✘bagian 13

3.1K 513 190
                                    

Matahari bersinar cerah. Menjadi sesuatu yang paling berpengaruh untuk memperindah pemandangan pagi itu. Cahayanya tidak menyengat karena hawa begitu sejuk. Pohon-pohon dengan nyaman berdiri tegak sebagai peneduh tempat itu. Rerumputan hijau sebagai itu terlihat masih sedikit basah karena embun pagi hari. Suasana di sekitar juga masih sepi dan hanya ada satu orang yang ada di sana.

Wonwoo baru saja selesai membungkuk sebagai penghormatan pada makam Ibunya. Di atas tikar bambu tipis dengan beberapa buah di sisinya, Wonwoo mulai mendudukkan dirinya. Air mata mengalir mengingat kerinduannya pada kedua orang tuanya. Secara bergantian ia menatap dua gundukan yang sejajar itu. Tempat dimana Ayah dan Ibunya tengah berbaring.

"Ibu, aku merasa sendiri. Dunia ini terlalu luas. Orang-orang di sekitarku begitu banyak. Cinta yang kudapatkan juga sudah cukup. Tapi mengapa itu semakin membuatku takut?" Air mata Wonwoo mulai mengalir. Menetes pelan menyapa pipi yang mulai memerah.

"Kau tidak seharusnya membuat Ibu pergi lebih dulu, Ayah. Biarkan ia merangkulku. Aku ingin bersandar pada sesuatu yang menenangkanku, bukan membebankanku"

Suara Wonwoo mulai terdengar serak. Frustasi mulai mengikatnya. Tidak tau harus di mulai darimana. Terlalu banyak hal yang terpendam membuatnya bingung harus menggali yang mana. Akhir-akhir ini perasaannya tidak pernah tenang. Bahkan berulang kali ia memimpikan Ayahnya. Semua terasa abu-abu.

"Aku jelas sudah melakukan sebuah kesalahan. Tapi aku tidak tau kesalahan itu ku lakukan pada siapa lebih jelasnya. Ayah ... Ibu ... Aku merindukan kalian. Jeon Wonwoo anakmu yang nakal ini merasa kosong"

Tangisan Wonwoo pecah saat itu juga. Ia tertunduk sembari meraung. Bersyukur tempat itu benar-benar dalam keadaan sepi. Namun, sedetik kemudian Wonwoo menoleh karena merasakan kehadiran seseorang. Ia terkejut dengan mata yang membola. Tapi ia coba untuk tenang sampai sosok itu selesai melakukan penghormatan di depan makam orang tuanya.

"Ini sudah sangat lama aku tidak kesini. Maafkan aku tidak bisa menjaga Wonwoo dengan baik. Mulai sekarang aku berjanji akan menggenggamnya. Dan .... Untuk Ayah dari lelaki yang aku cintai, suatu saat kau akan benar-benar tenang di sana" setelah menyelesaikan salamnya, Seungcheol menoleh untuk menatap Wonwoo. Ia tersenyum begitu lembut dan segera mendekat. Tangannya mencoba meraih jejak air mata itu dan segera menyekanya. Seungcheol pun membantu Wonwoo untuk berdiri.

Mereka tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak ada yang berniat merangkai kata menjadi kalimat lalu sebagai pengantar rasa rindu mereka. Tidak. Seungcheol dan Wonwoo memilih untuk bersitatap dalam diam. Membiarkan ketenangan menjadi satu-satunya yang mengikat mereka.

Setelah beberapa detik berlalu, Seungcheol menarik tubuh Wonwoo untuk di dekapnya. Pelukan itu begitu hangat dan lembut, membuat Wonwoo seketika kembali menangis. Ia merindukan pelukan Seungcheol.

"Aku merindukanmu"

Bisikan halus dari Seungcheol itu berhasil membuat tangisan Wonwoo semakin keras. Ia tidak pernah menduga bahwa akan merindu dalam keadaan sesakit ini. Mungkin dirinya tersesat dalam kabut yang membuatnya bingung akan memilih persimpangan yang mana. Ada perasaan yang datang mendekat selagi perasaan lainnya yang menjauh. Hal yang paling menakutkan bagi Wonwoo.

"Kenapa baru sekarang ..." Wonwoo menjawab dengan suara yang hampir habis.

"Berhentilah menangis" Seungcheol melepas pelukan itu tapi membiarkan jarak mereka dekat "aku ingin menghabiskan hari ini denganmu. Dengan senyumanmu"

Wonwoo mengangguk dengan senyuman yang perlahan ia bentuk. Helaan nafasnya terdengar berat. Rasanya ia baru saja berhasil melepas salah satu bebannya.

"Ada rencana hari ini?" Tanya Seungcheol

"Tidak ada"

"Siapa tau kau ada janji keluar dengan Ming--- "

The Sweetest Lies | meanie✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang