"entah memang ini adanya atau aku yang terlalu melibatkan persaan, nyaman rasanya jika berada didekatmu"
•••
"kalian abis ini langsung balik?" tanyaku kepada ketiga orang aneh yang sibuk dengan tugasnya masing-masing
"Gue ada perlu sama Ryan" Ini menjijikan, selalu saja Rachel menjawab pertanyaanku dengan nada cuek.
"Gue mau hibernasi" please Nit, Kamu itu manusia, bukan beruang kutub.
"Gue sih kosong keknya" Yeay akhirnya ada yang tidak sibuk dengan dunianya.
"Mau anter gue ke toko buku ga, Len?" Tanyaku lagi sambil memasang wajah memelas.
"Oke, pulang sekolah" Tanpa aku sadari, senyumku kali ini terkesan seperti orang bego—lupakan.
Kembali kami tenggelam dengan keheningan jam pelajaran matematika. Semakin lama aku mendengarkan cerita bagaimana cara menemukan variable x diantara variable x dan y semakin pula aku merasakan berat di bagian kelopak mataku.
Tanpa sadar, kenyamanan saat membenamkan wajah berhasil membawa diriku ke dalam alam bawah sadar. Sekejap, semua cerita tentang si menyebalkan x dan y tergantikan dengan mimpi yang indah.
•••
Aku terbangun tepat saat bel pulang sekolah berbunyi. Segera aku mengedarkan pandanganku ke seisi kelas, dan hanya dua orang yang aku temukan. Dion yang sendang memainkan ponselnya dan Ellen yang sedang mengangkat telepon.
"Duh gimana ya, gue udah ada janji sama temen gue. Tapi gimana ntar lah..... Oke gue tutup ya teleponnya" samar, aku mendengar Ellen mengucapkan kalimat tersebut dengan lawan bicaranya di telepon.
Setelah menutup teleponnya, Ellen datang menghampiriku dengan wajah kebingungan khas miliknya.
"Duh gimana ya, Syil?" percayalah, Ellen sangat lucu jika kebingungan seperti ini. "Ketua klub seni minta gue datang ke rapat dadakan" oh jadi ini alasan dia kebingungan.
"Yaudah lo ikut rapat aja. Gue bisa sendiri kok" Ujarku sedikit berbohong. "Siapa tau rapatnya emang penting"
"Eh lo berani sendiri?" tanya ellen memicingkan matanya "Waktu terkahir lo ke toko buku sendiri lo ngerengek ke gue karena gak ada yang nganter balik"
"Ya itukan udah lama len" oke, bisa dibilang aku sangat malu jika mengingat hal itu "Udah ah gue pergi sendiri aja"
"eh tunggu, Syil" Ellen menahan pergelangan tanganku dan segera berlari ke bangku yang diduduki Dion
"Yon, lo kan sepupu terbaik gue" Dion langsung menjauhkan ponsel dari pandangannya "Temenin Syila ke toko buku ya" ini sangat menjijikan, melihat dua saudara yang bertolak belakang saling pandang.
Setelah muak melihat wajah memelas ellen–mungkin. Dion menatapku seperti biasa dan setelah itu ia ninggalkan kami berdua di kelas
"Eh tuh anak malah cabut" Aku hanya bisa menertawakan ellen yang sangat jengkel kepada sesepunya itu. "Yah Syil, lo gak apa-apa kalo pergi sendiri?"
"asli gue gak apa-apa. Yaudah gue duluan ya" setelah beres merapihkan barang-barangku, aku segera berjalan keluar kelas dan menuju gerbang utama sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why
Roman pour AdolescentsAndai yang datang tidak pernah pergi. Tapi sayangnya, itu hanya sebuah ekspetasi yang tidak akan menjadi realita. Bahkan untuk memintamu tetap disini pun kau akan tetap pergi dan mungkin tak kan kembali _____..............._____ New version. 23 Jan...