Bab.2

11 2 0
                                    

Tidak mudah menghilangkan goresan luka di hati ini. Tidak mudah menghapus nama orang yang dicintai.

                                 ♡♡♡
Untunglah,Hanafi saudara kembar Hanifa yang baru pulang dari kairo menelpon Hanifa untuk menjemputnya di bandara. Jadi, Hanifa tak perlu bersandiwara di depan Azmi.

"Hanifa..." panggil Hanafi,kakak kembar Hanifa dari luar pintu kamar.

Hanifa beranjak malas dari kasurnya menuju pintu. Ya, Hanifa sekarang  sedang berada di rumah orang tuanya, yang tak jauh dari apartemen.

Hanafi tampak terperangah saat melihat mata Hanifa yang sembab dan bengkak.
"Kamu habis nangis?" Tanya Hanafi sambil masuk ke kamar Hanifa.

Hanifa hanya mengedikkan bahunya. Hanifa bersandar pada gazebo kasur.

"Kamu kenapa?" Tanya Hanafi yang kini duduk du pinggir kasur Hanifa.

Hanifa tak menghiraukan pertanyaan Hanafi,karena terlalu fokus dengan laptopnya.

"Hei,kalau kakak tanya, jawab!" Ujar Hanafi seraya mengambil alih laptop adiknya.

Hanifa menatap kakak kembarnya itu sendu, ia mendekap ke pelukan Hanafi. Menumpahkan rasa kecewnya melalui isak tangis.

Hanafi membalas pelukan adiknya dengan sayang. Dia tidak bodoh, Hanafi tau bahwa adiknya mencintai sahabat karibnya. Ya, Azmi Zainal. Hanafi tau penyebab Hanifa seperti ini,karena kecewa pada Azmi yang akan menikah.

"Kenapa cinta begitu rumit,kak?" Isak Hanifa yang menenggelamkan wajahnya di dada Hanafi.

"Bukan cinta namanya kalau nggak rumit. Apa kamu sedang patah hati?"

Hanifa hanya mengangguk saat melepaskan dekapannya.

Hanafi tersenyum tulus." Ingatlah, Allah selalu tau apa yang terbaik buat hambanya!. Boleh kakak tau siapa cucu Adam yang membuatmu seperti ini?"

Hanifa hanya terdiam dan tertunduk, ia masih ingin merahasiakan perasaannya pada Azmi. Biarlah hanya dia dan Allah yang tau. Begitu lah pikirnya.

Hanafi kembali tersenyum, ia mengerti kalau adiknya masih belum mau berbagi dengannya.

"Yasudah,sekarang bersiaplah!. Ikut kakak ke masjid Ar-Rahman.  Kakak  mengisi pengajian di sana dan kamu harus ikut." Ucap Hanafi sambil mengusap air mata adik tercintanya itu.

Hanifa hanya mengangguk patuh. Hanafi pun, keluar dari kamar Hanifa. Meninggalkan Hanifa yang sudah memasuki kamar mandinya.

Mencintaimu dalam diamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang