sen.Four

12 4 2
                                    

"Kau kira aku tidak melihat kejadian direstoran pada waktu itu, Hah?!" teriakku, tepat didepan wajahnya. Ekspresi wajahnya mendadak celos atau polos, seperti anak bayi yang baru keluar dari perut Ibunya.

"Kejadian? Kejadian apa? Aku tidak mengerti, Je----" aku mendecak kesal.

"Jangan berpura-pura bodoh! Kau ini sudah bodoh, tapi menularkan kebodohanmu kepadaku!"

"Bisakah kau berbicara dengan pelan? Aku tidak mengerti sama sekali. Aku datang kesini sekitar sejam yang lalu hanya untuk menunggumu. Dan sekarang kita bertemu, tapi kau memulai dengan ucapan yang pedas. Apakah kau tidak berfikir, aku mendapatkan harapan palsu?" tanyanya, aku menyunggingkan senyuman palsu. Aku menatapnya mencari kebohongan,

"Kalau kau bilang, aku memberimu harapan palsu. Bagaimana dengan, aku, berkata kau telah berselingkuh dibelakangku?" balasku, merasakan sesuatu didalam pelupuk mataku. "Aku tidak memberimu harapan palsu sama sekali, Kim Mingyu. Tapi aku hanya ingin memperingatimu secepatnya. Deadline hari pernikahan kita hampir tiba, dan kau bermesraan dengan wanita lain? Kau serius? Aku bisa saja membatalkan ini semua jika kau menginginkannya. Aku juga tidak butuh."

Mingyu menatapku tidak percaya. Dan tertampak jelas ekspresi wajah paniknya.

"Tolong katakan, kau ingin menyudahi ini semua, atau aku yang menyudahinya? Aku lelah. Aku menunggumu kisaran 1 setengah tahun hanya untuk menanti kehadiranmu, hari liburanmu. Tapi kau hadir dengan sampingan baru. Apakah kau tidak punya logika?" Hanya benda-benda halus yang menemani amarah, kekecewaan dan kesedihan kami. Aku masih menatapnya, dan dia sedikit memalingkan pandangannya dariku. Aku masih belum mengerti, apa kurang dari perhatian, kesetiaan, cintaku kepadanya? Apa perlu aku mendonorkan organ tubuhku hanya untuknya? Tapi aku tidak akan melakukan sebuah hal gila seperti itu hanya untuk pria tidak bertanggung jawab sepertinya. Kehadiran wanita keparat itu merusak hubungan kami.

"Lihat, bahkan kau tidak memandangku."

"Dia bukan peran dalam hidupku, Jennie. Sudahlah."

"Sudahlah? Kau menganggap perlakuanmu itu hanya sepele dan kau mengakhirinya dengan kalimat 'Sudahlah' ? Bodoh."

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku frustasi dan memutuskan untuk meninggalkan secepatnya. Aku tahu ini terlalu sementara tapi aku tidak tahan.

"Aku akan menghubungi Ibuku dan Ibumu setelah ini."

Aku melangkahkan kakiku sangat berat, dan mulai menjatuhkan air mataku dibawah awan gumpal yang menjatuhkan salju. Mingyu terus memanggil namaku, sangat keras, tapi aku mendadak tuli. Pendengaranku, penglihatanku dan pengucapanku mendadak tuli, kabur dan kelu. Aku sudah mengetahui tentang ini semua dengan jelas.

Hari pernikahan adalah hari yang ditunggu sepasang kekasih, tapi kenapa disini hanya aku yang menunggu-nunggu? Sedangkan Mingyu santai berpaling. Aku menyadari aku mulai sesegukan, menatap ujung sepatu dan pikiran kusut memikirkan tentangnya. Apakah didunia hanya aku yang memiliki masalah hubungan semacam sampah ini?

"Sialan, lepaskan aku!" teriakku saat mulai terhuyung kebelakang dan tangan kananku ditarik sebuah tangan besar. Aku tidak mau menatapnya. "Kau membatalkan hari spesial itu?!"

"Bokongmu, Spesial! Itu hanya buah omongan agar aku terhanyut dalam air garammu, kan!? Aku tidak bodoh!" teriakku, air mataku merembes, tidak ada kesenangan dalam auraku

"Jennie, aku sudah membiayai undangan dari jauh hari, aku sudah mem-booking tenda pernikahan, tiket bulan madu, sebagainya dan kau mencoba untuk membatalkannya?! Kau tidak gila!?"

PLAK!!

Aku mengulum bibirku menahan tangisan, "Aku membatalkan pernikahan karena demi kau, Bajingan! Sadar!" aku mengepalkan tanganku setelahnya dan diam memaku ditempat menatapnya kesal.
"Pakailah otakmu, Kim Mingyu. Jangan mengandalkan harta bisa mengubah semuanya."

-kth.sentencesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang