"Terkadang Orang lain hanya melihat dari luarnya, bukan hatinya."
- Ahmad Ibrohim Loey-
🍃🍃🍃
Mobil Aisyah melesat cepat dikeramaian lalu lintas kota, dan akhirnya sampai di halaman Pesantren yang nuansanya khas dengan alam bisa dikatakan menyatu dengan alam. Sejuk, asri, pastinya no polusilah seperti di Kota meskipun komplek rumahnya Aisyah masih ada pepohonan dan taman tapi tetap saja masih ada polusi. Itulah yang Aisyah tidak suka, tapi bukan berarti suka di Pesantren.
Ada sosok jangkung yang berdiri menyambut mereka yang tak lain abangnya, Ahmad Ibrohim Loey. Jenggot yang mulai tumbuh menambah ketampanan dirinya semakin menjadi. Banyak santriwati yang kagum padanya, padahal baru 1 tahun di Pesantren ini. Tidak bisa dihitung pengagum rahasianya abangnya Aisyah.
Setau dia, abangnya itu pernah bilang kalo bakal belajar di pesantren. Eh kok tiba - tiba mau mengkhitbah seseorang.
"Assalamualaikum ma.", sambut abangnya.
"Waalaikumsalam bang, gimana jadinya.", tanya mama tiba - tiba.
"Nanti aja ma, masuk dulu ma. Abang mau nunggu si bontot."Aisyah masih sibuk merapikan gamis, jujur dia tidak terlalu nyaman dengan pakaian atau dress yang seperti ini. Biasanya pake dress yang minim bisa dikatakan kurang bahan. Kalo tidak di suruh ya nggak bakal mau.
Dia menghampiri abangnya yang sedari tadi nunggu di teras. Tidak ada sosok mamanya, pasti sudah masuk ke dalam.
"Masyaallah, bontotku kok cantik banget.", puji boim, abangnya.
"Dihhh, apaan. Gw masuk dah, gerah tau. Mau aku lepas didalem.", kata Aisyah nyelonong masuk.
Boim hanya menggelengkan kepalanya, sudah wajar kelakuan adiknya itu.
Boim menyusul duduk, untuk berbincang dengan mamanya.
"Loh, ma. Papa nggak kesini?", tanya boim penasaran.
"Papamu nanti kesini, katanya ada meeting. Makanya mama kesini sama adik kamu. "
Boim melirik ke Aisyah yang sedari tadi mengibas - ngibas gamisnya. "Eh, syah. Tumben lu mau, kangen sama abang ya ?.", sindir Boim.
Aisyah mengernyitkan dahinya, "Eh, ge-er banget sih, kalo nggak disuruh mama. Nggak bakalan deh gw kesini.", celetuk Aisyah.
"Hush, sudah sudah. Mama mau istirahat aja, capek. Oh ya kalo papa dateng bangunin mama ya, Syah", lerai Zulaikha melangkahkan kaki menuju kamar meninggalkan mereka berdua.
"Iya ma.", jawab mereka serentak.
Boim mengajak adiknya berkeliling pesantren, awalnya Aisyah menolak. Daripada gabut, batinnya.
🍃🍃🍃
Nuansa pesantren tidak lepas dari nuansa islami, yang setiap harinya tak lepas dari muratal ayat - ayat Al-qur'an jelas banget menyejukkan hati. Di Rumah, Aisyah memang tidak terbiasa dengan yang seperti itu. Yang dia tau hanya musik barat semata. Tapi tidak menutup kemungkinan, dirinya kini sedikit berubah. Setiap selesai sholat maghrib, beberapa ayat Al-Qur'an sudah dibiasakan untuk dibaca.
"Bang boim, gw mau nanya. Lo beneran mau nikah? ", tanya Aisyah penasaran.
Boim tersenyum sembari menatap indahnya pemandangan di pesantren. Pertanyaan adiknya itu terdengar aneh saja, bisa dikatakan tumben sekali terlontar dari mulut Aisyah.
"Oiii, bang. Kok diem? ", sentak Aisyah.
"Inshaa Allah syah, doain abang ya. Oh ya, abis abang. Lo yang nikah ya. ", ledek Boim.
Aisyah mendengus kesal, "Kagak ah, gw mau menikmati masa muda gw.", jawabnya enteng.
"Disini ustadznya ganteng-ganteng lhoo, masih muda lagi. Masih demen sama yang di Paris ?.", tanya Boim penasaran.
Memang hubungan LDR yang dijalani Aisyah baru baru ini masih datar - datar saja. Tidak ada perdebatan sama sekali, yang dia tanamkan adalah kepercayaan.
Aisyah hanya nyengir kuda dengan ucapan yang terlontar dari mulut abangnya."Gw mau jalani dulu dah. ", jawabnya.
"Syah, lo tuh udah tau kan islam melarang yang namanya pacaran. Masih aja dilakuin, pacaran tuh dosa zina. Nikah ajalah, bilang ke dia. Habis abang nikah, dia suruh dateng ke abang."Aisyah tercekat, lidahnya kelu untuk menjawab pertanyaan abangnya. Tak ada satu patah katapun yang terucap dari mulut Aisyah. Aisyah hanya mematung. Kenapa semuanya begini? Sikap Abangnya sekarang dengan yang dulu sangat berbeda. Berubah 180 derajat. Gilaaa.
Setelah Aisyah mendengar pertanyaan tadi, tak banyak obrolan mengenai seputar kuliah. Hanya celotehan abangnya yang penuh dengan ceramah. Aisyah hanya mengangguk lemas, sejujurnya bosan mendengar celotehan abangnya yang terdengar menyudutkannya.
Sapaan dari para santriwati yang ditujukan pada abangku, tak lolos sedetikpun. Tidak bisa dihitung santriwati yang menyapa.
"Abang mau nyamperin ustadz disana, yuk kesana.", ajak Boim.
Aisyah melangkah kakinya lemas, sungguh malas sebenarnya. Tapi kalo tidur juga capek, mau main hp tidak ada sinyal, baginya hidup di pesantren bagaikan penjara.
Sosok pria yang dikenal ustadz terlihat buram dari pandanganya, karna jaraknya jauh dari mereka berdiri. Katanya ustadznya muda - muda di Pesantren ini, sebagian besar lulusan pesantren ini dan mengabdi menjadi pengajar.
Semakin jelas, wajahnya. Yang jelas kisaran umurnya masih 24-25 tahunan, 'Mungkin sudah nikah muda, hih serem. ',Batinnya.Aisyah hanya menunggu di halaman masjid, keliatan samar wajahnya karna silau matahari.
"Assalamualaikum.", ucap Boim.
"Walaikumsalam, eh Boim. Kebetulan Ana mau ke rumahmu sore ini. Sesuai janji kemaren.", ucap ustadz itu.
"Oh ya, kebetulan. Ana juga mau ngomong sesuatu.", jawab Boim.
Perbincangan mereka terdengar samar, dan terlihat sangat akrab. Mungkin sahabat abangnya Aisyah. Mereka berdua bercengkrama sambil ketawa - tawa.
"Oi, bang. Lama banget, panas nih. ", teriak Aisyah.
Sontak mereka berdua kaget, Boim hanya menggeleng melihat adiknya itu. Boim mengajak ustadz itu menghampiri adiknya.
"Eh, bontot sabar dong. ", celetuk Boim.
Aisyah cemberut, "Abisnya lama.", jawabnya.
"Suf. ", panggil Boim ke ustadz itu.
Ustadz itu masih sibuk dengan tumpukan buku, dan terpaksa harus menghampiri mereka.
"Kenalin ini adik ana, Aisyah. Syah kenalin ini sohib abang, Yusuf", kata Boim.
"Yusuf", kata ustadz itu.
Aisyah menoleh ke arah ustadz itu. Sontak dia terperanjat kaget, "Ya Allah. ", reflek tangan Boim membekap mulut adiknya.
'Astaga ketemu ini orang lagi.', batinnya.
🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
Bimbinglah Aku ke Jalan Allah
SpiritualHijrah itu mudah, tapi istiqomah yang sulit. Aku tidak yakin apakah kamu benar sosok imam yang dikirimkan Allah untukku? Dan apakah kamu adalah jodohku yang tertulis di lauful mahfudz? Tapi, hanyalah Allah yang tahu. Karena Allahlah Dzat yang memb...