1.1 Natural

324 51 16
                                    

"Hoon, Mama nitip salam," Naeun menatap Ilhoon di sebelahnya yang sedang memilah mi instan.

Ilhoon menoleh sembari tersenyum hangat, "Ilhoon bales salam Mama."

Sudah sepuluh menit berlalu sejak mereka tiba di minimarket. Naeun sudah mendapatkan cokelat yang ia inginkan, namun tampaknya Ilhoon masih betah berada di sana. Bapak kasir juga kelihatannya tidak menghiraukan keberadaan mereka berdua, satu-satunya pelanggan malam ini.

"Pake muach katanya," ujar Naeun masih ingin berbicara dengan Ilhoon.

Lelaki itu menoleh sambil tertawa bingung, "Muach?"

"Iya... Kayak... dicium.., gitu..."

Ilhoon tersenyum jahil lalu menunduk, "Tunjukin, dong."

Naeun tersentak saat kepala Ilhoon berada tepat di hadapannya. Lelaki itu menyodorkan pipi yang sedang ditepuk pelan dengan jari telunjuknya yang panjang. Saat itu juga otak Naeun berhenti berfungsi.

"Ogah!" seru Naeun.

Ilhoon berdiri tegak, menyengir menatap Naeun di bawahnya. Ia menangkup kepala Naeun dengan kedua tangan, kemudian mengecup puncak kepala gadis itu dengan gemas.

"Gitu, kan?" lanjutnya tersenyum puas.

Naeun menjongkok. Menutupi wajahnya yang sangat panas dan merah. Ia hampir saja menangis. Bagaimana bisa ia merasa sebahagia ini?

Ilhoon panik, khawatir Naeun akan marah. Ia menjongkok di hadapan Naeun, mengucapkan kata maaf berkali-kali.

Ia tidak bermaksud, katanya

Ia hanya begitu menyayangi Naeun, katanya.

Itu justru memperburuk keadaan.

Beberapa detik berlalu hingga Naeun merasa tenang. Bodoh, Ilhoon bodoh. Ia bahkan tidak tahu perlakuan manisnya lah yang membunuh Naeun. Bodoh, Naeun bodoh. Ia bahkan begitu menyukai cara Ilhoon membunuh dirinya.

Gadis itu berdiri, "Pulang aja, yuk."

Ilhoon menjadi penurut, "Gak pa-pa, kan? Mau aku gendong?"

Naeun tersenyum, "Mau!"

Lelaki itu terkekeh pelan, "Ada maunya, dasar!"

"Biarin, wle!"

Tak pernah kumengerti aku segila ini
Aku hidup untukmu, aku mati tanpamu
Tak pernah kusadari aku sebodoh ini
Aku hidup untukmu, aku mati tanpamu

Ilhoon bersenandung pelan dengan Naeun yang terlelap di punggungnya, tersenyum tenang. Menyusuri langit malam penuh bintang, diterangi lampu jalan yang memudar, dan rembulan yang memantulkan cahayanya, -semua bagaikan sebuah deja vu. Ilhoon menoleh ke kiri, tempat Naeun menyandarkan kepala. Gadis itu terlihat begitu damai dan melebihi kata indah. Perlahan bulu mata lentiknya bergerak dan kedua matanya terbuka, menangkap basah Ilhoon yang tengah menatapi gadis itu dengan asyik. Naeun tersenyum geli, "Kenapa, sih?"

"Naeun."

"Iya?"

"Aku sayang kamu."

Naeun memeluk Ilhoon semakin erat sebagai jawaban.

Kau takkan pernah sadari betapa kumencintaimu
Kau yang selalu aku banggakan
Kau takkan pernah mengerti betapa kumenyayangimu
Kau yang selalu aku inginkan

"Nyindir, ya?"

"Kesindir, ya?"

"Iya."

"Abisnya diam tanpa kata, sih. Orang bilang sayang kok diem?"

"Aku salting."

Aduh, gemas.

"Kayak enggak salting. Bohong, ya?" ejek Ilhoon menirukan Naeun.

Naeun tidak menjawab. Sebagai balasan, ia mencubit kedua pipi Ilhoon yang dingin, "Jangan suka berburuk sangka, nanti makin jelek."

"Angetin pipi aku, dong."

"Apaan, sih, random."

"Turunin, nih."

"Ih. Iya, iya."

Naeun menangkup kedua pipi Ilhoon, ia merasakan kedua pipi Ilhoon naik seketika, lelaki itu tersenyum bahagia.

"Makasih, ya."

"Iya..."

"Sekarang kamu yang nyanyi."

Naeun bingung, "Nyanyi apa?"

"Yang kamu suka."

Naeun bergumam, berpikir cukup lama untuk memilih satu di antara banyak lagu favoritnya. Lagipula Ilhoon cukup sabar untuk menunggu, jadi hal sekecil ini bukan masalah untuk dinikmati.

Bila nanti kita berpisah
Jangan kau lupakan kenangan yang indah, kisah kita
Jika memang kau tak tercipta untuk kumiliki
Cobalah mengerti yang terjadi

Tenggorokan Naeun tercekat, seperti ia tak mampu untuk melanjutkan lirik selanjutnya. Ilhoon mengambil alih, melengkapi lirik yang hilang.

Bila mungkin memang tak bisa
Jangan pernah coba memaksa
Untuk tetap bertahan di tengah kepedihan

Naeun mengikuti Ilhoon, bersenandung bersama. Mungkin hanya lagu sedih biasa bagi Ilhoon, namun bagi Naeun, saat-saat ini sangat berarti.

Jadikan ini perpisahan yang termanis
Yang indah dalam hidupmu sepanjang waktu
Semua berakhir tanpa dendam dalam hati
Maafkan semua salahku yang mungkin menyakitimu

Ilhoon menurunkan Naeun di depan pintu rumah gadis itu. Ucapan selamat malam dan kecupan singkat di puncak kepala. Candaan, godaan, dan ejekan bagai dongeng sebelum tidur. Sebelum pulang, ia meminta Naeun untuk mendengarkan sebuah lagu sebelum tidur. Biar mimpi indah, katanya.

Naeun merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan earphone tersambung ke telinganya, memainkan melodi indah dengan lirik yang membawanya terbang ke angkasa. Ilhoon sering sekali menyanyikan lagu ini di kelas. Permainan gitarnya yang tak seberapa, nada yang keluar dari bibirnya pun tak seindah nyanyian orang lain. Namun di saat ini, Naeun tidak tahu ia begitu merindukan suara Ilhoon.

Ilhoon di seberang sedang memutar lagu yang sama. Berandai-andai bagaimana Naeun akan merespon. Apakah gadis itu akan senang? Atau justru ia tidak mendengarkan lagu itu?

Ah, itu bukan masalah lagi. Son Naeun pasti sedang tersenyum sumringah seperti dirinya sekarang.

~
Kusuka kamu apa adanya
Senatural mungkin aku lebih suka
Kusuka kamu begini saja
Bukan karena ada apa-apanya dari yang kau punya

Aku hidup di dunia ingin tenang baik-baik saja
Bersamamu aku bisa melewati itu

Bukan aku yang mencarimu
Bukan kamu yang mencari aku
Cinta yang mempertemukan
Dua hati yang berbeda ini

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anti Ilhoon Ilhoon ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang