Maka memulai hari ini dengan langkah pasti, hari ini ia tidak boleh terlihat seperti sedang bersedih atau semacamnya. Walaupun gosip di sekolah sedang ramai membicarakan soalnya dan Toni.
Semua mata tertuju pada Maka, ia paling tidak suka jika ia menjadi bahan pemicaraan semua orang. Ia sangat risih dan berusaha tidak peduli dengan cara mendengarkan musik di ponselnya, ia pasang headset ke telingannya dan ia dengarkan musik dengan volume paling keras.
Namun usaha Maka sia-sia saja, bukan telinganya yang dibuat sakit kali ini. Tapi matanya, karena tepat di depannya kini Toni dan Liza berjalan sambil asik bergandengan.
Shit! Kenapa harus ketemu sama ni cunyuk disini sih. Batin Maka.
Toni dan Liza terdiam, namun Liza dengan angkuh angkat bicara, "Lo mau makan apa hari ini Ton, kan hari ini hari kebebasan kita."
Toni hanya diam menatap Maka, yang tangannya sudah mengepal dan wajahnya sudah memerah seperti granat yang sebentar lagi akan meledak. Akhirnya Toni memilih mengabaikan Maka, dan tak menjawab pertanyaan dari Liza.
Nampak wajah kesal Maka mengacuhkan semua pandangan sinis yang ditujukan kepadanya. Pasti setelah ini ia akan menjadi bahan perbincangan lagi, namun ia berusaha menahan amarahnya.
Maka memutuskan untuk berjalan kekelasnya dengan semua kekesalan yang masih tertahan, ia benar-benar ingin memukul sesuatu.
•••
Jegar!!
Satu pukulan keras mendarat tepat di papan tulis kelas 11 B. Ya, tak lain itu adalah pukulan dari Maka. Wanita yang sudah lama mengikuti karate itu pun mengeluarkan semua amarahnya, hingga semua teman-teman sekelasnya tertegun melihat nasib papan tulis yang sudah bolong ditengah karena ulah Maka."Lo kenapa Ka? Dateng dateng udah main tonjok aja." tanya Riko polos.
"Iya, kenapa? Cicilan motor lo belum kebayar atau listrik dirumah mati gara-gara belum punya duit buat bayar?" tanya Bagus asal.
"Diem lo semua kalo nggak mau gue tonjok kayak gini!" jawab Maka tegas.
"Eh udah nggak usah di perpanjang. Mending kalian para cowok cari papan tulis lain di gudang atau kalian mau kita sekelas bakalan dimarahin Bu Windri gara-gara dia nggak bisa nulis di papan tulis." pisah Mia sambil mendekati dan menenangkan Maka.
"Ye ... Gara-gara si Maka, kita juga yang harus angkat-angkat papan biar ga dimarain sama Bu Windri." balas Bagus kesal sambil mendekati papan tulis.
"Yaudahlah Gus mau gimana lagi, pindahin aja." lanjut Riko pasrah sambil mengangkat papan tulis besamaan dengan Bagus.
Mia menboyong Maka keluar kelas dan duduk di bangku depan kelas mereka.
"Kenapa lagi Ka? Nggak usah didengerin kalo ada yang ngomongin lo, anggep aja angin lewat. Yang sekarang gue pikirin adalah tangan lo, sakit nggak? Lecet semua loh itu." ucap Mia sambil berusaha menenangkan Maka.
"Gausah lebay kali, tangan gue gapapa kok yang lebih penting adalah, bukan cuma diomongin orang, tapi tadi gue ketemu Liza sama Toni lagi berduaan di depan gue, dan parahnya Liza songong banget kayak nggak pernah ngelakuin apa-apa." balas Maka kesal.
"Ih kok tuh anak nyebelin banget sih Ka. Gue jadi jijik, bukannya minta maaf malah sok mesra. Harusnya dia malu udah ngambil pacar sahabatnya sendiri." ujar Mia
Maka hanya menghela dan berusaha sabar, ia tak menjawab penyataan Mia.
"Kok diem sih? Dari pada bengong mending gue anter lo nganterin bekal ke bang Billy." Tawar Mia pada Maka.
"Eh iya gue harus anterin makanan si Billy, lo gausah ikut deh biar gue aja." Jawab Maka sambil berjalan ke dalam kelasnya untuk mengambil bekal di tasnya. Maka baru ingat jika hari ini kakaknya lagi-lagi lupa membawa bekal makan siang. Dan terpaksa Maka harus mengantarnya, atau jika tidak ia akan dimarahi habis-habisan oleh sang Mama.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Alien
Romansa"Lo pikir gue suka ngeliat lo nangis? mikir dong!" ujar Nuga sambil dengan cepat meraih jemari Maka dan menenggelamkan Maka dalam pelukannya.