PROLOG

20.4K 1.3K 131
                                    

Mohon baca ini terlebih dahulu sebelum kamu memutuskan untuk lanjut membaca;

1. Baca deskripti cerita, judul serta kurung judul secara teliti.

2. Apabila setelah membacanya, tapi kamu masih belum terlalu paham. Nih, biar aku tegaskan sekali lagi; ini cerita cinta antara sesama laki-laki. Bahkan, di sini sosok cowok yang lebih muda yang akan mendominasi sang pria. Alias yang lebih muda yang menjadi top/seme dari tokoh yang lebih tua, ya!

3. Jarak usia pemuda dan pria ini berbeda 19 tahun.

4. Jika kamu tetap berkenan membacanya, silakan lanjutkan. Apabila tipe cerita semacam ini bukanlah sesuatu yang kamu sukai, bisa langsung pergi tanpa merasa penasaran. Daripada kamu menyesal, 'kan?

5. Diharapkan untuk tidak merasa salah paham atau mempertanyakan inti dari setiap penjelasan yang sudah aku berikan.

Terakhir, SELAMAT MEMBACA.

__________

"Apa Anda bersedia?"

Aku menghela napas lesu, menatap map berisi data calon murid bimbingan belajarku yang baru setelah itu menutupnya begitu lekas membaca. "Baiklah. Saya akan menerima dia sebagai murid saya."

Pak Handoko melepaskan kacamata, lantas menatap aku dengan sorot yang tak biasa. Ada kecemasan serta kesungguhan yang terpancar di sana. "Saya mengandalkan Anda, Pak Dewa. Murid yang satu ini ... dia itu benar-benar ...."

Melihat pak Handoko yang kesulitan menjelaskan membuat aku berinisiatif merespons, "Saya akan tahu itu nanti, Pak. Ketika saya dan dia berhadapan. Bapak tidak perlu cemas. Serahkan saja tugas ini pada saya."

Pak Handoko mengenakan kembali kacamatanya. Tangannya tiba-tiba terulur seolah meminta aku untuk menjabatnya. Dengan senang hati dan tak lupa tersenyum, aku menyambutnya.

"Semoga berhasil, Pak Dewa."

. . .

Aku berpapasan dengan Pak Wilman--salah satu rekan kerjaku begitu keluar dari ruangan Pak Handoko. Aku lihat wajahnya pucat. Sepertinya, hal yang menimpanya beberapa hari yang lalu masih belum bisa dilupakan.

"Selamat siang, Pak." Sapaanku saja sukses membuat tubuh Pak Wilman terperanjat.

Pak Wilman menatapku seperkian detik. Kemudian setelah tersadar, segera saja menunjukkan senyuman. "Oh, Pak Dewa. Aduh, maaf. Saya tadi malah melamun. Maaf sekali, maaf." Dia lantas menatap map yang aku bawa di tangan yang sontak membuat kedua matanya membundar. "Map itu ... itu kan data dari ...." dia kelihatan sulit berkata-kata, lalu meneguk ludah, "Pak Dewa, Anda yang kali ini ditugaskan untuk membimbingnya?" tanyanya dengan air muka tak percaya.

Aku mengangguk sambil berusaha menampakkan senyum terbaik yang aku punya.

Pak Wilman menggeleng takjub. "Pak, apa Anda yakin?"

Sejujurnya, aku tak terlalu yakin. Namun, aku harus. Karena murid ini membutuhkanku selaku seorang guru. "Iya, Pak. Saya yakin."

Pak Wilman terpekur sejenak. "Anda tahu 'kan hal apa yang sudah saya alami gara-gara mengajar sebagai guru bimbelnya?"

Tentu saja aku tahu. Seluruh guru dan staf di kantor ini tahu. Bahwa beberapa hari yang lalu, calon murid yang akan mulai aku bimbing lusa nanti ini telah membuat Pak Wilman malu bukan kepalang. Pasalnya, dari yang aku dengar, dia memasukkan obat tidur ke dalam minuman Pak Wilman. Begitu Pak Wilman melemas dan kehilangan kesadaran, dia memanfaatkan momen itu untuk mencoret-coret wajah Pak Wilman yang lalu difoto olehnya. Selanjutnya, foto itu disebarluaskan ke sosial media menggunakan akun Pak Wilman yang ponselnya berhasil diotak-atik oleh murid yang memang aku akui sangat kurang ajar ini. Akibatnya, Pak Wilman menjadi bahan perbincangan di kalangan murid, para guru serta staf lain. Bahkan lebih buruk dari itu, dia menjadi bahan bully sampai membuatnya enggan mengajar selama beberapa hari. Sekalipun foto itu telah dihapus, isi screenshoot-nya telah terlanjur menyebar ke mana-mana.

Melihat aku terdiam, Pak Wilman hanya menghela napas panjang. Aku memang sungkan menjawab pertanyaan itu secara langsung. Lantaran aku merasa tidak enak dengan apa yang sudah beliau alami. Sebagai sesama guru, jelas aku turut merasa geram. Akan tetapi, di sisi lain aku sadar bahwa pemuda seperti calon muridku ini hanya membutuhkan bimbingan serta pengajaran lebih, bukannya hukuman.

Pak Wilman menatapku. Sorot matanya tampak cemas. "Saya hanya berharap, kali ini Anda akan berhasil, Pak Dewa. Dan saya ingatkan, Anda harus sungguh berhati-hati menghadapinya. Jangan lengah sedikit pun. Jangan mau melunak dan tunduk pada setiap perkataannya. Saya serius, Pak. Anak ini benar-benar bandel dan menyeramkan."

Aku meneguk ludah. Mendengar hal itu dari salah satu guru yang pernah berhadapan langsung dengan calon muridku ini, semata-mata menciptakan perasaan gelisah jauh di dasar diri. Aku percaya pada kemampuanku. Namun, akankah kemampuan ini berguna untuk diterapkan pada pemuda itu nanti?

"Doakan saya berhasil, Pak Wilman. Saya juga tidak ingin gagal ataupun mengalami hal-hal buruk karenanya," ujarku lalu menepuk pundak beliau. "Tapi, Bapak sendiri harus ingat. Bahwa Anda bukannya gagal, melainkan dijebak. Jadi, Anda tidak boleh putus asa apalagi terus berlarut-larut. Saya tahu orang seperti apa Pak Wilman ini. Dan saya harap, Bapak bisa segera kembali memiliki semangat untuk mengajar. Itu 'kan gunanya peran seorang guru? Untuk selalu membimbing para muridnya. Seperti yang nanti akan saya lakukan."

Pak Wilman akhirnya mampu tersenyum lebih lepas. "Terima kasih, Pak Dewa. Mari kita sama-sama berusaha keras untuk terus membimbing para murid ini."

Aku mengangguk mantap. Pasti aku akan selalu berusaha. Sebelum murid yang aku bimbing berhasil berubah, aku tidak akan pernah mundur ataupun menyerah mengajarinya. Itulah janjiku sebagai seorang guru.

- - - DEWA x LANANG PROLOG - - -

LANANG [BOYxMAN 1] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang