12

1.7K 53 6
                                    

Sudah lima belas menit sejak bel berbunyi, Pak Dahlan belum masuk juga ke kelas. Evan melihat Qiyara berdiri dari tempat duduknya dan pergi menuju pintu kelas. Buru-buru Evan berlari ke depan kelas, berdiri di hadapan Qiyara dan merentangkan kedua lengannya.

"Lo mau manggil Pa Dahlan kan?" tanya Evan.

Qiyara tidak menjawab pertanyaan Evan.

"Gue aja yang panggil. Mending lo duduk lagi aja."

Qiyara memicingkan matanya.

"Ada maunya kan lo?" tebak Qiyara.

"Ngga."

"Ga mungkin. Awas ah, gue aja yang panggil Pa Dahlan." Qiyara menggeser tubuh Evan. Tapi Evan tidak bergerak.

Evan memegang kedua bahu Qiyara, lalu mendorong Qiyara sampai gadis itu berjalan mundur. Setelah sampai di bangku Qiyara, Evan langsung mendudukan Qiyara.

"Lo duduk aja, biar gue sama Arga yang panggil. Arga!!" Evan memanggil Arga, mengabaikan tatapan kesal Qiyara.

Kalau adegan ini bukan antara Evan dan Qiyara, mungkin teman-teman satu kelas sudah ribut menggoda mereka berdua. Tapi ini Evan dan Qiyara, pasangan yang dulu pernah menjadi relationship goals anak-anak SMA 50 dan dalam waktu singkat berubah seperti kucing dan tikus yang selalu ribut setiap bertemu.

"Ah, lo mau melipir ke kantin kan?" Qiyara menebak lagi.

"Lo kenapa sih? Ga percayaan banget sama gue."

"Sekelas ini juga ga akan percaya kalau lo mau panggil Pa Dahlan tanpa ada maunya."

Evan diam. Qiyara memang benar. Mana mau Evan menyia-nyiakan waktu dan energinya untuk memanggil guru, Pa Dahlan pula. Tapi Evan ingin bertemu Niki. Dua hari ini, ia kesal dengan gadis itu dan menahan diri untuk tidak berlari menemui Niki saat melihat Niki dari kejauhan. Jadi ia berharap dengan alasan memanggil Pa Dahlan, ia bisa bertemu Niki yang sedang piket hari ini. Ya, Evan tahu Niki piket hari ini karena tadi ia melihat Niki duduk di meja piket.

Memang benar juga Evan sudah niat akan ke kantin terlebih dahulu sebelum memanggil Pa Dahlan, sekedar untuk membeli minuman ringan saja.

"Pokonya lo diem disini. Gue yang ke ruang guru!" Kata Evan tegas.

Arga sudah berdiri di belakang Evan saat Evan berjalan menuju pintu kelas.

Baru saja Evan akan memegang pegangan pintu, pintu kelasnya terbuka dan muncullah wajah Niki. Tanpa sadar Evan menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Mau kemana kamu?" tanya Niki.

Wow. Kemajuan banget, ni cewe mau nanya duluan.

Rasa senang membuncah di dada Evan.

"Ih Kak Niki, udah mulai posesif yaa." Kata Evan sambil tersenyum miring.

Tawa Arga terdengar dari balik tubuh Evan.

Niki mengabaikan perkataan Evan dan masuk ke dalam kelas. Tapi Evan dan Arga masih bertahan berdiri di depan kelas. Evan bahkan tak melepaskan pandangannya dari Niki.

"Kalian berdua ngapain masih berdiri di situ? Ayo duduk!" Perintah Niki.

"Siap Bos!!" Evan dan Arga menghormat pada Niki lalu menuju tempat duduknya.

"Hari ini Pa Dahlan tidak bisa masuk kelas,"

"Horeee!!!"

"Alhamdulillah."

Belum selesai Niki berbicara, suara sorak sorai dan ucapan syukur bersahut-sahutan di dalam kelas.

Niki mengetuk papan tulis dengan penghapus papan tulis tiga kali sampai kelas hening.

JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang