"Ah shit, kenapa harus mimpi itu lagi" gerutuhku setelah terbangun dari mimpi sialan itu.
Terdengar teriakan mama dari bawah yang sejak tadi berusaha membangunkanku.
"Syila, sampai kapan kamu akan tidur? sekarang hari pertama kamu sekolah, nak" Teriak mama membuat telingaku tak tahan
Dengan tidak hati-hati, aku menuruni tangga untuk segera sarapan dan bergegas ke sekolah.
Ya, hari pertama sekolah setelah beberapa minggu libur semester, sebenarnya ini bukan hal buruk. Tapi yang membuatnya buruk adalah teriakan mama yang kelewat cempreng.
"duduk nak, sarapan dulu" sambut mama dengan senyumnya yang termanis.
"Makasih ma" jawabku dengan menunjukkan senyum termanisku juga.
Sarapan pagi yang kurindukan. Setelah beberapa minggu tidak seperti ini--karena aku selalu bangun siang--aku bukan anak baik memang.
Papa yang datang dengan rapi dari arah kamar selalu berhasil mengalihkan perhatianku. Dan mama yang sibuk di dapur selalu berhasil membuatku terpana--maksudku karena hebatnya mama yang bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu.
"Pagi, Syil, Ma" sapa papa sembari meletakkan tas tangannya di atas meja dan mulai duduk di hadapanku.
"Pagi pa" sapa balikku--tentunya dengan senyum manis.
Belum saja papa membuka obrolan pagi ini. Mama sudah datang dengan masakannya yang sangat spesial untuk kami
"Hm, Ma, Pa, kalo nanti Syila pulangnya sore.." kalimatku sengaja digantung untuk menyiapkan mental jika ucapanku tidak di-iya-kan oleh mama dan papa "Syila pergi dulu sama Ellen, Rachel, Renita. Soalnya udah lama Syila ga main bareng mereka. Boleh ya.."
Mama dan papa langsung saling tatap, mama yang tersenyum jail melirik ke arahku.
"Mau jalan sama mereka atau sama Dion?"
Deg..
Makanan di tenggorokanku serasa ingin keluar lagi saat mama menyebutkan nama tersebut.
"Ih apasih ma, Dion mah cuman temen biasa" ucapku sembari menyendok makananku. "mama juga tau gimana aku ketemu sama dia kan?"
"Haha, gara-gara kamu salah tarik tangannya 'kan?" tawa papa menggelegar di ruang makan.
"Ya, dan setelah itu kamu cerita panjang lebar ke mama kalo Dion bikin kamu malu di depan anak-anak kantin" mama pun ikut tertawa.
"Ish, apaan sih ma, pa. Dion itu bikin aku malu melebihi malu waktu buang angin pas nyerahin laporan karya ilmiah di depan guruku" Kalimat terakhir yang aku ucapkan berhasil membuat mama dan papa berhenti tertawa.
Mama dan papa kembali saling tatap. Tapi kali ini mama segera beranjak dari meja makan untuk membereskan hasil eksperimen--hasil mencoba resep baru yang lumayan nikmat
"Udah beres kan Syil? Kalo udah langsung pergi yuk, keburu macet" ucap papa dari arah wastafel setelah mencuci tangannya
"Hm, hayu pa"
•••
[Yang Jelas Ini Grup]
Ellena: oyy udah pada caw belom?
Chel: Udah dari tadi,
Ellena: yang laen??
Chel: mana gue tau, emaknya aja bukan
Ellena: gue ga nanya sama lo chel
Chel: Daripada gada yang jawab, yaudah gue dengan baik hati mau menjawab.
Nita: group chat serasa pc
Nita: gw udah disekolah dari tadi. Buruan dah, masih sepi nih
Ellena: Wow sebuah keajaiban seorang Renita datang pagi ke sekolah
Chel: 2
Nita: buruan lah kalian
Me: otw guys..
Setelah memberi kabar kalau aku udah mulai meluncur ke sekolah, segara kumatikan handphoneku untuk menghemat penggunaan baterainya.
Papa yang berkonsentrasi menyetir, melirik sekilas kearaku lalu kembali fokus ke jalanan sembari tersenyum
"Kenapa pa?" tanyaku penasaran
"Haha, gapapa" jawab papa "tapi papa ga nyangka aja, putri kecil papa udah berubah jadi gadis yang manis"
"Ohh,, Syila kira papa kenapa"
"kamu tau, Syil?" aku menggeleng sebagai respon dari pertanyaan papa
"Dulu, waktu kamu kecil, kamu hobi banget main di taman komplek kita dulu. Tapi sejak kejadian-""Udah pa, ga usah diterusin. Syila cape kalo harus Inget-inget peristiwa itu" Papa hanya bisa menagguk mengerti
Hening untuk beberapa saat, hingga akhirnya papa kembali membuka suara
"Udah mau sampai Syil" ucap papa sembari melirik kearahku "Mau papa anter sampe dalem atau di depan gerbang aja?"
"sampe gerbang aja pa, takutnya papa kesiangan"
Papa yang segera meminggirkan mobilnya di depan gerbang sekolahku, mulai memberi pesan-pesan sebelum aku memasuki gerbang seperti saat aku pertama masuk sekolah ini.
Setelah meng-iya-kan pesan papa, aku segera mencium tangan papa dan berpamitan dengannya. Turun dari mobil dengan anggun agar terlihat seperti gadis seumuranku--karena sebenarnya aku tidak terlalu feminim.
Baru saja mobil papa pergi dari gerbang sekolah, motor dari arah gerbang masuk begitu saja tanpa melihat kondisi. Dan sialnya, aku terjatuh karena menghindari motor tersebut.
Sial memang, baru saja masuk sekolah sudah harus mendapat luka. Mengenaskan.
Setelah berdiri dan menggerutu sendiri, si pengendara yang tidak tau malu itu turun dan melihatku tanpa menolong sama sekali.
"Makanya liat-liat kalo mau masuk gerbang. Untung cuman lecet biasa" ucapku masih sembari membersihkan rokku.
"Itu sih derita lo"
Suara itu..
Shit,, cowok itu lagi.
•••
Yosh,, akhirnya. Gajelas emang, tapi aku usahain cerita ini lebih jelas dari cerita sebelah.
Cerita sebelah juga bakalan lanjut kok.
*meskipun gada yang baca ane beresin ajaSekian aja dulu, belom mau curhat karena belom ada yang harus di curhatin
Oke,,
See you..
Syif.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why
Novela JuvenilAndai yang datang tidak pernah pergi. Tapi sayangnya, itu hanya sebuah ekspetasi yang tidak akan menjadi realita. Bahkan untuk memintamu tetap disini pun kau akan tetap pergi dan mungkin tak kan kembali _____..............._____ New version. 23 Jan...