Ilhoon melirik ke arah Naeun di sisinya, nampak wajah gadis itu cemberut. Ilhoon tersenyum, bagaimana saat berwajah masam pun ia begitu cantik? Naeun yang sadar Ilhoon sedang memperhatikannya justru semakin cemberut.
"Mau es krim?" goda lelaki itu.
"Enggak."
"Aku yang traktir."
"G."
"Gusti, cuek amat sih, Ukhti ini."
"Ga denger."
"Ga bales."
"Ya, udah, just read aja."
"Bintang, read, bintang," eja Ilhoon seolah-olah sedang melakukannya melalui sosial media.
"Anggurin."
"Selingkuhin."
"Apaan, sih, selingkuh-selingkuh?" Naeun membalik tubuhnya, menyela kata Ilhoon dengan tajam.
"Eh, eh, kok gitu, sih?" protes Ilhoon.
Naeun memandang Ilhoon sinis. Wajah masamnya terasa akan berlangsung lama malam ini.
"Loh, kok marah?"
"Enggak marah," Naeun kembali membelakangi Ilhoon, menyilangkan tangannya.
Ilhoon memeluk Naeun dari belakang. Kepalanya tenggelam di antara helaian rambut Naeun, menghirup aroma bedak bayi familiar yang menjadi favorit Naeun sejak dulu. Aroma minyak telon seakan menjadi rumah yang hampir terlupakan Ilhoon, kini kembali menetap di pikirannya.
"Jangan gitu, Sayang. Jangan gitu, Sayang," ia mengakhiri sambil bernyanyi riang.
Wajah Naeun memerah, telinga Naeun memanas. Padahal musim dingin belum berakhir, namun tampaknya Ilhoon sudah memulai musim semi lebih awal. Hangat, penuh kupu-kupu, dan bunga bermekaran.
"Mesum!" seru Naeun sambil menarik tubuhnya lepas dari dekapan Ilhoon.
"Astatang," teman lamanya itu memasang wajah yang dibuat-buat kaget, tak percaya.
"Peluk lagi, aku tampar," ancam Naeun menggertak.
"Kata-kata kamu cukup menampar aku, Son Naeun."
Alis Naeun berkerut, "Dih, alay! Kembalikan Ilhoon sok kegantengan-ku!"
Naeun mengguncang-guncang tubuh Ilhoon yang berbalut jaket tebal. Lelaki itu hanya diam sambil tersenyum sumringah. Manis sekali.
"'-ku'? Ilhoon sok kegantengan itu punya kamu, ya?" lelaki itu menyengir jahil, seolah-olah sangat tenang padahal hatinya berbunga-bunga.
"Tampar, nih?"
"Galak banget, Bu. Iya, deh, ntar saya wujudkan cita-citanya."
"Y."
"Loh? Diizinin, nih, berarti?"
Naeun hampir tersedak. Ilhoon sudah menyengir lebar seperti orang gila. Matanya berbinar-binar, tangannya seperti sudah tidak sabar untuk memeluk Naeun.
"Kan, aku bilang 'g'," elak Naeun sedikit tergagap. Duh, hampir, hampir.
"'Y' tadi, ah," Ilhoon tak mau kalah.
"Salah denger."
"Kamu yang keceplosan."
"Ga usah pake aku-kamu!" Naeun membentak, namun tak berani menatap mata Ilhoon. Ia hanya menatap salju yang melapisi jalan bersemen.
"Kenapa?" tanya Ilhoon datar.
Ya, deg-degan, Bego!
"Ga suka."
"Sukanya apa?"
... Ilhoon.
Ah! Bodoh!
"Sukanya cokelat."
Ilhoon tersenyum lagi. Ia tidak akan merasa penat untuk memberi Naeun senyuman terbaik yang ia bisa.
"Yuk, beli cokelat!" ajaknya gembira.
Ilhoon menarik tangan Naeun dan berlari menyeberangi zebra crossing. Angin malam yang sama, perasaan yang berbeda.
"Hati-hati, Bego!" Naeun menjerit, melihat mobil melaju di jarak dua puluh meter dari posisi mereka.
Begitu mereka menginjak trotoar, Ilhoon memeluk Naeun erat, lalu menggendongnya seperti anak kecil. Ia berlari menyusuri jalan kecil yang menuntun mereka menuju minimarket. Naeun awalnya protes, karena merasa malu dan salah tingkah. Namun setelah mendapat kecupan singkat dari Ilhoon di pipi, ia menjadi penurut, memeluk Ilhoon dan meletakkan kepalanya di pundak lelaki itu.
Ia tersenyum lebar, ia merasa nyaman.
Begitu Ilhoon merasakan Naeun menjadi diam, ia berhenti berlari dan berjalan seperti biasa. Jika berlari, ia takut akan mengguncang Naeun yang sedang merasa tenang.
"Bu, jangan tidur, Bu," tegur Ilhoon sambil mengusap kepala Naeun lembut.
"Enggak tidur, ih," Naeun cemberut.
"Siapa tau, kan? Inget ya, Bu, saya bukan kasur berjalan," canda Ilhoon.
Naeun menyengir, memeluk Ilhoon erat, "Kamunya nyaman, sih," gumamnya diselingi senyuman.
"Peluk aja terus," sindir Ilhoon, tetapi tidak menolak. Beruntung Naeun tidak melihat wajahnya yang sedang menahan senyum sumringah sekarang, karena ia begitu tampak seperti orang gila.
"Iya. Niatnya gitu."
"Curang, ah. Kamunya bikin baper," Ilhoon tertawa ironis.
"Gak ngaca," Naeun memukul pelan pundak Ilhoon.
"Ganteng."
"Jelek."
"Biasanya cowok jelek dapet cewek cantik."
Naeun memiringkan tubuhnya ke belakang, kini ia menatap wajah Ilhoon yang hanya berjarak sepuluh inci dari wajahnya. Ia tersenyum manis, tangan kirinya melingkari leher Ilhoon, sedangkan tangan kanannya mencubit pipi lelaki itu gemas.
"Minimarketnya kelewatan, tuh."
Ilhoon membalikkan badan. Benar saja, minimarket berdiri sekitar sepuluh meter di belakang mereka. Ilhoon kemudian tersenyum menatap Naeun.
"Sebentar lagi Anda akan sampai di tujuan. Harap kencangkan sabuk pengaman karena Ilhoon Air akan meluncur dalam waktu tiga..."
Naeun segera memeluk Ilhoon erat sambil tertawa kecil. Ia terdengar begitu menikmati permainan Ilhoon.
"..., dua...," Ilhoon tercekat, ia tidak bisa membayangkan ia sudah sejauh ini.
"Satu!" Naeun berteriak kegirangan.
Ilhoon yang mendengarnya tersenyum kecil, lalu berlari menuju minimarket. Suara tawa Naeun memecah keheningan malam kota. Musim dingin tidak dingin lagi, salju tidak beku lagi.
Sesampainya di minimarket, Naeun melompat dari pelukan Ilhoon. Ia menarik tangan lelaki itu dan berlari menuju pintu masuk.
"Ayo beli makanan!"
~
Kita nikmati saat ini saja
Lupakan masa lalu
Lupakan masa depan
Lupakan masalahKita nikmati saat ini saja
Lupakan keluh kesah
Lupakan rasa resah
Mari memulai kisah
![](https://img.wattpad.com/cover/138263416-288-k243828.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Ilhoon Ilhoon Club
FanfictionTau Ilhoon gak sih? Oh, si bacot itu kan? Dia ganteng tau! Ogah, gue mah Anti Ilhoon Ilhoon Club Ah, lama-lama juga demen Diem