Zahra tidur di balik kelambu.
"Ah, gak mungkin, lah, nyamuk bisa masuk."
Gue kembali sibuk dengan smartphone dan melanjutkan chat dengan si Lala, cewek imut yang baru-baru ini Gue taksir. Ya, dikit lagi kena, nih. Coba Gue video call, ah.
"Malam, La."
"Malam, Ibra."
"La, udah ngerjain tugas gambar rancangan bel...,"
Ehek, ehek, ehek, eaaaak, eaaaak... Eheeaakk..., lah, Zahra nangis.
"Eh, bentar, La, keponakan Gue nangis."
"Hahaha, iya, Ib, Gue tungguin."
"Bentar, bentar, ya, La..."
Gue biarin telpon tetap tersambung sambil ngecek kenapa Zahra tiba-tiba nangis.
Duh, ribet banget, sih, enggak ada nyamuk, tuh.
Gue celingak-celinguk nyariin nyamuk yang manatau berhasil nembus ke dalam kelambu. Lala ketawa-ketiwi di seberang sana ngeliat tingkah Gue.
"Coba liat, Ib, ngompol, gak?" kata Lala.
"Hah?" teriak Gue sambil beralih mengecek popok Zahra.
"Lah, iya, La. Hebat Lo."
"Kan, hahahaha... Cup, cup, cup, adek sayang, jangan nangis. Kakak Ibra mau gantiin popok kamu," kata Lala lagi.
Muka Gue memanas mendengarnya. Kalo gini Gue tinggal nyari popok ganti buat Zahra sebelum pikiran Gue kemana-mana.
Gue buka lemari plastik laci demi laci, tapi Gue gak nemu popok di sana. Ada baju bayi, kain bedong, selimut, tapi, kok, gak ada popok?
"Lah, dimana popok?" kata Gue sambil celingukan lagi.
Lagi-lagi Lala tertawa.
"Ib, udah, ya. Selamat berantakin kamar. Buruan, dedek Zahranya keburu kedinginan!"
Tuut..., tuut..., yah, Lala beneran nutup telponnya.
Tinggallah Gue yang masih mengobrak-abrik kamar demi mencari selembar popok yang entah dimana keberadaannya. Kok, bisa, sih, cewek menyimpan barang sampe serumit ini? Lama-lama Gue pakein boxer Gue, nih, bayi.
Gue mencoba buat buka lemari pakaian—yang keliatannya bukan tempat menyimpan barang-barang bayi. Hmm, kan, bener, isinya baju-baju dewasa semua.
Krieet, huh, mana susah ditutup lagi ini lemari. Gue mencoba menekan lebih keras pintu lemari, tapi gak ketutup juga. Karena kesal, Gue tarik lagi pintu lemari itu. Gue banting sekuat-kuatnya. Brak! Akhirnya ketutup juga. Tapi ada sebuah kotak yang jatuh dari atasnya.
"Ah, bikin repot aja. Pake ada yang jatoh segala."
Segera Gue ambil kotak itu. Kotak coklat klasik kayak kotak sepatu biasanya. Ringan. Kayak gak ada isinya.
"Buat apa, sih, kotak kosong disimpen-simpen."
Gue yang penasaran iseng membuka kotak tersebut.
"Ternyata ada isinya."
Ada sticky note yang ditempel di bagian dalam tutupnya. Tulisannya "Sekelumit" dan semacam watermark di bawahnya bertuliskan "~Rindu". Isinya cuma sedikit—mungkin karena ini juga kotak ini diberi judul "Sekelumit". Ada buku kecil hard cover semacam buku catatan utang, photo card gambar anime, gantungan kunci anime, beberapa lembar foto yang dicetak, dan kotak perhiasan ukuran kecil.
Barang-barang yang beraroma masa muda. Hmm, ternyata kakak Gue juga punya kisah-kisah mellow gini. Gue kira selama ini kehidupan asmaranya kosong melompong sampe tiba-tiba dilamar terus nikah. Eh, tapi, kok, ada buku utang di antara barang-barang mellow ini, sih?
Gue yang penasaran akhirnya membuka buku tersebut.
"Hai, perkenalkan, ini temanku. ~Rindu," tulis si penulis di balik cover depan.
"Namanya Sanjaya Senja. Dia sudah punya pujaan hati. Aku sering curhat tentang seseorang yang kusuka. Sampai tidak sadar, orang yang kusuka kini bukan lagi dia yang sering kuceritakan dengannya," tulisnya di halaman pertama disertai gambar seorang cowok berkacamata yang diwarnai asal-asalan dengan cat air.
"Hmm, jadi begitu," ucap Gue dalam hati sambil membalik halaman berikutnya.
"Ini gak ditulis langsung. Jadi bukan buku harian. Ini dirangkum setelah aku mulai menyadarinya," kata halaman berikutnya dihiasi coret-coretan bunga dan bintang warna-warni.
"Hari itu di rumahnya,..."
"Assalammu'alaykuum."
"Astaghfirullaah, kak, ketok pintu dulu, dong."
Kakak Gue yang satu ini emang bener-bener. Jadi kaget, kan, Gue. Udah penasaran, sebenernya gimana, sih, kisah dia sampe bisa jadi istri kayak sekarang.
"Iiih, kamu itu yang bener. Tuh, kan, Zahra ngompol juga. Bukannya diganti popoknya."
Eeeh, astaga, lupa, kan, Gue kalo si Zahra ngompol.
Gue pandangi Zahra yang udah tidur lelap lagi saking bosennya nunggu Gue notice.
"Lah, kamu, kok, buka-buka barang-barang kakak, sih. Sini, gak."
"Eeh, orang gak sengaja jatoh. Lagian kakak ngumpetin popok dimana, sih. Aku cari-cari sampe ke lemari gak ada. Mana susah nutupnya. Nih, sampe jatoh kan barang-barang di atasnya," kata Gue membela diri.
"Gak, alesan kamu. Liat, tuh, popok di box yang di atas kasur. Biar gampang ngambilnya kalo Zahra sering ngompol."
"Lah, kok, ada, sih? Tadi gak ada."
"Udah, gak usah banyak alesan. Nih, mendingan kamu siapin makanan buat Mas mu. Taruh-taruhin di piring, gih."
"Hmm, iyaa," jawab Gue sambil menerima bungkusan-bungkusan yang kayaknya isinya martabak, kue pancong, sama soto babat.
Jadi begitu, lah, kakak Gue yang biasa Gue liat. Cerewet, gak jelas, suka nyuruh-nyuruh. Eh, tapi meskipun gitu dia sabar, sih. Jauh dari marah-marah, deh, pokoknya. Sukanya bercanda. Saking suka bercandanya, Gue gak pernah nyangka dia nyimpen barang-barang tadi. Gue juga terkejut waktu dia dilamar. Ya, Gue gak pernah liat dia pacaran, sih.
Udah, ah, Gue mau menata martabak di piring, nih. Biar cantik dan manis kayak si Lala, hehehe... .
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
De TodoAir hujan bersama kita. Terik matahari bersama kita. Suara tawa bergema di antara kita. Air mata membasahi pipi kita. Selalu kita, bukan hanya Aku, atau hanya Kamu. Namun, ada waktunya "selalu bersama" tak lagi menjadi milik kita.
