Selamat Tinggal

77 6 6
                                    

Sebuah kisah cinta yang manis. Ya, ku yakin itu adalah sesuatu yang semua orang inginkan.

Awal yang bahagia, perjalanan yang bahagia, hingga akhirnya memiliki akhir yang bahagia pula seperti di film Disney. Happily ever after.

Ku buka kedua mataku dan menatap kearah tirai. Sedikit cahaya mulai masuk ke kamar ku, menyelinap diantara tirai yang sedikit terbuka. Tak lupa, aroma khas dari hujan juga sudah memenuhi kamar kecilku ini.

'apa semalam hujan? Jam berapa ini?'

Ku raih handphone ku dan mendapati tulisan pukul 08.00 sudah tertera di layar. Aku harus mandi.

Baru saja ku sedikit menggerakkan kepalaku, tiba tiba..

Plukk

Sebuah kain basah jatuh dari dahi ku. Sebuah kompresan(?).

Dengan cepat ku tengok ke arah kiri dan tampak seorang pria yang sedang tertidur dalam keadaan duduk di kursi tepat di sebelah kasurku.

Tangannya yang masih memegang baskom untuk kompresan sudah menunjukan niatnya berada di kamarku.

Segera ku ambil termometer di atas meja dan mengukur suhu tubuhku. 36°.

Perlahan aku beranjak dari kasur berusaha untuk tak menimbulkan suara apapun. Ku dekati pria itu, tampak wajah kelelahan dan kantuk yang terangat sangat terukir di wajah manisnya itu.

Akupun mengambil baskom yang ada di tangannya secara perlahan dan segera membawa benda itu ke dapur.

Aku tak mau membangunkannya, jadi membiarkannya tidur di kamarku mungkin adalah pilihan terbaik.

Langkah yang masih terasa lemas ini ku paksakan untuk menuju dapur dan tak ku dapati ibu ataupun ayah di sana. Namun, aku menemukan sepucuk surat yang bertengger di kulkas ku . Isinya adalah :

Dear Lisa,
Mama dan papa harus pergi ke rumah Tante Wardah saat ini juga. Makanan sudah ada di meja makan dan ada beberapa mie instan serta sarden di kulkas. Maaf ya kami tak memberi tahunya langsung karena kamu demam tinggi semalam, jadi Rangga lah yang mengurusmu. Kamu yang akur ya Ama Rangga, jangan berantem. Papa dan mama akan pulang saat Maghrib nanti.
-ibu

Sepertinya surat itu sudah cukup menjelaskan semuanya.

Kuletakkan baskom yang ku bawa tadi di wastafel dan segera melihat apa yang ibu masak. Ikan bakar dan tempe goreng.

Sebenarnya, cacing cacing di perutku ini sudah berdemo menagih jatah makanan mereka tapi aku tak mau makan tanpa Rangga. Aku merasa tak enakan.

Aku kembali melangkah menuju kamar, membuka pintunya perlahan, dan mendapati Rangga yang masih tertidur di kursi. Wajahnya agak merah.

Ku dekati dia dan ku sentuh dahinya. Hangat. Duh pasti dia ketularan nih.

Dengan sekuat tenaga, aku berhasil memindahkan Rangga ke kasur ku. Lelah sih, tapi tak masalah.

Aku kembali ke dapur dan mengambil perlengkapan untuk mengompresnya. Setelah itu, giliran ku lah untuk merawatnya. Aku tak ingin dia sakit.

'rangga, kamu itu baik dan manis. Sikapmu saat salah tingkah juga lumayan lucu walau gombalan yang sering kau berikan itu agak menyebalkan. Tapi ku akui, kamu hampir sempurna, sama seperti Ody. Tapi maaf, aku tak mencintaimu. Hatiku telah lebih dulu dicuri oleh Ody'.

Segurat TINTA untukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang