Seungcheol keluar dari lift rumah sakit yang membawanya ke lantai paling atas gedung itu. Kakinya berjalan santai menuju ruangan Direktur di ujung sana. Sampai di depan pintu, ia menyapa seorang sekretaris yang menunggu di sana lalu segera masuk ke dalam ruangan.
"Kau tidak seharusnya membawa nama Wonwoo" ucap Seungcheol begitu saja ketika tiba tepat di hadapan lelaki bersetelan rapi itu.
"Jika tidak seperti itu, kau tidak akan mau menemui Ayahmu ini"
Seungcheol membuang muka dan menatap jauh pada pemandangan gedung bertingkat di luar sana, "apa yang ingin kau bicarakan, Ayah?"
"Pulanglah ke rumah dan gunakan jas putih itu sesuai dengan ilmu yang sudah kamu tuntut bertahun-tahun"
"Kita sudah pernah membicarakannya. Aku tetap tidak mau Ayah"
"Rumahmu yang kau sewa di Hongdae ..."
Seungcheol yang hendak meninggalkan ruangan itu segera membalik badan. Matanya menatap tajam penuh keterkejutan. Bagaimana bisa Ayahnya tau tentang rumah itu. Ia sudah berusaha menutupinya agar tidak ada yang tau.
"Kau tidak perlu keheranan seperti itu. Ayahmu ini bisa mengetahui semuanya" Choi Siwon lelaki yang sudah membesarkan Seungcheol hingga kini itu mengeluarkan beberapa foto di atas meja. Hal itu otomatis membuat Seungcheol kembali terperanjat. Foto yang menampilkan kebersamaannya dengan Wonwoo saat sedang pergi berlibur dan kencan.
"Ayah" geram Seungcheol
Siwon menyunggingkan senyuman bijaksananya, "Ayah tidak akan menyentuh Wonwoo .... semua tergantung padamu, Choi Seungcheol"
"Wonwoo tidak sama dengan Ayahnya. Tidak bisakah kau melihat ketulusannya?"
"Ya, Wonwoo mungkin bukan seorang pembunuh seperti Ayahnya. Tapi dia tetap tidak berada di golongan yang sama dengan kita"
"Aku tidak akan meninggalkan Wonwoo"
"Jangan membuat Wonwoo terluka. Itu saja pesan Ayahmu ini"
Seungcheol keluar dari ruangan itu dengan mengepal tangannya kuat. Langkahnya begitu keras dan tatapannya terlihat kosong. Ia kembali teringat kejadian satu tahun yang lalu.
[flashback]
Seungcheol hari ini diminta untuk datang berkunjung ke rumah sakit. Keadaan rumah sakit terlihat begitu padat. Pasien berdatangan tanpa henti karena ada kecelakaan bis. Seungcheol yang seharusnya segera menuju ruangan direktur malah tertarik melihat ke ruangan pasien.
"Kau keluarga pasien?"
Seungcheol berjengit dan berpaling. Ia menemukan lelaki dengan tubuh ramping dan wajah yang begitu menawan. Seungcheol terpana dalam hitungan detik dan tenggelam pada manik tajam layaknya rubah itu.
"Bukan" jawab Seungcheol sedikit terlambat
"Kalau begitu jangan berdiri di situ. Kau menghalangi jalan orang-orang yang sedang mengantar pasien"
"Tunggu" Seungcheol menahan pergelangan tangan lelaki itu "aku seperti pernah melihat wajahmu"
Lelaki itu tersenyum tipis, "kau mungkin pernah melihat wajahku di televisi. Anak dari lelaki yang membunuh istrinya. Sudah ingat?"
"Bukan. Aku tidak suka menonton berita. Hanya saja aku merasakan sesuatu saat melihatmu"
Lelaki itu terdiam. Bibirnya tiba-tiba terkatup rapat. Tatapannya melembut memberi arti dia ingin tau maksud dari ucapan Seungcheol.
"Mungkin kita akan sering bertemu lain waktu" sambung Seungcheol
"Kau menggodaku?"
"Kau bisa bilang begitu"
Lelaki itu melepas genggaman Seungcheol, "kalau begitu jika kita bertemu lain waktu, cobalah saat itu untuk mengatakan hal manis. Tempat ini kurang tepat untuk melakukannya. Aku pergi"
Seungcheol menyeringai. Ia tidak berhenti memandang lelaki yang bahkan belum ia tau namanya. Senyumannya semakin merekah dan ia segera berbalik untuk menuju ruangan Direktur tempat Ayahnya menunggu.
Tidak biasanya Seungcheol dibuat menunggu seperti saat ini. Sekretaris Ayahnya meminta Seungcheol untuk menunggu karena di dalam ruangan ada pertemuan atau lebih tepatnya perdebatan. Seungcheol yang penasaran dengan lekas masuk dan ....
"Pak Direktur, kita kekurangan tenaga. Pasien membeludak"
"Ada satu pasien yang harus segera di operasi juga. Dia sebenarnya ...."
"Sebenarnya apa?"
"Jeon Jaewoo? Narapidana itu? Lupakan dia ... Urus saja nanti. Utamakan pasien dari kecelakaan"
"Tapi Pak Direktur ... Keadaannya sangat darurat. Ini karena kesalahan operasi sebelumnya"
"Tidak ada yang peduli. Dia juga akan mati nantinya. Dokter menyembuhkan orang yang pantas disembuhkan. Seorang pembunuh sepertinya tidak pantas"
[flashback end]
Tidak terasa air mata Seungcheol menetes seiring ingatannya yang membawa ia ke masa lalu. Rasa bersalah itu kembali mendatanginya. Semenjak saat itu juga ia tidak ingin menjadi dokter yang mana adalah cita-citanya dari dulu. Ia hanya ingin menjadi yang terbaik untuk Wonwoo. Mencintai lelaki itu setiap waktu.
Saat Seungcheol hendak membuka pintu rumah, ia merasakan keadaan seseorang di belakangnya. Ia pun berbalik dan seketika keningnya berkerut, "kau baru pulang jam segini, Jeon Wonwoo?"
"A-ah, maaf ... Aku pergi menghirup udara segar tadi dan tidak terasa sudah banyak waktu yang terlewat"
Seungcheol mendekat dan meraih tangan Wonwoo. Meniup kedua tangan kekasihnya itu untuk membagi kehangatan, "mengapa tidak menghubungiku? Aku bisa menemanimu"
"Kau sedang menghabiskan waktu dengan Ayahmu. Aku tidak mungkin menggangunya. Bagaimana kabar Ayahmu? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, aku jadi merasa tidak enak ..."
"Dia merindukanmu. Dia mengatakan bahwa kita bisa berkunjung kapan pun"
"Benarkah? Mungkin aku akan belajar membuat kimchi jjigae terlebih dahulu" ucap Wonwoo begitu semangat yang di balas dengan senyuman tipis dari Seungcheol. Lelaki bermarga Choi itu hanya menatap dengan tatapan yang tidak di mengerti oleh Wonwoo.
"Kau mengganti parfummu?" Tanya Seungcheol
"Nde?"
"Ah ... Lupakan. Ayo masuk, udara begitu dingin"
✘ ✘ ✘
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sweetest Lies | meanie✔
Fanfiction( c o m p l e t e ) Wonwoo dan Seungcheol adalah sepasang kekasih. Keduanya bekerjasama dalam menipu lelaki hidung belang yang memiliki kekayaan melimpah. Seungcheol menyayangi Wonwoo begitu pula sebaliknya. Ada janji yang keduanya setujui ketika m...