Sedang asik bergulat dengan Fairel, tiba-tiba, langit seakan menumpahkan segala isinya, hujan dengan tiba-tiba turun membasahi bumi, membasahi tubuh kami berdua. Ketika anak-anak lain yang sedang bermain berlari meninggalkan taman untuk menghindari hujan, lain halnya dengan Fairel, dia membiarkan sebuah balon ringan berwarna bening yang baru saja dia tiup kini terbang melayang dengan bebas akibat embusan angin. Bocah itu semakin menengadahkan kepalanya ke atas seolah menanti air hujan jatuh mengenai seluruh tubuhnya.
Fairel pikir, aku akan meninggalkannya dan berlari mencari tempat teduhan seperti yang dilakukan mereka, tapi nyatanya aku ikut mengikuti pergerakannya. Menengadahkan kepala dan merentangkan kedua tangan, menikmati rintikan hujan menubruk tubuhku.
Saat itu dia bertanya padaku, "Apa sebelumnya kamu pernah bermandikan hujan di luar seperti ini?"
Aku langsung menggeleng, "Ini kali pertama untukku." jawabku sembari menutup kedua mataku menikmati dinginnya air demi air hujan yang membelai kulit.
"Lalu, bagaimana rasanya?"
"Menyenangkan, aku merasa lega. Rasanya seluruh beban yang kutanggung seakan ikut jatuh bersamaan dengan rintikan hujan yang mengalir di seluruh tubuhku."
Saat itu Fairel hanya tersenyum, tak banyak bertanya seperti beban apa yang kumaksud. Dia menarik tanganku dan kami berlari menembus hujan, membiarkan air hujan jatuh membasahi seluruh pakaian.
Dalam satu jalanan, terdapat banyak gang-gang sempit yang mengelilinginya. Fairel menarik tanganku untuk memasuki sebuah gang yang di sisinya terdapat nama Gang Kamboja itu. Kelopak mataku berkedip-kedip karena air hujan yang seolah berusaha mencoba memasuki mata.
Aku menatap dengan pandangan kabur rumah-rumah kontrakan yang saling berseberangan, masing-masing di sisi atap rumah itu terdapat moncong pipa yang kini dialiri air hujan dari atasnya. Awalnya aku sempat bingung untuk apa Fairel membawaku ke arah pipa itu, sampai akhirnya aku mengerti saat melihat Fairel berdiri di tengah-tengah moncong pipa, menundukkan kepalanya dan merasakan kenikmatan air hujan menubruk tubuhnya dari atas.
Seulas senyum terbit di bibirku. Seakan mengerti, aku berjalan ke pipa air di sebelah rumah kontrakan samping Fairel, melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya. Menunduk dan merasakan sensasi tetesan demi tetesan air yang menubruk tubuhku.
Aah, rasanya begitu menyenangkan, luar biasa, aku bahkan tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.
"Fairel, ini hebat!" teriakku keras pada Fairel.
Anak laki-laki itu menoleh. "Maka dari itu aku membawamu ke sini, kamu tahu? Setiap kali hujan turun, aku selalu melakukan hal ini bersama kakakku." jeritnya. Derasnya suara hujan tak menghalangi kuatnya suara-suara kami untuk berbicara.
"Benarkah?" tanyaku antusias dengan mata yang berbinar.
Fairel mengangguk keras hingga tetesan air hujan mengalir dari rambut hitamnya memasuki mata. "Ya, lalu setelah itu seseorang datang pada kami dengan membawa sebuah payung di tangannya."
"Siapa?" tanyaku penasaran.
"Ibuku."
Aku mengernyitkan dahi, menatapnya dengan bingung.
"Ibumu? Lalu, apa yang akan dilakukannya ketika menemukan kalian? Dia pasti sangat marah melihat kalian sedang bermandikan hujan." ucapku sok tahu.
Saat itu, Fairel mendekatiku dan untuk sesaat akhirnya kami bersama-sama menunduk ke bawah menanti air hujan yang jatuh dari pipa yang sama. Namun aku tetap menunggu jawaban darinya.
"Dia tidak marah, hanya berceramah panjang lebar hingga membuat telingaku sakit. Tapi sebelum itu, dia sempatkan untuk memukul pantat kami berdua. Kira-kira seperti ini ceramah andalannya. 'Farel, Fairel, sudah berapa kali Ibu katakan, jangan mandi hujan, air hujan itu tidak baik untuk kesehatan kalian! Terkena air hujan sedikit saja kepala Ibu bahkan sudah sakit, bagaimana dengan kalian yang bla bla bla...' begitulah, Ibuku memang terkadang menyebalkan."
Fairel menjelaskan panjang lebar seraya tergelak mengingat ingatan mengenai rentetan-rentetan kalimat omelan panjang dari Ibunya. Namun berbeda denganku, senyuman yang tadinya menghiasi wajahku pudar seketika, mendung kian menggayuti wajahku, sama seperti kemendungan yang ditampilkan langit saat ini.
Bisakah aku berharap bahwa Ibu Fairel akan datang ke tempat ini untuk mencari Fairel seperti yang dikatakan lelaki itu?
Aku ingin Ibu Fairel datang dan berhasil menemukan Fairel, kemudian memukul pantat kami berdua, lalu duduk diam mendengarkan semua omelan-omelan itu terkait hujan dan sejenisnya.
Kalau Fairel berkata bahwa Ibunya sangat menyebalkan karena melarangnya ini dan itu, tidak! Bagiku omelan-omelan itu adalah hal manis yang dilakukan seorang Ibu untuk anaknya.
Aku juga ingin merasakan hal manis itu lagi. Dipukul di pantat, dijewer di telinga, dan mendengarkan semua omelan-omelan itu.
Bunda, Kayla rindu...
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Waktu
Short StoryIni tentang aku, Kayla. Ini tentang aku, masa kecilku yang pahit. Ini tentang aku, Kayla. Seorang gadis kecil yang tak pernah merasakan indahnya masa kecil layaknya anak-anak pada umumnya. Namun, seorang lelaki kecil datang menyelamatkan hidupku, me...