Part 9-Tragedi

32 2 1
                                    

"Jika memang ini takdir yang telah digariskan kepadaku, aku akan menerima, meskipun berat"

-Muhammad Yusuf Fairuz-

============================================================================

flasback on : Yusuf Pov

Memandang langit yang perlahan menghitam, tak pernah kubayangkan jika ucapan itu keluar dari mulut seorang sahabat karibku. Ucapan yang terlontar kembali seminggu yang lalu, ketika hati ini masih terisi oleh seseorang yang kunantikan kepulangannya ke Indonesia. 

Ya Rabb, hamba tidak tau apa yang harus kulakukan. Sahabatku menanti jawabanku untuk membimbing adiknya kejalan-Mu, bukankah masih banyak laki-laki disana yang lebih baik dari diriku, Ya Rabb. 

Hatiku belum sepenuhnya bisa untuk merelakan seseorang yang hamba nantikan, entah takdir apa yang Engkau rancang untukku. Ya Rabb, berikan diriku kekuatan untuk menerima jalan takdirmu yang sebenarnya bertolak belakang dengan apa yang aku harapkan. Berikan hamba keikhlasan dan kesabaran untuk menjalani semua ini. 

Dengan kegelisahan yang menyelimuti diriku, aku mengambil wudhu dan menggelar sajadah untuk bersujud kepada Rabbku. Hanya Dia-lah Maha yang membolak balikkan hati manusia.

flashback off 

Drrrttt..Drrtttt....Drrttttt

Dering telfon yang mengganggu tidur lelapnya, dengan mata yang masih tertutup sangat gusar mencari cari keberadaan telfonnya. 

"Hmmmm, hallo.", suara serak bangun tidur

"Hikks....Syah, tolongin gw.", ucap suara di seberang sana.

Matanya terbelalak melihat nama di layar handphonenya, Maira. "Kenapa ra, cerita ke gw pliss."

Diseberang sana, Maira tak henti-hentinya menangis. Aisyah dibuat bingung, karena nggak tau harus berbuat apa. Mungkin ini sudah terlambat, hal yang sudah dilakukan Maira sudah ke tahap yang tidak wajar dan berakibat fatal. Sejujurnya dia tau Maira bukan orang yang seperti itu, dan tau batasannya. 

"Gw nggak tau harus ngapain syah, sedangkan gw masih kuliah.", tanyanya terisak.

"Ya ampun, bentar lo udah telfon Dimas kan ?", selidik Aisyah. 

"Udah Syah, tapi dia ngga tau harus gimana .", ucap Maira.

"Oke, gw ke rumah lo sekarang dan jangan berbuat nekad.", tutup Aisyah dan langsung bergegas keluar. 

Aisyah turun tangga dengan tergesa-gesa, sehingga orang-orang yang sedang di ruangan keluarga kaget. 

"Loh, Syah. Mau kemana ? udah malem ini.", kata Kak Anisa menghampiriku. 

Nafasnya tersengal-sengal, "Mau ke rumah Maira kok Kak, dan kayaknya aku menginap disana. Boleh ya Kak, Ma.", kata Aisyah memelas.

"Yasudah hati-hati ya.", kata Mama. 

'Untung saja nggak ada Bang Boim, kalo tau pasti ngomel lagi.", batin Aisyah.

Motor Scoopy yang dikendarainya melesat melewati jalan raya menuju perumahan Maira yang lumayan jauh sekitar 1 km dari rumahnya. 

===============================================================================

Akhirnya Aisyah sampai di Rumah Maira, dan langsung masuk ke Kamar Maira. Aisyah kaget tidak menemukan Maira di Kamarnya. Panik setengah mati, pikirannya kalut dan kebanyakan negatif semua. Ia mencari di Kamar Mandi dan ternyata Maira pingsan dengan darah yang mengalir di lengannya. 

"Astaghfirullah Maira, tolong sadar.", ucap Aisyah. 

"Bi Inem tolong telfon ambulan.", teriak Aisyah hingga terdengar di lantai bawah.

"Ya Allah, Non Maira.", ucap Bi Inem 

"Cepat bi."

"Iya Non.", Bi Inem berlari menuju telfon rumah dengan tangan yang gemetar.

Pikiran semakin kalut, gemetar melihat Maira yang sedang sekarat. Di ruang UGD yang hanya terdengar dentingan monitor. Hal yang ada dipikirannya sejak tadi terjadi nyata didepan matanya. 'Ya Allah apa yang harus ku lakukan.', batinnya.

Maira yang hanya tinggal bersama Bi Inem karena kedua orang tuanya sedang di Luar Negeri, Ia merasakan beban berat yang sangat luar biasa, ia-lah yang jadi sumber kekuatan Maira. Aisyah hanya duduk di ruang tunggu dengan gelisah. 

Derap langkah seseorang menghampirinya, "Aisyah.", kata orang itu. Sontak Aisyah mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah orang itu dengan jelas. Reflek Aisyah mengusap air mata yang terus mengalir dipipinya. Pikiran yang kalut, frustasi, campur aduk.

"Kak Yusuf."

"Siapa yang sakit ?", tanya yusuf. 

Dokter keluar dari ruangan UGD, "Dengan keluarga pasien Maira?". Tak sempat dia menjawab pertanyaan Yusuf langsung menghampiri dokter tersebut. "Ya, saya dok. saya temannya.", ucap Aisyah sedikit gemetar.

"Alhamdulillah kondisinya membaik, untungnya langsung dibawa kesini. dan kandungannya juga selamat. saya permisi dulu ya."

Aisyah langsung menghampiri brangkas Maira yang masih belum siuman. Dia tidak sadar jika Yusuf mengikutinya hingga masuk ke UGD. 

"Makasih, lo bisa bertahan sampai detik ini.", ucap Aisyah sendu.

"Syah.", panggil Yusuf.

Sontak Aisyah kaget dan tidak menyangka jika Yusuf mengikutinya, "Kakak ikut gw sekarang.", perintah Aisyah.

"Tolong seribu tolong, jangan beri tahu siapapun tentang hal ini, termasuk keluarga gw. tolong kakak janji dan anggap yang kakak denger tadi itu angin berlalu"

Yusuf hanya mengangguk pasrah, dia tidak tau harus berbuat apa. Mungkin ini adalah rahasia besar yang bakal terungkap di kemudian hari.

===============================================================================

Alhamdulillah bisa up lagi, ya mungkin author lagi gabut. dan ini lagi liburan juga si. maafkan jika absurd critanya. Jangan lupa comment :) comment kalian berharga guyssss. :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bimbinglah Aku ke Jalan Allah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang