Taman

28 1 0
                                    

Jika sudah begini, bolehkan aku memintamu menetap?
•••


Samar, cahaya masuk melewati celah jendela kamarku.

"Syila, bangun sayang" ucap mama sembari membuka gorden lebih lebar lagi.

"hmm ma, sekarang kan libur" aku mengucek kedua mataku karena silau menerima cahaya secara langsung "Satu jam lagi lah"

"Jangan mentang-mentang libur kamu bisa bangun siang, yuk turun ada yang nunggu tuh"

Seketika, aku langsung menarik selimut yang menutupi wajahku. Masih terlihat mama yang merapikan meja belajarku.

"Siapa, ma?" Tanyaku kembali mengucek kedua mata.

"Turun aja sana" Jawab mama yg sibuk dengan barang-barangku. "Tapi cuci muka dulu, malu kalau ke bawah mukanya masih kayak gitu"

Menatap mama penuh curiga, aku langsung menuju kamar mandi yang berada di lantai dua. Jika dipikir pikir, siapa yang niat datang ke rumah seorang gadis pemalas di pagi buta seperti saat ini.

Setelah selesai mencuci muka dan keperluan lain di kamar mandi, aku segera menuju ruang tamu yang katanya ada orang menungguku disana.

Satu demi satu tangga telah aku turuni dengan sangat hati-hati. Rambut panjang yang tadinya terurai sudah mulai aku ikat kuncir kuda.

Tiga anak tangga lagi dan aku akan segera menginjakan kaki di lantai bawah. Tapi sialnya, kakiku terpeleset saat menginjakan di tangga kedua.

Suara tubuhku yang terjatuh sontak membuat penghuni rumah menghampiri tangga. Tatapan iba mereka kepadaku sangat jelas ketika aku meringis kesakitan di bagian bokong.

Mama yang berlari dari atas langsung menanyakan keadaanku dengan penuh khawatir. Papa juga sama halnya. Ia berlari dari taman belakang dan membantu diriku untuk berdiri. Namun, belum sempurna aku berdiri, terlihat orang paling menyebalkan yang selama ini mengganggu hidupku..

"Eh, Syil" sapanya "Awas jatoh"

Sialan

•••

Aku berjalan dengan lunglai di taman komplek. Earphone yang tengah aku gunakan mengeluarkan suara yang lumayan kencang, jadi tidak heran jika aku mendadak budeg sekarang.

Semakin lama aku berjalan, semakin lelah juga kaki ini. Segera aku menuju kursi taman yang berada tidak jauh dari tempatku berada.

Alunan musik terus menggema di kedua telingaku. Nyaman. Sangat nyaman membiarkan diri terbawa oleh alunan musiknya.

"Syil" langsung aku melirik kearahnya. "Denger dulu" merasa tidak penting, aku kembali membuang tatapanku ke arah langit pagi yang masih cerah. Tapi sialnya, orang tidak tahu malu di sebelahku ini malah menarik earphone yang ada di telingalu dengan seenak jidat.

"Ih apaan sih" Aku segera melirik tajam kearahnya "Balikin ga?"

"Dengerin dulu gue tapi" ujarnya dengan sangat dingin.

Aku menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Yaudah cepet"

Setelah memperselikan Dion membuka suara, ia mulai menatapku dengan dalam, lagi. Tatapan tajam namun lembutnya itu selalu berhasil memuatku bungkam. Raut serius di wajahnya pun membuatku semakin enggan untuk berucap.

"Syil, gue mau ngomong serius sama lo" entah kenapa irama jantungku mulai tidak teratur. Ucapan Dion saat ini memang terdengar sangat serius. "Tapi lo jangan kaget"

Shit! Aku sudah tidak bisa mengatur detak jantungku sendiri dan otakku pun sudah berputar keras memikirkan apa yang akan Dion ucapkan.

"Jangan marah juga ya."

Oh Tuhan, kenapa aku semakin tidak bisa mengontrol tubuhku sendiri.

"Sebenernya-"

Deg...

"Sebenernya ya-"

Deg...

Aku sudah mulai menaikkan kedua alisku sebagai gestur apa-yang-sebenernya-mau-lo-ucapin.

"Sebenernya ada-" Dion menarik napas begitu panjang sebelum melanjutkan kalimatnya "Sebenernya ada belek di mata lo"

Deg...

Sialan, sialan, sialan.

Kenapa aku harus terperangkap jebakan Dion lagi. Kalian tahu bagaimana rasanya? Sudah gugup dan tegang saat Dion menunjukan raut dan ucapan seriusnya, tapi malah hal tidak penting seperti ini yang ia ucapkan. Dan kalian tahu bagaimana Dion sekarang?

Ya, sekarang ia sedang puas menertawakan kebodohanku yang begitu gugup saat menunggu pernyataan yang akan dilontarkannya.

Jika membunuh orang diperbolehkan oleh agama dan hukum, sudah aku penggal kepalanya dan memutilasi semua bagian tubuhnya lalu aku buang ke hutan belantara sekarang juga.

"Hahaha, jangan serius serius gitu dong Syil" ujar Dion ditengah tawa menyebalkannya. "Muka lo tuh sampe merah gitu"

Aku mengambil napas panjang dan berusaha menenangkan diri meskipun ini sangat sulit dilakukan.

"Yon, lo tau ga?" tanyaku dengan sangat tenang meskipun di dalam hati tidak ada hentinya aku mengutuk manusia jadi-jadian dihadapanku ini.

"Tau apa, Syil?" tanya baliknya dengan tanpang tanpa dosanya.

Tanpa banyak ucap dan tindak, aku merampas earphoneku dari genggamannya dan menginjak kakinya begitu keras. Juga pastinya, aku lari meninggalkan Dion yang mungkin kesakitan dibagian kakinya.

Entah apa yang ada di pikiran Dion, kenapa tidak ada puasnya dia mengganggu dan mengusik ketenangan hidupku. Dan kenapa juga harus aku yang menjadi sasaran empuk kejailannya.

Dengan menahan semua rasa kesalku kepada Dion, aku berjalan dengan cepat menuju rumahku. Tapi ditengah perjalanan, Dion dengan tidak malunya meraih pergelangan tanganku dan menggenggam dengan sedikit tenaga.

"Jangan marah gitu dong Syil, cuman bercanda kali" Ucap Dion dengan wajah memelas.

"Gue gak marah. Siapa juga yang marah?"

"Lah tadi elo nginjek kaki gue trus lari" jawabnya dengan tampang sok polos

"Gue gak marah" aku mengulangi kalimatku untuk meyakinkan manusia sialan ini.

"Yaudah kalo lo gak marah" Ujarnya santai tak berdosa. "Sarapan yuk, gue yang bayar"

Aku diam tak bergeming saat Dion mengucapkan kalimat tersebut.

"Halah mau makan aja mikir, yuk ah keburu tukang buburnya cabut" tanpa menunggu persetujuanku, Dion menarik tanganku dengan sangat kasar.

"Gausah kasar kali, biasa aja"

Dan lagi, bukannya minta maaf Dion semakin menarikku tanpa kata hati-hati.

"Oh iya" Dion berhenti mendadak dan langsung membalikan wajahnya menatapku

"Apa?" tanyaku ketus

"Beleknya bersihin dulu dong, malu gue bawa kebo berbelek" ia menjawab dengan santai dan tentunya dihiasi senyum jail di wajahnya.

"sialan"

---------------

Pusing gw, ni cerita makin kagak jelas kan.

Bingung mau nerusinnya gimana tapi klo gw biarin aja keknya gw gak konsisten gitu. Jadi buat kedepannya ni cerita akan capruk banget. Tapi gw akan usahain gakan secapruk yang kalian kira.

Oke, see you.
Syif

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang