17. JBJ (Jiwa Bisnis Jihoon)

3.2K 526 41
                                    

Jihoon masih memperhatikan Guanlin yang sibuk dengan lem foxnya. Si bungsu tengah sibuk menggulung sisa buku lks Jihoon menjadi gulungan kecil. Dan itu dilakukan dari jam dua siang sampai sekarang. Jam lima sore.

Jihoon masih mengunyah takoyakinya yang kedua.

"Adek, kamu ngapain, sih?" Jihoon jengah juga lihat Guanlin yang diem serius dari tadi. Pasalnya, dari Jihoon pulang sekolah, mandi, terus latihan panahan, ia mendapati adek bungsunya dalam posisi yang sama.

"Lagi buat miniatur, kak. Dapet tugas suruh buat denah rumah impian." Kata Guanlin kalem. Dia nggak menoleh ke arah Jihoon. Sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Elah, denah rumah sih nggak masalah. Tapi, ngapain sampe buat 3 dimensinya? Alin terlalu niat apa emang kurang kerjaan?

CLING!

Sebuah bohlam lampu imajiner muncul di atas kepala Jihoon. Ia memperhatikan Guanlin dengan satu sudut bibir terangkat. Membentuk seringaian kecil

"Alin, kakak mau ngomong." Guanlin menoleh. Suara Jihoon terdengar berbeda.

"Nggak aneh-aneh, kan?" Guanlin menatap kakaknya sangsi.

"Hehe.."

...

Jihoon bersepeda sore bersama Jinyoung. Mereka menggunakan sepeda listrik dengan Jihoon membonceng Jinyoung. Katanya, latihan jadi pembalap.

Sebagai kakak yang baik, Jihoon ikut aja maunya si adek.

"Kak, mau kemana sih?" Jinyoung mengeraskan suaranya agar kakaknya mendengar.

"Mau ke kantornya Papi. Kita titipkan sepeda di dekat persimpangan terus naik bus." Kata Jihoon. Langsung diangguki dengan semangat oleh Jinyoung. Jiwa semangatnya perlahan naik meletup-letup.

Mereka segera menitipkan sepeda di dekat persimpangan dan berjalan menuju halte bus.

"Kamu nggak boleh macem-macem waktu di bus." Ancam Jihoon. Dia masih kebayang waktu Jinyoung hilang di supermarket. Kedua orang tuanya sampe cekcok yang berakhir Jinyoung dan Hyunbin tidur berdesakan di kamar Jinyoung yang kasurnya single bed. Iya, Papinya nggak bisa bobok bareng Maminya.

"Oke, Kak! Ayo!" Jinyoung baru mau menggandeng tangan Jihoon waktu si sulung menepisnya dan menjewer telinga kiri Jinyoung.

"Nggak usah aneh-aneh. Aku nggak mau kamu jadi saksi mata bandar marijuana!" Jihoon berdecak dan menarik kerah mantel Jinyoung cukup keras.

"Marijuana itu apa, kak?" Jinyoung nggak tahu istilah itu.

"Tunggu kamu kelas lima baru belajar tentang zat adiktif dan zat aditif! Busnya udah datang. Ayo!"

Dua bocah sekolah dasar itu naik bus dengan tenang. Mereka berdua nggak mempedulikan wajah para penumpang yang memerah karena gemas dengan mereka.

"Terima kasih, Pak Supir." Jihoon membungkukkan badannya. Ia melirik ke arah Jinyoung yang masih berdiri. Dengan cepat, ia menarik leher Jinyoung dan membuat bocah itu ikut menunduk.

"Kalian mau ke kantor Vante?" Tanya Pak Supir.

"Iya, Pak." Jinyoung menjawab dengan kalem. Menghiraukan cubitan Jihoon di pinggangnya karena Jinyoung tidak sopan.

"Hati-hati menyebrangnya, ya." Mereka berdua mengangguk.

Jihoon dan Jinyoung masuk ke halaman kantor. Mereka tersenyum menyapa Pak Satpam yang sudah mengenali mereka sebagai anak dari Hyunbin.

"Kak, waktu aku ke sini sama Papi, kantornya biasa aja. Tapi, waktu kita ke sini sendiri rasanya beda." Jinyoung sesekali menatap datar ke arah para pegawai yang berniat mencubit pipi mereka berdua.

Family : Minhyunbin + panwinkdeepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang