• Bintang 1

133 15 3
                                    

Tersenyum itu bukan berarti kita sedang bahagia, bukan berati kita tak ada masalah. Tapi, tersenyum itu adalah cara terbaik seseorang untuk menutupi sebuah luka

**********

"Revan!!!" teriakan Arkan menggema di ruang kelas 11 IPA-3. Seseorang yang merasa namanya terpanggil segera mengangkat wajahnya dari buku catatan biologi yang ia punya.

"Kenapa lo manggil - manggil gue ? Gue lagi nyelesain catatan biologi nih, nanti aja kalo mau minta tanda tangan gue," seorang lelaki yang bernama Revan menjawab dengan pedenya. Arkan yang tadi memanggil Revan pun segera berlagak ingin muntah karena mendengar tingkat kepercayaan diri Revan yang terlalu tinggi.

"Pede banget lo Van! Lo dicariin tuh sama Bu Titin, gue dapet amanat dari dia, Bu Titin bilang lo disuruh ke ruang BK," Arkan memberitau Revan tentang alasannya memanggil Revan, mungkin dengan mengasih sedikit penjelasan ke Revan tingkat kepedeannya bisa berkurang walaupun hanya sedikit.

"Perasaan gue ngga ngelakuin kesalahan deh, kenapa gue dipanggil ke ruang Bk ya ? Lo salah manggil orang kali," Revan yang kebingungan akhirnya bertanya kepada Arkan , dan mencoba meyakinkan bahwa bukan Revan dirinyalah yang di panggil oleh Bu Titin.

"Mana gue tau kenapa lo dipanggil ke ruang Bk! Gue juga nggak mungkin salah orang, yang namanya Revan di sekolah kita tuh cuma satu dan itu nama lo R-E-V-A-N-D-I. Tapi adek kelas namanya ada yang mirip sama lo sih, cuma nama dia tuh Revaldi bukannya Revandi. Udah cepetan sana ke ruang Bk! Nanti gue dimarahin lagi sama Bu Titin gara - gara lo nya kelamaan" Arkan yang telah selesai memberi ceramah segera memusatkan kembali matanya ke tempat duduk Revan,

" Lha, Revan kemana ? Perasaan tadi masih disini deh," Arkan menunjuk pada bangku kosong yang sebelumnya di duduki oleh Revan, ia bertanya tapi entah bertanya pada siapa, teman - teman sekelasnya pun tertawa terbahak bahak dengan kebodohannya Arkan, mereka mengira Arkan sudah tidak waras sehingga berbicara pada bangku kosong.
******
Revan terus berjalan ke ruang Bk tanpa memerdulikan sekitarnya. Sebenarnya dirinya menyadari, bahwa sepanjang perjalanan ke ruang Bk ada saja yang berbisik bisik tentangnya atau menyapa Revan tanda keramahan mereka kepada Revan. Tapi, Revan sama sekali tidak peduli akan hal itu, dia hanya menjawab sapaan ke orang yang dirinya kenal saja, selebihnya ia tidak perduli.

"Assalammu'alaikum," Revan mengetuk pintu ruang Bk sebagai tanda kesopanannya,

"Wa'alaikumsallam. Silahkan masuk," sahutan dari dalam pun terdengar, Revan sangat yakin itu pasti suara Bu Titin. Tidak sulit untuk mengenali suara bu Titin, karena Bu Titin memiliki suara yang sangat cempreng di banding guru lainnya. Coba saja bandingkan suaranya dengan toak' masjid, sudah pasti Bu Titin lah pemenangnya.

Revan segera memasuki ruang Bk, sudah cukup dirinya membayangkan suara cemprengnya Bu Titin,

"Permisi bu," Revan sudah memasuki ruang Bk dan sampai saat ini, Revan belum mengetahui kesalahannya.

"Oh kamu Revan, silahkan duduk," suruh Bu Titin kepada Revan, Revan pun segera menuruti perintahnya.

"Maaf bu, ada apa ya ? Kok saya di panggil ke ruang Bk, saya rasa saya tidak membuat kesalahan apapun bu," Revan langsung bertanya kepada Bu Titin tentang alasan mengapa dirinya di panggil ke Bk.

"Kamu masih tidak mengetahui apa kesalahan kamu Revan ?" Bu Titin bertanya kepada Revan dengan tatapan mengintimidasi.

"Tidak bu," Revan menjawabnya terlalu jujur sehingga membuat guru yang di depannya menjadi geram.

"Kamu mau tau apa kesalahan kamu ?" suara Bu Titin sudah naik satu oktaf,

"Iya bu," Revan menjawab dengan berani,seakan suara dan tatapan dari Bu Titin itu tidak berpengaruh apapun pada dirinya.

"Ini bola basket siapa ? Kamu tadi pagi ngelempar bola basket ini ke sembarang arah dan kamu tau siapa yang kena lemparan kamu ? Saya yang kena lemparan bola ini, dan kamu ketika saya panggil tadi malah langsung lari ke arah kelas kamu. Kamu tau Revan bola basket ini sangat berbahaya jika mengenai kepala orang lain, bolanya yang berat bisa menyebabkan orang lain pingsan jika mengenai kepalanya. Untung saja tadi Ibu hanya terkena kaki saja, coba kalau terkena kepala, gimana ? Sudah telat, lewat gerbang belakang untuk masuk sekolah dan kamu ngelempar bola basket ini ke saya, kamu kira saya tidak mengetahui perbuatan kamu tadi pagi dan kamu berpikir akan bebas dari hukuman saya begitu ? " Bu Titin ceramah panjang lebar saja merupakan hukuman untu Revan, siapa yang sanggup mendengar suara dari Bu Titin yang cemprengnya ngalahin toak masjid.

Aduh, mati gue! Mana gue tau yang kena lemparang gue dia, gue kira dedemit, batin Revan, sungguh dirinya tidak mengetahui akan hal itu.

"Maaf bu, saya tidak sengaja" Revan menjawab dengan jujur.

"Kamu kira, maaf kamu bisa mengobati kaki saya yang sakit karena kamu? Kamu berani melakukannya berarti kamu juga harus berani menerima resikonya, kamu Ibu hukum Revan ! " suara Bu Titin mulai meninggi.

"Hukumannya apa Bu ?" tanya Revan was - was,

"Kamu akan tau nanti Revan," Bu Titin tersenyum, senyum misterius yang mampu membuat Revan berdoa dalam hatinya. Revan hanya berdoa semoga saja dirinya tidak mendapatkan hukuman yang aneh - aneh.

___________

Haloha readers.....
Gimana ceritanya ? Nyambung nggak ?
Maaf ya masih amatir, banyak yang typo juga,
Maaf juga kalo feelnya nggak dapet, ini cerita pertama aku di wattpad. Jadi, aku masih butuh bimbingan dari kalian..

Jangan lupa vote and komen ya, biar aku bisa intropeksi kekurangan dari cerita ini!

Salam : Putri_julia

•Revandi Laksana Pratama •

•Revandi Laksana Pratama •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AlvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang