PASANGAN

9.1K 2K 520
                                    

"Seumpama bunga, kami adalah bunga yang tak kau hendaki adanya kau lebih suka membangun jalan raya dan pagar besi,"

Suara indah Rose salah satu junior Tanjung di UKM Seni menyanyikan musikalisasi puisi Bunga dan Tembok karya aktifis Widji Tukul memanjakan indera siapa saja yang mendengarkannya termasuk Ema apalagi kala Tanjung yang memetik melodinya dan ikut bernyanyi.

Suara indah Rose salah satu junior Tanjung di UKM Seni menyanyikan musikalisasi puisi Bunga dan Tembok karya aktifis Widji Tukul memanjakan indera siapa saja yang mendengarkannya termasuk Ema apalagi kala Tanjung yang memetik melodinya dan ikut be...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seumpama bunga, kami adalah bunga yang di rontokkan di bumi kami sendiri," Selepas bagian Tanjung seluruh pemeran berjejer dengan Lucas sebagai centernya dan melanjutkan musikalisasi itu dengan sajakanya.

"Jika kami bunga, engkau adalah tembok. Di tubuh tembok itu kami sebar biji, suatu saat nanti kita akan tumbuh bersama dengan keyakinan engkau harus hancur." Lucas berapi-api menekankan kata perkata sajaknya.

Ema kehabisan kata-kata, ini benar-benar seni, suara, melodi, sajak dan pemberontakan menjadi satu. Ema tidak pernah melihatnya, hanya karena Tanjunglah Ema di buat melihat dunia baru selain dunianya.

"Dalam keyakinan kami, di manapun TIRANI HARUS TUMBANG!" Tutup Lucas yang membuat Ema otomatis bangkit, bertepuk tangan dan bersorak.

🌴🌴🌴

"Gimana penampilan kakak?"

Ema hanya bisa menaikkan jempolnya kagum.

"Kak Tanjung keren di panggung, padahal masih latihan. Tapi kakak lebih keren lagi pas jadi pengarah panggung, semuanya nurut. Lucu aja gitu." Ema terkekeh teringat Tanjung yang sangat serius dalam berkerja, bahkan junior yang badannya lebih besar darinya saja di marahi habis-habisan jika salah.

Pokoknya Tanjung itu kharismatik, Ema jadi makin jatuh karenanya.

"Bang mau makan apa? Ten mau beli makanan sama Joana." Ten menghampiri Tanjung dengan helm bogo yang sudah terpakai di kepalanya, siap untuk berangkat.

" Ten menghampiri Tanjung dengan helm bogo yang sudah terpakai di kepalanya, siap untuk berangkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ema mau makan apa?" Tanjung melirik Ema

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ema mau makan apa?" Tanjung melirik Ema.

"Kak Tanjung apa? Samain aja."

"Ck." Ten berdecih, hm menye sekali.

"Gado-gado dua ya Ten. Eh, btw lo mau naik motor pergi belinya? Emang bisa?" Tanjung meragukan.

"Bisalah, di bonceng. Yang bawa motornya Joana." Ujar Ten yang membuat Tanjung menepuk jidatnya, benar-benar pasangan yang aneh.

"Em, kenal Ten sama Joanakan?" Tanya Tanjung saat Ten sudah berlalu di bonceng tak tahu malu oleh perempuan bernama Joana yang setahu Ema seangkatan dengannya itu.

"Tahu sih, kenal di rumah sakit pas kak Tanjung kecelakaan." Jawab Ema.

"Mereka tuh lucu, yang cewek anak Mapala, yang cowok anak dance, yang cewek manly yang cowok yah gitu deh liat sendiri, naik motor aja ga bisa. Lucu ya?"

"Lucu kenapa kak?" Heran Ema.

"Lucu karena mereka saling menutupi kekurangan masing-masing, ya hakikatnya pasangan memang harus seperti itu. Iya gak?"

Ema mengangguk paham.

"Kalau kak Tanjung nutupin kekurangan Ema yang mana?" Tanya Ema kemudian.

Tanjung tersenyum, jiwa jahilnya bangkit.

"Emang kita pasangan Em?

Ema kehabisan kata-kata sekaligus speechless, mau jawab apa coba dengan pertanyaan menjebak Tanjung ini? Pasangan? Eh tapi belum jadian. Bukan pasangan? Eh tapi bareng-bareng terus.

"Heh?"

"Hahaha becanda, gak usah kaget gitu." Tanjung tidak tahan untuk mengacak rambut Ema gemas karena ekspresi kakunya yang lucu.

Tanjung mendekat ke telinga Ema dan berbisik, "Gak mau jadi pasangan kakak?"

"Ih kak Tanjung apaan sih?" Ema tersipu lalu memukul pelan lengan Tanjung.

"Em, kak Tanjung udah tua, udah 24 tahun bentar lagi 25, temen-temen kakak aja udah banyak yang nikah. Tembak-tembakan kayak anak 17 tahun rasa ga etis lagi buat kakak jalani. Cukup dengan perbuatan, dan semoga perempuan yang kakak dekati ini paham dan peka." Tanjung melirik Ema lalu tersenyum.

"Siapa perempuan yang kakak deketin?"

Tanjung menepuk jidatnya.

"Masa udah di kasi morning kiss belum peka juga Ema, Ema." Tanjung menggeleng tidak habis pikir, betapa polosnya Ema Jilian Sandjaya.

"Siapa yang abang kasi morning kiss? Ema? Widih bang Tanjung, nackhal." Kehadiran Ten membuat Ema dan Tanjung tersentak.

"Sejak kapan lo di belakang situ angka?"

"Sejak Ten lupa minta duit buat beli gado-gado makanya balik dan hm-" Ten memandang nakal Tanjung dan Ema.

"Nih, Sana jauh-jauh!" Usir Tanjung setelah menyerahkan lembaran lima puluh ribu pada juniornya itu. Namun, baru tiga langkah Ten berbalik lagi.

"Bang jangan morning kiss morning kissan."

"Ya ampun. Sana ga lo?" Tanjung mengambil ancang-ancang akan melempar sendalnya ke arah Ten yang tak henti-henti menggodanya dengan Ema.

"Morning kiss? Haha. Bang *hajima, Allah it's watching." Tutup Ten yang tertawa lebar meninggalkan kecanggungan antara Ema dan Tanjung di sana.

🌴🌴🌴

Ema hari itu kau bertanya pada ku tentang kekurangan mu yang mana yang harus ku tutupi? Jawabanya tidak ada Ema, karena kekuranga mu tercipta bukan untuk ku tutupi tapi untuk ku terima lalu ku cintai-Tanjung Enggar Ismail.

-To be continued-

*Bahasa Korea 'Jangan'.

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

TANJUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang