4

2.1K 222 17
                                    

"Ji-min.."

Jimin yang sedang buat adonan tanah liat toleh sosok di sampingnya.

"I-tu.." Yoongi sodorkan mobil buatannya ke depan Jimin.

Mereka berdua sedang bermain di halaman. Berkubang dalam lumpur yang tercipta akibat hujan. Sekarang mereka sudah tidak dapat di kenali karena tubuh berlumur lumpur.

"Waaah, Hyung! Kau jago bikin mobil. Kalau gitu bikin yang besar, mungkin nanti bisa kita naiki." Jimin, bocah lucu berumur 9 tahun, kini sudah serupa dengan anak babi terjebak lumpur hisap, berujar semangat.

Yoongi, bocah 11 tahun yang duduk di samping Jimin dengan keadaan yang tidak lebih bersih, tersenyum menanggapi. Sekarang mulai mengeruk tanah liat di dekatnya untuk bahan mainan mereka.

"Jimin! Suga! Ayo makan dulu!"

Suara wanita terdengar dari jauh.

Mama Jimin—sekarang juga Mama Yoongi—datang dari dalam rumah, hampiri kedua bocah yang asik bermain dalam dunia mereka sendiri.

"Astaga!" Mama kaget lihat rupa kedua putranya yang seperti patung pahatan.

"Mama, lihat! Suga hyung bisa buat mobil keren. Sekarang kita bikin yang besar. Mungkin nanti bisa Jimnie kendarai ke sekolah," Jimin dengan semangat tunjukkan mobil mini buatan Yoongi kepada Mama.

"Waah, hebat! Tapi sekarang sudah sore, kalian harus mandi. Mainnya besok lagi, oke?" Mami bujuk lembut seperti biasa.

Tidak ada penolakan. Yang lebih muda tarik yang tua menuju pancuran di belakang rumah.

Mandi air segar dari pegunungan. Keduanya bercanda ria saling gosok punggung bergantian. Bahagia terpancar dari wajah masing-masing.



Kini dua bocah sudah duduk bersisian menghadap meja kayu tua dengan badan dan baju bersih.

Mama datang dengan dua piring penuh makanan. Masing-masing untuk Jimin dan Yoongi.

"Woaah!" Jimin bersorak gembira. Menu hari ini, sama seperti biasa, sayur pakis. Tapi ada menu lain yang buat Jimin senang sekali.

Ayam goreng.


Keduanya makan lahap dengan tenang. Ibu datang bawa piring makannya sendiri. Perhatikan dua anak kesayangannya makan masakan buatannya dengan perasaan bahagia.

Terlebih lihat si pucat semakin hari keadaannya semakin baik.

Ya. Ini minggu kedua Yoongi tinggal bersamanya dan Jimin. Sejak pulang dari puskesmas, keadaan Yoongi sekarang sudah jauh lebih baik. Walaupun belum bisa bicara.

Yoongi tidak bisa mengucapkan namanya sendiri. Yang bisa di ucapkannya hanyalah; Jimin, Mama dan itu. Mama memberikannya nama baru.



Suga.


Nama manis untuk anak manis.

Begitu menurutnya.

Dua anak menghabiskan makanannya dengan cepat.

Kini Yoongi, atau sekarang di panggil Suga, sedang memperhatikan Jimin yang serius mengerjakan PR. Diterangi sebatang lilin di atas meja.

Pondok kayu di tengah hutan. Tidak seberapa ukurannya. Namun terasa seperti Surga bagi Suga.

Jimin cerewet mengajaknya bermain setiap hari. Mama cantik selalu memberinya makan enak.

Suga sudah lupa rasanya kelaparan. Lupa rasanya kesepian.

Dua minggu yang menghapus kenangan kelam masa lalu.

Hari-hari yang di semogakannya berlangsung selamanya.


__



Matahari bersinar cerah.

Seorang bocah tertawa-tawa mengayuh sepeda yang di dorong ayahnya dari belakang.

Yoongi kecil begitu bahagia dalam tawanya. Kegiatan menyenangkan berlatar di halaman.

Ibu duduk memperhatikan di teras rumah mereka. Melambaikan tangan ke arah Yoongi.

"Yoongi, kemari sayang!"

Suara lembut yang merdu. Suara yang selalu disukai. Mendekat perlahan menuju sang ibu.

Ibu tersenyum manis.

Cantik sekali.

Senyumnya sangat indah.

Ibu rentangkan kedua tangan. Yoongi menyambut pelukan ibu.

Ancang-ancang meloncat ke pangkuan. Sebelum senyum ibu menjadi begitu mengerikan.

Yoongi berhenti. Terpaku.


Wajah yang menatap kosong dan mulut terbuka itu. Tubuh ambruk di teras. Tenggelam dalam kubangan darah merah pekat.

Tidak.


Ini salah. Bukan begini.


Yoongi berusaha membawa dirinya pergi tapi tidak bisa. Kakinya tidak mau bergerak.

Sementara seseorang mendekat di belakangnya. Tidak sempat terkejut ketika lengan besar menekan leher.

Jemari kecil mencengkeram lengan itu erat. Tidak bisa. Yoongi tidak bisa bernapas. Paru-parunya seperti di remas tangan besi.

Ia merasa mau mati.

Seseorang tolong Yoongi.

Mata terpejam rapat. Berontak sekuat tenaga. Kaki-kaki kecil menendang segala arah.


Inikah akhir?



Ketika mata itu terbuka, nafas masih terengah. Atap jerami kering memenuhi penglihatan.

Dengkur halus terdengar dari samping. Peluh membanjiri tubuh. Leher Suga masih terasa sesak.

Oh. Ternyata kaki Jimin menindih lehernya.


Suga menyingkirkan kaki gemuk pelan.

Mimpi tadi terasa nyata.

Atau mungkin memang nyata.

Nyatanya mimpi itu berasal dari memorinya yang paling dalam. Masa bahagia sebelum bencana datang.

Masa yang hampir di lupanya pernah ada.

Ruangan remang nyaris gelap. Lilin di meja hampir habis. Cahayanya bergoyang tertiup angin dari celah dinding kayu.

Kaki Jimin berulah lagi. Kali ini tendang rusuknya. Bertiga dengan Mama tidur beralas tikar di atas lantai.

Suga coba mengingat senyum lembut Mama. Halau pemandangan tubuh penuh darah yang terus terbayang di kepala.

Suga berguling ke samping.  Perasaan diliputi takut. Mencoba pejamkan mata sebisa mungkin.

Melupakan mimpi buruk yang menyapu bahagia dua minggunya.


Jangan lagi.



Biarkan Suga bahagia mulai sekarang.







Tbc

Diketik kilat saat gerimis di dalam naungan bis kota

Pulkam. :"))

Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang