✘bagian 1

8.3K 769 31
                                    

Seungcheol menunggu di dalam mobil yang terparkir di depan apartemen mewah itu. Menunggu dengan perasaan yang tidak tenang. Ini sudah lewat 15 menit dari waktu janji temunya. Memang terkesan singkat, bukan? Tidak bagi Seungcheol. Ia pun mendesis frustasi dan segera keluar dari mobil. Pintu mobil di tutupnya dengan keras. Sedetik kemudian bibirnya yang terlihat bergetar karena hawa dingin itu mulai melengkungkan senyuman. Mata besarnya terlihat berbinar.

"Mengapa kau menunggu di luar? Udara begitu dingin" lelaki yang semenjak tadi di tunggu Seungcheol kini berdiri di hadapannya. Menatap khawatir dengan kedua tangan yang mulai menangkup wajah Seungcheol.

"Mengapa kau terlambat, Jeon Wonwoo?"

Wajah tegas itu tersenyum melembutkan aura dingin yang terpancar sebelumnya, "dia begitu cerewet. Bahkan tidak kunjung berhenti menangis"

Seungcheol terkekeh lalu mengusak surai hitam milik Wonwoo. Ia meraih tangan dengan jari lentik itu dan menggenggamnya erat, "kau pasti lapar, ayo pergi makan"

"Tidak ... Aku ingin pulang dan menikmati masakanmu"

Mereka pun segera masuk ke dalam mobil dan berkendara menuju rumah yang di sewa oleh keduanya. Seungcheol selalu merasa bersalah melakukan penipuan dan menggunakan Wonwoo. Bagaimanapun juga dia mempunyai perasaan. Rasanya begitu sakit harus melihat Wonwoo bermesraan dengan orang lain.

"Mengapa menatapku begitu?" Tanya Wonwoo setelah mengalihkan pandangannya pada permainan yang ada di ponselnya. Ia menoleh untuk menatap Seungcheol sembari melempar senyum tipis.

"Aku khawatir ..."

"Aku tidak melakukan apapun. Dia tidak gila skinship dan hanya sering mengajakku pergi makan. Jika itu yang kau khawatirkan" Wonwoo meraih tangan Seungcheol yang terlihat tidak memegang setir mobil. Mengelus pelan punggung tangan kekar itu, "aku mencintaimu, Choi Seungcheol"

Mobil pun berhenti di garasi rumah mereka. Wonwoo masuk terlebih dahulu dan merebahkan dirinya di sofa ruang tengah. Sebulan lamanya ia tidak kembali ke rumah dan hanya menyewa apartemen sebagai alamat palsunya. Seungcheol baru saja masuk dan segera menuju dapur. Ia membuka kulkas dan menyiapkan makanan. Namun, kegiatannya urung saat merasakan tangan nakal Wonwoo yang melingkar di pinggangnya.

"Kau bilang kau lapar" Seungcheol berbalik dan membalas pelukan dari kekasihnya itu. Ia mengangkat tubuh kurus itu dengan lembut dan mendudukkannya di counter dapur.

"Aku merindukanmu, itu lebih penting dari isi perutku"

Seungcheol menoel hidung bangir Wonwoo lalu memberi kecupan kilat di sana, "kau mulai manja, eoh? Makanlah dulu"

Wonwoo dengan cepat menahan pergerakan Seungcheol dan lekas memagut bibir lelaki itu. Tangannya melingkar di leher Seungcheol menahan penolakan yang mungkin terjadi. Setelah beberapa detik hanya dirinya yang aktif, Seungcheol pun membalas ciuman itu. Memberi gigitan kecil pada bibir bawah Wonwoo hingga lenguhan terdengar dari empunya.

"Wonwoo, ada yang ingin aku katakan?"

"Apa itu? Bisa kita bicarakan nanti?" Mata Wonwoo terlihat mulai membara oleh nafsu karena kerinduannya pada Seungcheol. Tentu saja ia merasa frustasi karena sebulan lamanya tidak menyentuh sang kekasih. Hanya kecupan kecil tidak akan cukup bagi Wonwoo.

"Ayo kita hentikan ini"

Wonwoo terdiam.

"Aku tidak bisa. Aku menyayangimu dan aku tidak mau ada hal buruk yang terjadi padamu" lanjut Seungcheol

Wonwoo mendengus lalu memutar matanya jengah. Ia melepas tangannya yang sempat memeluk Seungcheol manja dan segera turun dari counter dapur. Ia berjalan begitu saja menuju pintu tanpa menoleh ke belakangnya.

"Aku akan keluar. Kau istirahatlah" ucapnya dingin dan segera keluar dari rumah. Seungcheol tidak berniat untuk menahan Wonwoo. Ia tau pasti Wonwoo marah dengannya. Pasalnya bukan pertama kalinya mereka membahas hal itu.

Wonwoo berjalan tanpa tujuan di tengah malam. Tubuhnya melawan hawa dingin hanya di balut dengan kemeja berwarna hitam. Ia lupa mengambil jaket yang tersampir pada sofa di ruang tengah dan ia menyesalinya sekarang. Wonwoo mendengus beberapa kali karena hidungnya mulai berair.

Lari dari Seungcheol saat berdebat adalah hal yang wajib dilakukan oleh Wonwoo. Melakukan pekerjaan seperti ini memang memuakkan bagi Wonwoo. Tunggu, rasanya tidak pantas di anggap pekerjaan. Tapi mau bagaimana lagi, kecintaan Wonwoo pada uang membutakannya. Ia mengerti Seungcheol pasti tidak nyaman melihat dirinya dengan orang lain, Wonwoo bahkan tidak sanggup menatap mata yang terkadang terlihat kecewa itu.

Wonwoo membuang nafas panjang dan menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke samping dan melihat gedung mewah dengan bodyguard yang menjaga di depan pintunya. Wanita dengan pakaian minim dan lelaki berpakaian mahal terlihat masuk ke dalamnya. Tempat favorit Wonwoo untuk membuang rasa jenuhnya; club malam.

✘ ✘ ✘

"Kau mau di temani?" Seorang wanita dengan pakaian minim berwarna merah duduk di samping Mingyu yang tengah menunggu minumannya datang. Mingyu mengabaikannya dan memilih untuk menatap bartender yang tengah menyiapkannya minuman untuknya.

Sang bartender menaruh minuman beralkohol tinggi itu di hadapan Mingyu, namun wanita dengan rambut pirang itu manahan gelas itu, "bagaimana kalau kita bertaruh? Jika kau mabuk terlebih dahulu, aku akan membawamu ke apartemenku. Namun, jika aku mabuk terlebih dahulu, kau bisa meninggalkanku"

Mingyu menyeringai dan segera memesankan minuman untuk wanita itu sebagai tanda ia menyetujui taruhan tersebut. Setelah tiga gelas keduanya sama-sama teguk, tidak ada yang terlihat mulai kehilangan kesadaran. Hingga lelaki asing tiba-tiba datang dalam keadaan mabuk berat dan mengambil gelas yang baru saja di taruh di depan wanita itu.

"Hey!" Teriak wanita itu keberatan

"Mau menjadi penggoda jangan sampai menjadi murahan. Setidaknya jual mahallah terlebih dahulu. Bagaimana bisa kau menawarkan tubuhmu begitu saja" ucap lelaki dengan surai hitam itu. Kemudian ia pingsan di tempat itu begitu saja setelah menyelesaikan ucapannya.

"Tuan, ada masalah?" Tanya lelaki dengan setelan rapi yang segera menghampiri Mingyu.

"Tidak ada. Berikan aku kunci mobil" pinta Mingyu

"Tapi tuan ...."

"Aku akan membawa lelaki ini pulang. Kau pulanglah dengan taxi dan jangan lupa antar wanita ini juga"

"Tapi Tuan, anda tidak biasanya membawa seseorang ..." Ucapan lelaki berjas itu terhenti saat menerima tatapan tajam dari Mingyu. Ia pun lekas memberikan kunci mobil dan membiarkan Mingyu menopang tubuh lelaki asing itu sendiri.

"Ini hanya tanda terimakasih karena membantuku dengan wanita tadi" bisik Mingyu pada lelaki yang tengah terpejam itu. Mingyu yakin setidaknya lelaki itu setengah sadar.

...

a/n
hi, aku memutuskan untuk repub karena aku kangen sama cerita ini.

The Sweetest Lies | meanie✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang