PUTUS

255 10 4
                                    

Keesokan harinya,

"Fadil, nanti sore temenin aku ya?" pinta Yasmine.

"Kemana?"

"Toko buku,"

"Mau ngapain?"

"Beli buku, gimana? Mau ya?"

"Iya."

Yasmine POV

Fadil berubah. Dia tidak seperti Fadil yang aku kenal, dia dingin sekali. Sangat tidak peduli denganku. Fadil yang aku kenal sangat ramah, peduli dan selalu mengasihi. Tidak seperti ini. Aku harus mencari tahu semuanya.

Fadil POV

Yasmine, maaf aku sekarang berubah. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang ini denganmu. Ini sangat sulit diungkapkan. Sepertinya, aku sedang berada dalam titik puncak jenuh. Tetapi, aku tidak tega melihatmu bersedih ketika aku akan melepaskanmu. Namun, di sisi lain jika aku tidak melepaskanmu, aku akan lebih kasihan melihatmu. Kamu berhak mendapatkan cinta yang lebih baik daripada aku. Maafin aku, Yas. Nanti sore aku akan melepaskanmu.

***

Hari ini aku ada tes matematika. Berharap semuanya berjalan lancar tidak ada kendala. Tetapi, ada satu hal mengganjal yaitu tentang Bintang. Kemarin, Fikri bilang jika mungkin hari ini Bintang akan masuk sekolah. Tetapi, sama sekali aku belum melihat batang hidungnya.

Sampai hari mulai menjelang siang, aku masih saja tidak melihat wajah Bintang di bumi pahlawan. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah dengan naik busway karena kak Ais tidak bisa menjemputku. Seperti biasa, di tengah jalan ada saja yang menghalangi langkahku.

"Aku antar ya?"

"Gak."

"Plis," dengan wajahnya yang memelas.

"Aku bilang tidak ya tidak!"

"Baiklah kalau begitu, aku ikut kamu naik busway saja ya?"

"Jangan!"

"Ayolah, izinkan aku,"

"Jangan jadi pemaksa, bisa?"

"Baiklah aku pergi dulu,"

"Iya."

Kalau bukan karena aku sayang dengan kamu, Rindu, aku tidak akan mau berurusan dengan perempuan yang cueknya kelewat batas. kamu cuek sekali, dingin mengalahkan es batu, bahkan salju di kutub selatan. Tetapi, aku mengerti, perempuan yang cuek sekali menaruh perasaan dan hati akan luar biasa jadinya.

Aku berjalan perlahan menyusuri trotoar yang biasa aku lewati, sambil menghirup udara bercampur asap kendaraan. Memang namanya Surabaya tetapi sudah macam Jakarta saja. Cuaca siang ini lebih panas daripada siang kemarin, apalagi aku harus bertemu dengan laki-laki yang selalu menggangguku. Siapa lagi kalau bukan Fadil? Dia selalu saja mengusik kehidupanku. Ingin sekali berkata tegas padanya kalu aku tidak menyukai caranya dan ingin sekali rasanya aku bilang kepada dia agar dia tidak mengacau kehidupan serta hatiku lagi atau bahkan menyuruhku untuk menaruh perasaan yang sama seperti perasaannya padaku. Sama sekali tidak akan bisa, serpihan hati ini sepertinya akan menetap dan terkunci di lubuk milik Bintang. Sekalipun Bintang tanpa kabar berhari-hari.

Tidak lama kemudian busway yang aku tunggu tiba dan aku segera masuk karena memang aku ingin sekali pulang. Perjalanan siang itu lebih cepat dari biasanya. Setibanya aku di rumah, lagi-lagi aku menemukan bunga. Kali ini beda. Mawar merah bukan edelwiss. Serta sebuah kotak kecil yang dipinggirnya tertempel surat kecil juga

"Sore ini, aku tunggu kamu di tempat pertama kita bertemu. Di ujung jalan depan. Kamu tahu kan tempatnya? Tempat dimana kita menikmati malam bersama memandang langit pahlawan bersama. Tempat ini didominasi warna biru kesukaanmu dengan gradasi kuning dan sedikit oranye seperti langit senja favoritmu. Sudah cukup, nanti saja aku akan menjabarkan semuanya," -BN

Begitulah isi suratnya. Entah siapa yang memberi, yang jelas hanya tertera inisial BN saja. Aku tidak terlalu menghiraukannya, yang jelas aku nanti akan datang kesana supaya aku tahu siapa dalang di balik semua ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang