Keesokan harinya setelah meminum obat yang diberi oleh ibunya Diky merasa badannya sudah mulai fit walau pilek di hidungnya masih ada. Ia melihat jam di dinding ternyata jarum jam mengarah ke angka 5. Lalu Diky membuka aplikasi whatsapp di handphonenya dan melihat satu persatu status temannya. Ada yang mengupload berbagai macam makanan, foto, screenshot chat grup, video ceramah sampai status alay pun ia lihat.
Terlintas dipikiran Diky bahwa ia harus membeli sampul merah untuk buku responnya yang baru. Ya itu semua karena keteledorannya bisa sampai menghilangkan buku penting itu. Pada akhirnya Diky bangun dari ranjangnya dan bergerak menuju lemari mencari celana panjang dan jaketnya.
Diky POV
Ku buka pintu rumahku lalu aku menaiki motor besar kesayanganku ini. Ku lirik pintu pagar ternyata sedang terbuka maka aku tak perlu lagi turun dari motorku dan membuka pintu. Ku putar gas ditanganku dengan pelan dan kubawa motorku melewati pagar rumahku. Blok demi blok kususuri hingga aku melihat seorang gadis bertubuh berisi keluar dari rumahnya ia sedang membawa plastik sampah. Sebenarnya gadis itu bukan berisi melainkan -montok- untuk seukuran gadis berumur 19 tahun, bagiku itu sudah hebat bisa memiliki tubuh seseksi itu. Tapi entah mengapa aku tidak pernah tertarik dengannya walau aku tahu gadis itu menaruh rasa kepadaku.
Kulihat ia sedikit salah tingkah ketika melihatku melewatinya. Dari kaca spion aku meliriknya dan ia sedang memandang kearah ku. Aku tersenyum seraya menatap jalanan didepanku. Yaa itu semua pasti karena ketampanan ku. Wajah ku begitu memikat bagi para gadis-gadis dan aku menyadari itu. Gadis tadi ia adalah tetangga dan teman kampusku namun sayangnya aku tak pernah satu kelas dengan Divana, Ya gadis itu bernama Divana.
Tak lama aku pun sampai di supermarket oke. Keadaan supermarket sore ini tampak ramai. aku berjalan menyusuri rak demi rak untuk mencari tempat gulungan kertas merah itu. Hingga akhirnya aku menemukan kertas tersebut. Karena hanya itu yang ingin kucari lantas aku pun segera menuju kasir. Sayangnya kasir memiliki antrian yang cukup panjang. Mau tidak mau aku harus ikut mengantri bukan?.
Kemudian pandangan ku mengarah ketempat seorang gadis yang berdiri di sampingku ia ikut mengantri di kasir nomor 3 dan aku nomor 4. Gadis ini mungkin terlihat menyeramkan dimata orang-orang. Aku bisa melihat berbagai tatapan aneh mengarah ke gadis itu dari tatapan tak suka, jijik, aneh, hingga tatapan menakjubkan orang-orang yang diberikan padanya. Namun gadis itu tak menyadari berbagai tatapan itu.
Jujur aku takjub dengannya bagiku ia begitu bersinar diantara gadis-gadis didekatnya. Ditambah lagi gadis itu tidak menyadari kehadiran pria tampan sepertiku ini. Tetapi aku sedikit tak asing dengan pakaian yang digunakannya. Mirip seseorang tapi siapa?. Tak berapa lama gadis itu akhirnya berbalik dan menatapku hanya hitungan detik sampai akhirnya gadis itu menundukkan kepalanya.
Sorot matanya seakan membiusku, aku terdiam dan segera memutuskan kontak mata yang kami lakukan. Hatiku berdebar-debar jantungku berdetak begitu cepat, perasaan apa ini?.
Gadis itu mengingatkan ku dengan seseorang... Ya seseorang yang telah menyentuh hatiku... Dikampus.
Ternyata ketika keluar dari supermarket aku dengannya berbarengan menuju parkiran motor. Sekilas aku melihat dua cincin di jarinya. Cincin bewarna perak itu berkilau ditangannya yang bewarna kuning kecoklatan. Kemudian pandangan ku tertutup oleh beberapa orang sehingga aku kehilangan jejaknya.
Aku kagum dengan gadis itu, gadis berniqab hitam itu.
.
.
."Uang apalagi papa! Kemarin kan sudah mama bilang kalau uang arisan itu dipakai untuk bayar kuliah Tamira. Uang arisan yang mana lagi.?" Teriak mamaku.
"Loh kemaren mama bilang uang kuliah pakai uang baju bukan arisan!." Papa balas membentak mama.
Aku hanya diam dikamar seraya menarik selimut. Ya Allah sungguh aku memohon kepadamu redamkanlah emosi kedua orangtuaku. Permudah lah rejeki di keluarga ku Ya Allah.
"Papa... Ya allah papa coba diingat. Makanya kalau mama ngomong itu di dengerin kalau mama ngeluh coba didengerin! Jangan cuman papa doang yang harus mama dengerin kalau ngeluh. Uang jualan baju kan mama tambahin sama uang arisan untuk Kuliah Tamira."
"Lah terus papa harus gimana! Papa butuh uang untuk keluar kota. Mau pakai apa papa isi bensin?". Suara papa ku semakin meninggi.
Aku terisak mendengarnya kenapa papa selalu memaksa mama untuk mencarikan uang.
"Mama gak ada uang lagi pa. Harus kemana mama cari uang?." Balas mama frustasi.
"Yaa gimana papa harus berangkat. Ini perintah komandan. Pokoknya besok pagi papa harus sudah berangkat." Ujar Papa lalu pergi meninggalkan mama menuju mobilnya.
Kudengar derung mobil papa sudah menjauh dan kurasakan pintu kamarku terbuka. Tampak mama dengan wajah lemah dan frustasi nya mendekatiku.
"Mama gak tau lagi mesti mencari uang kemana. Modal jualan baju sudah habis. Hutang mama sudah banyak, mama bingung. Papa mu hanya ingin terima beres dan ada uang. Saban hari ia akan mengeluh dan kesal saja. Papa gak ada usaha untuk mencari uang juga. Mama yang malu Tam. Orang-orang taunya selalu mama yang butuh uang. Papa mana ada,nama dia bersih. Apa salahnya coba papa meminjam uang ke temannya kan?. percuma saja banyak teman tapi tidak ada yang membantu."
Aku diam mendengar keluh kesah mamaku. Aku hanya memberi perasaan sabar dan menghilangkan mimik wajah kekecewaanku pada mereka.
Sampai kapan keluarga kami akan terus begini Ya Allah.
.
.
.Tamira Pov
Hari ke hari terus berganti hingga akhirnya aku kembali menghadapi masa memakai baju putih hitam yaitu Ujian semester. Begitu banyak lika-liku 5 bulan lebih yang ku jalani baik dirumah maupun di kampus. Perihal dia yang kusukai itu, hingga kini ia masih ada jauh dilubuk hatiku. Dan terus didalam doa ku. Hari ini tepat sekali hari terakhir aku melaksanakan ujian semester. Itu tandanya ini adalah hari terakhir aku akan melihat wajahnya. Akan begitu hampa untuk satu bulan kedepan. Namun aku tetap bertekad untuk melupakannya sebab aku tak mau tersakiti lagi. Mencintai adalah hal yang menyakitkan. Aku ingin dicintai bukan mencintai.
"Ayok Tamira dosennya sudah datang. Kamu liatin apasih dari tadi?" Pandangan ku terputus oleh Atika yang menutupi arah pandang ku. Atika tidakkah kau tau aku sedang menghapal setiap sudut wajahnya.
"Ah gue cuman lagi melamun kok Tik, Yuk Ah cabut nomor moga aja dapat nomor kursi paling belakang" Aku menarik Atika dan memutuskan membalik badanku. Atika yang kebingungan nyaris terseok-seok saat aku menyeretnya menuju kelas.
Kuatkan hati hambamu yang labil ini ya allah.
Namun jauh dari sepengetahuan Tamira pria itu justru berbalik memperhatikan nya seakan-akan menyimpan memori tentang Tamira di ingatannya.
.
.
."Woi ayok balik, curi-curi pandang ama siapa lu?" Tanya Maulana.
Diki hanya diam tak begitu terganggu dengan celoteh Maulana. Maulana yang geram kembali berceloteh seraya mengetuk kepala Diki.
"Lu kalau demen ama dia ya lu kawinin aja onta, lu pandang-pandang terus dosa juga bego" Omel Maulana kepada Diki.
"Kawin..kawin! mau gue kasih makan apa dia? Lu gak liat style dia kuliah aja gimana. Belum lagi latar belakang keluarga dia. Lah gue yang begini? Kaleng rombeng sosoan mau minta mutiara punya orang? Gila kali ah" Balas Diki tak kalah sengit.
"Yachh serah lu dah, cari duit nuyul kek ngepet kek susah amat dah lu ah!."
"Dasar si sontoloyo!"
_______________________________________
25 Desember 2018
KB
Rahasiacewehot6
KAMU SEDANG MEMBACA
TAK KU SANGKA
Spiritualcerita ini tentang cinta. Cinta kepada yang mahakuasa dan cinta kepada yang diciptakannya. Ketika hati ini mulai merasakan cinta namun aku hanya bisa mengadu kepada sang penguasa dan berharap kepadanya. Seribu orang mengejar mu aku tak akan ikut men...