membaca pekerjaan Rumi sambil sesekali bergumam. Gak tahu dia betulan mengoreksinya atau cuma pura-pura.

      "Coba, coba, Lu kerjain soal yang ini dulu, ya," ujarnya kemudian sambil menunjuk sebuah soal di sebundel fotokopian dan menyerahkannya ke Gue.

      "Hah?"

      Gue menatap wajahnya dengan bingung.

     "Ngerti, kan? Pipa Bernoulli?"

      Gue menggeleng lemas.

     "Ck, ya udah, deh, kita mulai, ya."

     Tiba-tiba Rumi menyela.

     "Sa, ini gimana lagi?"

     "Ya, gitu, bener, kok," jawab Senja, kemudian beralih ke layar laptop.

     "Sa...," gumam Gue.

     "Ya, bentar, ya.

     Jadi, rumusnya dia begini," lanjutnya sambil menuliskan rumus di selembar kertas.

     P1 + ρgh1 + ½ρv1² = P2 + ρgh2 + ½ρv2²

     Waw, huruf-huruf apa itu?

     "Oke, agak panjang rumusnya. Pasti susah, kan ngehapalnya? Tapi intinya, kalo dia kecepatan alirannya bertambah, tekanannya akan berkurang," jelasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang