3. Bunuh diri

148 18 2
                                    

Virra menerjapkan matanya cepat, baru saja dia mengakui bahwa Kakak dari sahabatnya itu ganteng? Bukannya dia semalaman mengoceh tentang betapa buruknya sifat Verren terhadap orang lain, betapa dinginnya Verren, dan bla bla bla.

Apa dia kemakan omongannya sendiri? Kena karma gitu? Helloww. Memangnya dia berbuat dosa gitu?
Tapi tunggu, ngomongin kejelekan orang dibelakang itu juga dosa kan? Halah! Bodo amat! Yang penting Verren ganteng! Eh?

Virra menggelengkan kepalanya, rupanya dia salah makan tadi pagi. Virra melanjutkan langkahnya menuju kelasnya. Dia harus segera sampai di sana sebelum bel masuk berbunyi.

Setibanya di kelas, untung saja guru yang mengajar masih belum datang. Jadi dia masih bisa bernafas lega. Tak lama kemudian, Bu Wuri datang dengan membawa map serta buku cetak Kimia andalannya. Virra mendengus kasar, dia paling tidak suka kimia. Oh tentu saja , dengan rumus tidak jelas serta Bu Wuri dengan gaya mengajarnya yang bisa menidurkan seisi kelas.

Pelajaran berlangsung selama 30 menit, Virra sudah seperti cacing kepanasan di bangkunya. Dia sudah tidak tahan dengan ocehan Bu Wuri di depan. Jadi dia berdiri dan menghampiri Bu Wuri untuk meminta ijin ke toilet.

Setelah mendapatkan ijin, Virra tersenyum lebar sambil berjalan dengan riang. Niat awal ingin ke toilet jadi dia urungkan setelah tidak sengaja melihat Verren.

Virra jadi punya ide untuk mengikutinya. Berjalan mengendap-endap layaknya maling profesional, Virra terus mengikuti Verren sambil mengawasi sekitar.

Verren menaiki tangga yang baru kali ini Virra lihat. Maklum saja, dia kan masih baru di sekolah ini. Verren menghilang di belokan tangga, Virra mempercepat langkahnya menaiki tangga agar tidak kehilangan jejak.

"Duh, dia mau kemana sih?" gerutu Virra. Hey! Dia tidak pantas menggerutu, memangnya Verren menyuruh Virra untuk mengikutinya? Enggak kan?

"Eh? Ada pintu?" Virra kemudian membuka pintu itu sepelan mungkin. Jangan sampai dia ketahuan.

Virra membulatkan matanya saat melihat pemandangan di depan matanya. Dia baru tahu kalau sekolahnya punya rooftop , dan ini sangat menabjubkan.

Virra mengedarkan pandangannya, dan lagi-lagi pemandangan di depannya membuat dia membulatkan matanya lagi. Disana, Verren sedang berdiri di pinggiran batas yang terbuat dari beton.

Verren mau bunuh diri! Itu yang dipikirkan pertama kali oleh Virra. Virra segera berlari menghampiri Verren kemudian menarik tangan Verren kuat. Sehingga keduanya terjatuh, dengan Virra menindih Verren.

Keduanya saling tatap, Virra dengan tatapan takutnya dan Verren dengan tatapan tajamnya.

"Minggir!" Verren menyingkirkan Virra dari atas tubuhnya. Keringatnya menetes seketika. Tatapannya tajam sekali.

"Eh?" Virra berdiri lalu mengusap rok bagian belakangnya agar tidak kotor.

"Kak, kalau Kakak lagi punya masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik. Nggak perlu sampe mau bunuh diri kayak gini. Sayang sama nyawa Kak." Virra memandang Verren dengan wajah khas emak-emak yang lagi marahin anaknya.

Verren mengernyitkan dahinya sebentar. Ini cewek kesambet apa gimana?

"Hidup itu cuma sekali Kak, sayang kalo gak dimanfaatin sebaik mungkin. Perjalanan Kakak itu masih panjang. Masak iya mau mati muda? Kalok saya sih masih kepengen jadi Istrinya Manu Rios. Yaa asal dia mau sih masuk islam." Virra tersenyum malu-maluin di kalimat terakhirnya.

Ini juga, Manu siapa tadi? Manuk cecak rowo? Aih! Abaikan nama aneh itu. Kini kepala Verren rasanya mau pecah. Mendengarkan celotehan nggak jelas cewek di depannya. Perasaan pas pertama ketemu, dia kayaknya tipe cewek jaim-jaim gitu. Lah sekarang kok jadi blengsak gini?

"Kalo Manu Rios nggak mau, masih ada Alvaro mel, Bryce sama austin. Eh Luke Hemmings juga keren. Aihh kenapa mereka pada ganteng sih? Eh! Sama Kakak saya juga mau kok, nggak perlu pind-" Virra menutup mulutnya segera. Matanya kembali membulat lucu. Hobi banget perasaan melotot dari tadi. Kasian tuh bola mata.

"Apa lo bilang?" Verren menggeram.

Virra panik seketika, duh! Ini mulut kenapa pakek keceplosan segala dah!.
Bisa gawat kan.

"Eng... Anu Kak, kalok Kakak bunuh diri. Kan kasian Verra, masak iya dia sendirian setelah Kakak Ma-" Lagi-lagi Virra menutup mulutnya.

Wah! Kurang ajar sekali cewek ini! Nggak bisa Verren biarkan. Cukup Verra saja yang suka membuatnya mengelus dada biar sabar. Cewek di depannya ini bahkan lebih cerewet dari adiknya. Harus segera dibasmi!
Lu kata si Virra imoet itu hama taneman apa? Pake dibasmi segala.

"Pergi!" desis Verren. Kalah ular kobra teh!.

Dengan langkah seribu, Virra segera kabur dari sana. Tapi langkahnya terhenti saat suara Verren kembali terdengar di telinganya.

"Jangan pernah kesini lagi." Virra dapat merasakan buku kuduknya meremang. Eta! Itu suara sudah kayak suara setan-setan seram yang sering dia lihat di tipi. Hrrr.

Virra kembali berlari, bahkan saat turun di tangga, dia hampir saja jatuh. Kalo jatuh kan berabe urusannya. Gelinding-gelinding cantik kece badai. Kayaknya kudu di muat ulang deh itu otaknya si Virra.

Setibanya di kelas, Bu Wuri menatapnya galak. Tangannya memegang penggaris panjang sambil berkacak pinggang. Kaca mata antiknya melorot di hidung peseknya. Dan terpaksa dia benarkan sebentar sebelum menatap Virra garang.

Teman sekelasnya menahan tawa semua. Bahkan Raisa dan Verra saat ini juga ikut-ikutan!.

"Dari mana kamu?" tanya Bu Wuri galak.

Virra menatapnya gugup, dia menggaruk kepalanya. Bingung mau menjawab apa. Masak iya dia mau ngaku kalo habis ngintilin Verren? Alamak! Habis sudah dia sekarang.

"Dari toilet Bu. Hehe." jawab Virra .

"Toiletnya di Bogor kah? Kenapa lama sekali?" Bu Wuri memukul papan menggunakan penggaris yang dipegangnya. Virra dan yang lain sampai terlonjak kaget. Untung kagak jantungan.

Virra mengelus dadanya pelan, dia makin susah bernafas rasanya. "Ta-tadi ngantri Bu." jawabnya .

"Alasan! Cepat berdiri di depan kelas! Kaki angkat satu, jewer kedua telinga." perintah Bu Wuri.

"Tapi Bu, saya kan-" Virra menghentikan protesnya saat melihat Bu Wuri melotot garang padanya.

"Sekarang!" Virra keluar kelas dengan wajah pasrah. Teman sekelasnya sudah menyemburkan tawanya. Dan dia dapat mendengar suara Bu Wuri yang menyuruh mereka diam.

Virra mendumel, tega amat sih jadi guru. Nggak tau apa? Virra yang cantiknya mengalahkan Selena Gomes itu kelelahan habis lari-larian?

Ebuseet! Semoga itu Selena Gomes kagak bersin namanya disebut-sebut. Pake disamaain dengan bocah ingusan yang dekil lagi. Hellow! Ampun dah!

Virra menuruti perintah Bu Wuri dengan sangat tidak ikhlas lahir batin, dunia akhirat. Apa kata dunia? Calon istri Manu Rios pake dihukum kayak begini?

"Alamak! Sial kali aku ini." Virra mendengus. Lalu wajahnya seperti hampir menangis. Kakinya mencak-mencak menginjak lantai tak berdosa di bawahnya.

"Diam kamu Virra!" teriak Bu Wuri dari dalam kelas.

Virra rasanya mau menangis, apa ini karma ngintilin anak orang? Pake nuduh mau bunuh diri juga!

"Mama!!! Virra mau pulang! Huaaaa." jadilah dia menangis sungguhan.

Dia tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikannya. Orang itu menyunggingkan senyum tipis. Sangat tipis kayak kertas hvs murah yang Virra beli.

"Sengklek itu cewek." gumamnya.

*****

Setelah sekian lama tidak update, wkwkwk. Maapkeun aku yak. Oh iya. Vote dan Comment jangan lupa yak! Biar tambah semangat nulisnya. Hehehe.

Dapet salam dari Manu cecakrowo. Wkwkw.


Jember, 3 Maret 2018

alftn17

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang