Teaser, Prolog dan Cast

29.7K 3.6K 650
                                    

🏝🏝🏝

"Tahu Tanjung gak Em?" Pertanyaan Sinta membuat Ema mengangkat kepalanya yang di rebahkan di atas meja bersama buku Dr. S.H Sarundajang yang berjudul arus balik kekuasan pusat ke daerah yang di ajarkan dosennya sejam yang lalu.

"Tanjung? Daratan yang menjorok ke lautan? Ngapain elo nanyain matkul anak geo Sin?" Heran gadis chubby semester 6 ilmu pemerintahan itu.

Sinta mendengus dan memijat hidung mancungnya.

"Bukan Tanjung itu Ema, Tapi Tanjung Enggar Ismail senior yang ngulang matkul Urban politik"

Ema mengedip-ngedipkan matanya tidak paham, Siapa lagi si Tanjung itu? Ema hanya tahu Pak Luhur ketua jurusannya, Pak idris dekannya, dan Bu Ani kepala Tata usahanya bersama dengan 34 orang teman sekelasnya, Sisanya Ema tidak merasa perlu mengetahuinya.

"Kenapa emang sama si Tanjung itu?"

Sinta mendekatkan bangkunya dengan bangku Ema dan berbisik sembari menutupi bagian samping mulutnya "Diakan udah semester 12 tapi belum lulus, Katanya kalau tahun ini dia gak nyelesaian matkulnya yang ketinggalan bakal di D.O semester depan"

"Yakan emang gitu seharusnya" Ema terdengar santai, Ya memang begitu peraturannya 7 tahun gak lulus resikonya Drop out dari kampus. Lagian kenapa jadi mahasiswa males banget sih? Pikirnya.

"Tapi dia anaknya pak Ismail Em, Prof. Ismail. Dekannya Teknik"

"Anak Dekan? Kok bego sih Sin? Gak di ajarin apa sama bapaknya—"

"Hust Tuh orangnya dateng" Potong Sinta yang langsung memundurkan bangkunya ke tempat semula, Menjauh dari Ema.

Ema dan rasa penasarannya menengok ke arah pintu masuk kelas dan mendapati seorang pria yang berperawakan kurus dengan kulit tidak terlalu putih namun tidak terlalu kecoklatan juga. Dengan mengenakan baju kaos oblong, celana jeans berwarna biru tua yang untung tidak robek, dan sneakers hitam berjalan masuk ke dalam kelasnya.

"Benar Pak Rudi ngajar urban politik di kelas ini?" Tanyanya.

Ema menujuk dirinya "Kakaknya nanya sama saya?"

Tanjung mengangguk.

"Ah, Iya. Tapi kelasnya mulai 15 Menit lagi"

Tanjung menghela nafas lega "Fiuh, Berarti gue ga telat" Pemuda itu tersenyum menatap Ema "Gue duduk di situ boleh yah?" Tanyanya sembari menunjuk bangku kosong di samping Ema.

"Bebas kak, Silahkan"

Tanjung melangkah dan duduk di bangku barisan ke dua dari depan kelas itu, Tanjung mengeluarkan selembar kertas binder polos dari ransel lusuhnya.

"Pulpennya berapa? Gue lupa bawa pulpen"

Ema berbalik dan memberikan pulpennya yang ada banyak sembari mengocehi Tanjung di dalam hatinya, Bagaimana bisa mahasiswa tidak punya pulpen? Ibarat perang, Pulpen itu senjata.

Lagi pula Rasulullah panutan semua umat pernah berkata 'Ikatlah ilmu dengan menulisnya', Sekarang ketahuan sudah kenapa Tanjung ini jadi mahasiswa abadi.

"Oh ya kak, Pak Rudi bakal ngusir mahasiswanya kalau pakai kaos oblong doang"

"Gue bawa kemeja kok di ransel"

TANJUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang