8

1.5K 172 3
                                    

Ada suatu saat, bertahun-tahun yang lalu, ketika dunia masih memihaknya, Yoongi adalah anak yang sehat dan bahagia. Dengan ibu penuh kasih dan ayah yang menjaganya.

Saat itu, seakan-akan, kesedihan dan penderitaan seperti apapun tak akan berarti sama sekali selama ia memiliki ibu dan ayah di sampingnya.

Barangkali Yoongi harus belajar mengerti satu hal bahwa; kebahagiaan, seperti apapun hebatnya tidak pernah bertahan selamanya.

Ah, Yoongi terlalu muda untuk mengerti hal ini.

Maka, di suatu musim dingin di bulan Januari, Yoongi yang berusia 6 tahun baru saja pulang dari sekolah.

Senyum tersungging di bibir mungil, hatinya sedang senang. Nilai 9 ia dapat di pelajaran sejarah.

Ah, tak sabar untuk beritahu ayah dan ibunya.

Dapat ia bayangkan peluk hangat ibu dan usap lembut tangan ayah di pucuk kepala tanda rasa bangga.

Tetapi, sesampainya di ambang pintu, bukan pelukan atau usap hangat yang ia dapat, melainkan tumpahan benda pecah belah di lantai rumah. Melunturkan senyuman.

Oh, mungkin ibu sedang kumpulkan barang tak terpakai untuk dijual, pikir Yoongi. Tapi guci yang pecah itu baru di beli sepuluh hari lalu. Mengapa..?

Yoongi belum temukan jawaban ketika suara pintu terbanting disusul ayah datang kearahnya.

Senyum terbit lagi di wajah manis, tapi ayah tidak melihat ke arahnya melainkan berjalan pergi lewati tubuh mungil yang terpaku.

"Ayah? AYAH!"

Yoongi berlari susul ayah. Tas merah bergambar superman berayun-ayun di punggungnya. Tetapi Yoongi terlambat. Ayah sudah pergi. Mobil yang di tumpanginya baru saja berbelok di ujung jalan.

Yoongi berdiri lunglai menatap jalanan kosong. Menunggu. Berharap ayah akan berbalik dan datang kepadanya. Namun betapapun ia menunggu, sampai kakinya pegal, ayah tak kembali.

Kemudian, segalanya berubah.

Beserta kepergiannya, ayah membawa serta senyum Yoongi.

Meskipun ayah memang kembali, tapi senyum Yoongi tak pernah sama lagi.

Setelah hari itu, bahagia terenggut sekeping demi sekeping dari dunia kecil Yoongi.

Ibu menjadi semakin menakutkan tiap harinya. Ayah tak ada bedanya.

Tak ada lagi kebahagiaan dan kehangatan yang memenuhi rumah kecil mereka. Hanya ada pertengkaran dan perabotan yang tiap harinya selalu berkurang jumlahnya, menjadi korban amukan.

Ayah, yang dulu adalah sahabat dan orang terdekat, tersayang, berubah membencinya. Tak ada lagi main bola di halaman saat sore hari. Atau bersepeda santai di tepi sungai yang tak pernah mereka lewatkan.

Hanya ada tatapan benci, jijik—seakan Yoongi adalah bangkai busuk beraroma mengerikan—yang selalu ayah tujukan tiap kali memandang Yoongi.

Ibu, tidak lebih baik perlakuannya pada Yoongi. Tak ada lagi pelukan hangat, susu cokelat maupun dongeng pengantar tidur. Yang ada kini hanyalah makian, bentakan dan umpatan tertuju pada si Kecil.

"Dasar jalang! Kau menipuku dengan mengatakan anak itu anakku supaya aku menikahimu?!"

Suatu ketika ayah pulang, tangannya melayang pada wajah ibu.

Yoongi kecil tidak mengerti arti kata-kata itu. Pun mengapa ia selalu menjadi pelampiasan amarah ibu.

Tiap kali habis bertengkar, ibu selalu mengamuk pada Yoongi. Mengatakan semua adalah kesalahan Yoongi. Menyiksa si kecil sampai lebam dan berdarah. Tidak berhenti sampai ia puas meskipun Yoongi yang menderita menangis dan memohon ampun.

Bukan hanya ibu, tangan kasar ayah yang dulunya sering beri kehangatan melalui usapan, kini seringkali melayang ke bagian-bagian tubuh Yoongi.

Puncaknya, Yoongi dikurung di dalam kamar gelap yang merupakan gudang setelah ia dipukul habis-habisan.

Tersedu-sedu dalam kegelapan.

Mulai saat itu, Min Yoongi membenci dunia tempat ia dilahirkan.





Tbc




Wkwkwkkkk
Aku g nyangka lhoo bisa balik lagi
Dan sekalinya balik setelah luuuaammaaa bgt malah cuma segini😅

Maaf buat yg udah nunggu, mungkin udah lupa juga sama ini cerita

Makasih udah baca🙏🙏

Last BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang