Aku membulatkan mataku setelah mendengar cerita Wendy. Aah, aku benar-benar harus extra perhatian penuh dengannya, sebentar lagi hari kelulusan dan tidak mungkin disaat hari kebahagiaan itu, dia malah sakit.
"Aigoo... aku akan kesana, oke? Kau membawa mobil?" tanyaku,
"Ani.."
"Ya bagus deh, baiklah. Setelah ini aku akan langsung ke apartement mengambil mobil. Sampai ketemu!"
Tut.
"Ya, Jennie."
Sebuah suara mengalihkan perhatianku dari ponsel, aku lekas menengok kearah belakang dan mendapati laki-laki bersurai coklat itu lagi. Dia menatapku, aku tersenyum kecil "Jangan seolah kalau kita saling mengenal." sarkasku. Dia terdengar hanya menghela nafas.
"Ini milikmu, bukan?" Dia menyodorkan sebuah map sejenis SnelHelter berwarna hitam, tertuliskan sebuah nama Jennie K. Itu memang milikku. Tapi, sebentar aku bahkan tidak pernah memberitahu namaku dihadapannya. Bagaimana dia tahu? Apakah dia menggunakan ilmu penerawangan? Atau memiliki indra ke 7? Ah sialan, apa yang telah aku pikirkan! tinggal terima saja. Aku segera merebut benda itu darinya, "Darimana kau menemukannya?"
"Tukang cleaning service memberikannya dan memintaku untuk memberikan kepada sang pemilik." jawabnya, aku salah.
"Lalu? Bagaimana caranya tahu kalau namaku Jennie?" dia mendengus kesal. "Tukang itu yang memberi tahu, Bawel."
"Ya, aku ini peduli bukan bawel!"
Dia mengerutkan keningnya dan menatapku heran, "Peduli? Apa itu?" tanyanya. Apakah dia benar-benar bodoh? Dia tidak tahu apa itu definisi peduli. Memang selama ini siapa yang mengasuhnya dari dulu sampai sebesar ini? Orangtuanya, bukan?
"Apa-apaansih kau ini! Masa arti dari peduli saja tidak tahu," ejekku, dia mendecih sembari tersenyum kecil.
"Ya-ya-ya, terserah. I'm leaving.""Ya, Taehyung!" teriakku menahannya, dia memutar tubuhnya walau dia masih berjalan mengarah pintu keluar. "Terimakasih!"
"Terimakasihlah kepada tukang itu!"
Haish, bodohnya.
•••
Aku duduk disamping Wendy yang telah selesai mengecek daya tahannya. Hasilnya lumayan buruk, karena dia terlalu kelelahan, makan tidak teratur, dan cepat kelelahan. Aku baru menyadari pada saat jogging dihari libur itu. Wajahnya memang pucat tapi senyumnya tidak pernah meluntur, aku sangat bangga padanya. "Kau lapar?" tanyaku, dia mengangguk.
"Bagaimana kalau kita ke kantin rumah sakit? Aku yakin ada bubur disana,"
"Ew! Bubur disini tidak enak! Aku sudah pernah memakannya dan kau tahu? Rasanya sangat hambar!" keluhnya memasang ekspresi wajah geli, aku malah tertawa melihatnya. "Itu karena lidahmu tidak bisa menerima cita rasa makanan dengan baik, dan juga bubur itu memang hambar karena yang kau pesan itu polos."
"Masa bodo, aku tidak suka dan tidak mau. Bagaimana kalau kita ke restoran barat? Aku sedang ingin mengunyah pasta dengan keju mozarella diatasnya~" aku memutar kedua bola mataku dan dia langsung menarikku sebelum aku menjawab.
Sesampai disana dan sudah memesan apa yang kami pesan, Wendy dengan lahap menikmati makanan ala Eropa ini. Lumayan, aku sudah jarang memakan khas luar, bahkan lebih sering memakan mie goreng atau nasi goreng yang biasa lewat didepan komplek.
Cita rasanya tidak terkalahkan. Aku memasukkan satu sendok pasta kedalam mulutku, ya jujur saja ini sangat enak! Ini salah satu restoran Eropa yang ramai yang pernah ku kunjungi, harga terjangkau dan rasa sangat enak. Selera Wendy ternyata tinggi juga, aku benar-benar payah.
"Bernafaslah, Wendy-ya. Kau hampir tidak menghirup udara sedikit pun saat memakan pasta,"
KAMU SEDANG MEMBACA
-kth.sentences
Random° Lalu, kau menyukainya karena dia adalah orang yang bijak dalam kata-kata? Kenapa kau tidak menikahi seorang penceramah saja? °