Guruh bergemuruh memenuhi langit. Ah, semoga saja tidak hujan. Baru saja Aku menjemur pakaian basah. Lagipula, berkas oranye di ufuk Barat belum sempurna hilang. Hujan membuatku harus menutup jendela. Padahal, Aku masih ingin melongokkan kepala, menikmati semburat senja.
Hujan memang indah. Karunia Tuhan yang harus disyukuri. Juga termasuk waktu-waktu mustajab untuk memanjatkan doa. Hanya saja, terkadang, hujan membuatku mengeluh di dalam hati. Tak terkecuali hujan di sore itu. Tapi, di sanalah Aku menemukan penyemangatku... .
***
"Baris yang rapih, ya. Sesuai kelompoknya. Mana kelompoknya?! Cepetan," Kak Baihaqi memberikan aba-aba buat seluruh calon anggota KIR yang datang hari ini. Katanya, hari ini calon anggota KIR angkatan Gue bakal dilantik secara simbolis dengan penyematan slayer di leher sebagai tanda terikatnya kami sebagai anggota resmi. Gak terasa juga, dengan begitu berarti sudah hampir satu semester Gue jadi anak SMA.Pagi ini langit cerah, seperti langit yang terlihat pada pantai-pantai di Pulau Jawa pada umumnya. Begitu mendengar perintah atau aba-aba dari Kak Baihaqi, semua langsung mengambil posisi, termasuk kelompok Gue.
"Lama! Udah, sekarang siapin yel-yel kalian. Lima menit, ya. Abis itu tampilin di depan yang lain," perintahnya lagi.
Singkat cerita, prosesi pembukaan kegiatan tadi selesai juga. Setelah mendapatkan lipatan kertas yang tidak boleh dibuka sebagai amanah, clue, dan password untuk pos pertama, semua kelompok mulai berpencar. Gue sekelompok sama salah satu anak dari SMP yang sama dengan Gue. Hanya saja, meskipun Gue tau keberadaannya dan Gue tau namanya sejak SMP dulu, Gue tau dia gak nyadar Gue satu SMP sama dia.
"Pos pertama itu namanya 'berjalan di atas awan'," katanya. Kebetulan karena dia cowok satu-satunya di kelompok Gue, dia dipilih jadi ketua.
"Ada yang tau, gak?" tanyanya.
Diem.
"Gak tau bener apa enggak, sih. Cuma, menurut Gue aja, ini kan pantai. Sebelah sana ada dermaga. Mungkin gak, sih, maksudnya 'berjalan di atas awan' itu berarti pos-nya ada di atas dermaga?"
Setelah berpikir, akhirnya Gue buka suara juga.
"Lah, kenapa di dermaga?" tanyanya dengan nada lebih tinggi di bagian akhir. Seperti orang yang benar-benar tidak yakin.
"Ya, karena ada laut. Di atas laut ada awan. Bayangan awan itu pasti mantul ke air laut, kan? Kalau kita jalan di atas dermaga, seakan-akan kita 'berjalan di atas awan'. Awan yang terpantul bayangannya." Gue harap penjelasan itu cukup logis.
"Nah, ya udah, sekarang kita coba aja jalan ke sana."
Jalan jauh sampai ke ujung dermaga, gak ada pos yang ditemuin kelompok Gue. Tapi, ketika menyerah dan berbalik arah dari dermaga, dari sana terlihat monumen atau bangunan yang bentuknya mirip pesawat terbang. Ah, kenapa gak kepikiran dari tadi, sih. Ada yang gampang, tapi Gue malah nebak yang susah.
"Nah, itu kali. Kita coba ke sana aja. Ah, dari tadi kita udah jalan jauh, nebak kemungkinan paling susah, ternyata gitu doang? Sayangnya Gue belom tau ada apa aja di sini," anak itu, kok, jadi ngedumel sendiri.
Ya, maklum lah, buat hal-hal kayak gini, dari kecil, Gue pasti bakal nyari kemungkinan paling gak mungkin. Contoh kecil aja, waktu Gue TK, ada soal tentang habitat makhluk hidup. Di sana ada gambar lumba-lumba yang lagi lompat keluar dari air, pertanyaan 'Lumba-lumba hidup di...', dan pilihan isian 'di air', 'di darat', 'di udara'. Ya, karena lumba-lumba itu memang sedang ada di udara. Jadi, Gue pilih isian 'di udara'.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
RandomAir hujan bersama kita. Terik matahari bersama kita. Suara tawa bergema di antara kita. Air mata membasahi pipi kita. Selalu kita, bukan hanya Aku, atau hanya Kamu. Namun, ada waktunya "selalu bersama" tak lagi menjadi milik kita.