1 - her

5K 351 6
                                    

"Kita tidak akan mengambil tawaran tersebut, bukan?" kata Namjoon, yang mencoba menebak isi pikiran seorang gadis di kursi sebelah kemudinya yang saat ini menduduki pada kekuasaan terpenting di Rkive. Sambil mencoba membelokkan mobil di belokan yang tajam, Namjoon sesekali melirik, memastikan Jian mendengar ucapannya. "Terlalu beresiko. Perusahaan yang mengajukan sponsor kepada kita ini, tengah mengalami skandal yang bukan sembarangan."

Perjalanan menuju perusahaan menempuh waktu kurang lebih setengah jam. Mereka baru saja menyelesaikan rapat dengan perusahaan yang sedang diterpa isu tidak sedap. Sang petinggi, dikabarkan melakukan penggelapan dana pembangunan serta melakukan perselingkuhan dengan aktris muda terkenal di negara San Francisco ini. Belum lagi dengan terbunuhnya kepala divisi keuangan yang mencoba membocorkan rahasia perusahaan yang lain kepada beberapa wartawan sebab lebih dari dua ratus pekerja hanya mendapat upah dibawah ketentuan yang berlaku. Sungguh ironis, ketika rasanya sebuah keadilan tidak memihak orang kecil.

"Tenanglah Mr. Kim," rungunya menangkap suara yang sungguh lembut namun penuh dengan rasa kedengkian, membuat Namjoon menoleh sekilas sebelum fokusnya kembali pada jalanan. "aku akan mengirimkan surat ketidakmampuan kita untuk memberi sponsor ke perusahaan yang dipimpin orang cabul seperti itu. itu pantas meski masih kurang."

Namjoon membuang nafasnya begitu kasar. Jelas sampai terdengar di rungu Mo Jian, perempuan yang sedari tadi duduk diam disamping Namjoon. Lelaki berlesung itu langsung teringat akan kejadian, dimana Jian benar-benar dibuat seperti tidak­ ada harganya. Kasarnya, mendapat pelecehan. Andai saja Namjoon tidak menjaga citra diri dan seluruh nama yang sedang ia pikul di atas pundaknya, mungkin ia sudah menghajarnya habis-habisan.

Gedung yang mempunyai arsitektur kuno itu sudah nyata di depan mata. Jian turun sesampainya di lobi gedung, bersama dengan Namjoon setelah ia meminta sang penjaga memindahkan mobilnya di basement kantor. Jian mengekori Namjoon menuju ruangannya. Namun presensi Hera, sang pegawai dibagian penerima tamu terlihat menghampiri mereka berdua nampak tergopoh-gopoh.

"Mr. Kim, Mr. Min dari perusahaan Genius Lab sedang menunggu kedatangan anda. Saya memintanya untuk menunggu di ruang kerja anda."

Mr. Min. Min Yoongi kalau tidak salah ingat. Nama tersebut memang tidak asing di rungu Jian, sebab Namjoon sendiri sering membicarakannya saat sedang mengobrol via suara dengan teman sebayanya. Namun Jian baru mau ini akan bertemu secara nyata dengan Min Yoongi yang digadang-gadang punya mata sesengit elang. Bukan tipe yang suka mencari perhatian kepada lelaki sebenarnya, terlebih mereka memiliki porsi jabatan yang tidak bisa disepelekan, yang jelas tidak akan ada wanita yang menolak jika diberi pasangan seperti mereka. Namun Jian hanya penasaran. Apakah Yoongi-Yoongi itu akan setampan Seokjin? Atau justru segenit Jimin?

Jam pada arloji Jian, menunjukkan waktu makan siang hampir tiba. Rencananya ia akan membuat surat penolakan soal sponsor tadi lalu menikmati makan siangnya. Jadi ia memutuskan mengikuti Namjoon sampai diruangannya yang mana tepat berada disamping ruang kerja Namjoon. Namun saat kurang beberapa langkah tiba di depan ruangan Namjoon, ia melihat pintu ruangan tersebut terbuka dari dalam. Menampakkan sosok berkulit pucat dengan rambut hitam legam disisir rapi kearah belakang. Sosok yang sudah jelas bahwa itu Yoongi dari kecocokan ciri-cirinya. Sedikit lebih pendek dari Jimin. Matanya benar-benar seperti elang yang menemukan buruannya. Setiap langkah yang ia ambil, seolah seperti terdapat uap nitrogen disekujur badannya. Begitu dingin dan kejam. "Joon, kenapa lama sekali, sih?" Yoongi nampak protes sembari langkahnya membawa dirinya menghampiri Namjoon sebelum memeluknya sebentar. "maaf, Hyung. Ada sedikit masalah tadi. Em- Jian,"

perempuan yang dipanggil namanya nampak bersiap, maju selangkah dan menatap Namjoon seolah siap menerima perintah. "sudah jam istirahat, pergilah makan. soal pengajuan surat, tunda sampai jam makan siang selesai. Temui aku diruangan pukul satu lebih tiga puluh menit."

HYSTERIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang