"Agh!!"
"Ini sudah pelan," risihku sedari tadi hanya mendengar suara rintihan sakit dari bibirnya. Aku terus mengobati sudut bibirnya yang mulai tidak mengeluarkan cairan merah berbau amis.
"Sudah!" ujarku dengan senyuman menatap hasil penyembuhan. Cukup baik, hanya tersisa warna biru. Aku membereskan kotak P3K-ku dan kembali menaruhnya dilaci.
"Terimakasih." ucapnya, setelah au mendaratkan bokongku disampingnya. Aku mengangguk dan menyodorkannya air hangat. Dia meminumnya dengan damai. "Maaf,"
Dia menengokkan kepalanya mengarahku, "Maaf? Untuk apa?" Dia tidak peka ternyata. "Gara-gara aku, kau menjadi korbannya. Seharusnya aku saja yang tersiksa."
Dia terkikik sambil menunduk sejenak, "Beruntunglah dirimu." balasnya, tidak ada kata basa-basi. Aku tersenyum, "Aku hanya ingin membalas budi." lanjutnya,
"Balas budi?" tanyaku.
"Ya." balasnya, "Kau sudah menolong Nenekku pada waktu itu, disaat badai salju sedang berlangsung. Kalau tidak ada kau, mungkin Nenekku sudah terkubur dengan tumpukan salju."
"Sama-sama." jawabku.
"Hey, Taehyung!"
Taehyung menoleh kearah sang sumber suara dan juga aku, aku mendapati Jungkook sudah didepan pintu bertanda ingin kembali pulang. Akhirnya dia beranjak dari tempatnya dan meninggalkan tempat ini. Tersisa aku dan Wendy didalam, masih berdiam diatas kasur dengan tatapan kosong.
Aku 100% yakin, kami memiliki satu pikiran. Memikirkan tragedi tadi. Hampir saja aku dan Wendy terluka, tapi malah orang lain yang berniat membantu menjadi korban. Aku cukup tersanjung dengan Kim Taehyung. Aku akan mengira kalau dia adalah orang yang tidak jelas hidupnya secara ekspetasiku, tapi itu semua salah.
Oh, Tuhan.
"Ayo tidur." ajak Wendy, menarik selimutnya. "Duluan saja, aku masih ingin bangun." Jawabku, mengambil laptop kepangkuanku.
Aku menatap layar dengan seksama, mengoreksi segala email yang kudapat dari teman-temanku dan dosen. Dan satu cabang pikiranku memikirkan Kim Taehyung. Ah, coba tolong jangan pikir aku memulai pikiran yang aneh-aneh. Tapi untukku, ini sangat kebetulan.
Aku tidak sampai berfikir kalau ada yang menolongku dikala waktu aku hampir sekarat. Aku hanya pasrah, dan biarkan aku mati. Tetapi, sesaat aku memejamkan mata, nafasku kembali normal dan mulai terdengar suara pukulan keras. Dan itu dia, Kim Taehyung berhasil mendaratkan satu pukulan dibagian pelipis orang brengsek itu.
Bahkan Jungkook. Jungkook adalah salah satu temanku. Aku tidak akan menyangka kalau dia juga berteman dengannya. Dia datang begitu saja, dan aku tidak lupa memberi ucapan terimakasih untuknya melewati pesan online.
Tapi apakah kalimat terimakasih cukup untuk membalas semuanya?
Apakah aku harus membalas budi sebaliknya?
Tapi dia bilang, dia balas budi kepadaku karena aku sudah membantu Neneknya.
Tapi aku masih belum nyaman dengan hati dan pikiranku, mendadak tidak damai. Aku memang harus melakukan sesuatu yang baik untuknya, dia juga hampir melayang nyawanya karena aku.
Aku kembali menatap layar laptopku dan segera menerima semua email dari dosen, sang Penguasa si Buku Gemuk (buku skripsi).
- 08.23
Aku duduk dibawah lemari mading dengan binder biru dipangkuanku sembari menunggu giliran masuk ke kelasku. Tiba-tiba, langkah sepatu sneakers berwarna putih hitam menarik perhatianku dan aku menjalankan sorot mataku kearah atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
-kth.sentences
Random° Lalu, kau menyukainya karena dia adalah orang yang bijak dalam kata-kata? Kenapa kau tidak menikahi seorang penceramah saja? °