0.2 Valentine

521 84 11
                                    

"Ilhoon." Naeun memanggil nama lelaki itu lewat jendela kamarnya yang terbuka setengah. Ilhoon di seberang sana, yang sedang membaca novel, menolehkan kepalanya. Saat malam, jendela kamar mereka harus dibuka, walau hanya sedikit. Naeun yang meminta. Dia bilang, 'Supaya kalau lagi pengen ngobrol, gue gak perlu teriak-teriak manggil lu'.

Ilhoon merangkak dari kasur ke jendela. Tangannya dilipat di bingkai jendela dan dia merebahkan kepalanya di sana. Kedua ujung bibirnya terangkat saat mulutnya terbuka, "Naeun," balasnya sumringah dengan nada yang sama.

Naeun membalas senyuman Ilhoon. Kemudian gadis itu memeluk guling tidurnya, "Belum selesai juga?" tanyanya basa-basi, dagunya menunjuk novel di tangan Ilhoon. Sebenarnya hal itu tidak terlalu penting.

Ilhoon merapatkan bibirnya, gemas. "Baru juga bacanya tadi sore." Kalau sekarang Naeun ada di dalam jangkauan Ilhoon, dia sudah mendapat jitakan pelan dari lelaki itu.

Naeun terkekeh ringan, "Kali aja." Kemudian dia menoleh ke arah langit hampa malam itu. Tidak ada bintang di sana, namun Naeun tetap tersenyum. Dia memejamkan mata, merasakan angin malam yang membelai pipinya. Angin itu membawa helaian rambut Naeun ikut melambai bersamanya. Sedangkan Ilhoon hanya memandangi gadis itu dalam diam. Bibirnya melengkung sempurna.

"Hoon, aku seneng." Naeun tersenyum simpul.

"Kenapa?" Ilhoon tak berkedip.

"Tadi Kak Changsub kasih aku coklat. Kami baikan." Senyumnya semakin merekah.

Ilhoon tidak peduli apa pun yang dikatakan gadis itu. Jika Son Naeun tersenyum lebar, maka Jung Ilhoon bahagia.

"Terus?"

"Coklatnya enak. Kesukaan gue." Gadis itu senang sekali bermain-main dengan panggilan dirinya. Ilhoon sudah cukup senang saat Naeun memanggil dirinya dengan 'aku', namun dibuyarkan dengan 'gue' yang sulit dilepas.

"Silverqueen almond?" Ilhoon menyahuti.

"Seratus!" Naeun beranjak dari tempat tidurnya dan meraih sebatang coklat yang hampir habis di meja belajar. Saat dia kembali, bungkus coklat itu sudah terbuka dan dia memberikannya pada Ilhoon. "Nih, gue sisain," ujarnya manis.

"Buat lu aja, Eun. Gua kenyang."

"Iiih, satu aja nggak bikin lu sakit, Hoon." Naeun memaksa.

"Iya, iya!" Ilhoon menjulurkan tangannya untuk menggapai coklat itu.

Ketika coklat itu mencapai mulut Ilhoon, Naeun tersenyum girang. "Gimana? Enak, kan?"

Ilhoon mengangguk. Rasanya sama seperti coklat biasa lainnya. Tapi Ilhoon setuju. Pemberian Naeun sesederhana apapun, selalu terasa indah bagi Ilhoon.

"Nanti aku juga mau kasih dia coklat pas valentine," ujarnya bersemangat.

"Nanti? Nanti kapan?"

Naeun menyengir, "Minggu depan. Ntar temenin, ya?"

"Etdah, minggu depan valentine udah jamuran, Eun," timpal Ilhoon gemas.

"Kok jamuran? Valentine kan minggu depan." Naeun mengernyit bingung.

"Tanggal berapa?" Ilhoon mendongakkan kepala, sambil menutup bibirnya rapat-rapat, dia menahan tawa.

"Dua puluh empat."

Tawa Ilhoon pecah, menggema ke seluruh bagian kompleks perumahan mereka. Perempuan ini selalu bisa membuatnya tertawa karena kebodohan kecil. Wajah Naeun memerah, karena malu. Namun dia belum bisa menemukan letak kesalahannya.

"Emang kenapa sih? Iihhh." Naeun mendesak agar Ilhoon memberitahunya.

"Semangat ya tanggal dua puluh empatnya nanti." Ilhoon menyengir lebar.

Naeun berdecak kesal. "Ngeselin lu, Hoon." Ilhoon terkekeh pelan, "Ya bodo."

Naeun meluruskan kedua tangannya keluar jendela, bertumpu pada bingkai kayunya. Ilhoon melakukan hal yang sama dengan segaris senyum, sehingga kedua punggung tangan mereka sekarang bersentuhan. Naeun menatap Ilhoon, Ilhoon menatap Naeun. Terus begitu selama dua menit.

"Katanya kalo cewek sama cowok tatap-tatapan lebih dari delapan detik bisa jatuh cinta," ujar Naeun tanpa mengalihkan tatapannya. Ilhoon bergumam, "Terus?"

"Kok gue nggak jatuh cinta sama lu?"

Ilhoon tersenyum getir. "Iya, ya. Padahal udah semenit lebih."

"Kan? Lu gitu juga nggak, Hoon?"

"Gua gitu juga." Ilhoon sengaja memberi jeda pada kata-katanya.

"Nah, kan. Aneh, kan?"

"Gua gitu juga, gak nyampe delapan detik malah. Itu gimana?"

Naeun terdiam. Mata bulatnya masih menatap Ilhoon, tak berkedip. Itu terjadi hanya sekitar sepersekian milidetik hingga Naeun menyadarkan pikirannya yang kosong.

Gadis itu tertawa kecil, "Sa ae lu galon bekas."

Ilhoon tersenyum miring, "Kalo gua godain cewek pake gituan, baper kaga?" Dia tidak mengharapkan jawaban, karena kalimat itu keluar begitu saja untuk mengalihkan pembicaraan.

"Yang ada lu ditampol, bego!" Naeun menimpali sambil melempar ronyokan kertas ke arah Ilhoon, namun terjatuh ke gang sempit di antara rumah mereka.

"Haha! Kaga kena!" ejek Ilhoon lalu menutup jendela kamar diikuti tirainya. Naeun mendesis pelan sambil terkekeh, "Yee, cupu lu!" Dia juga menutup jendela dan tirai kamarnya. Tidak lupa ucapan selamat malam yang disampaikan diam-diam lewat batinnya.

Malam ini Ilhoon tidak menjawab ucapan selamat malam dari Naeun. Telinga lelaki itu merah padam setelah mengaku tadi. Malu. Ilhoon sedang menendang-nendangkan kakinya ke kasur yang dia tiduri. Malam ini akan terasa panjang.

~

Aku suka bercanda, apalagi kalau itu kamu.
Soalnya aku suka lihat kamu ketawa.
Aku suka kamu, apalagi kalau malam.
Soalnya langit tanpa bintang pun tahu,
Waktu-waktu yang terlewati saat ngobrol sama kamu itu berharga.
Dan sekarang aku serius.

Anti Ilhoon Ilhoon ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang