3. Perang Minyak

79 5 0
                                    

"Assalamualaikum."

Tas yang tadi berada di bahu gadis itu, sekarang sudah tergeletak di atas sofa

"Waalaikum salam, eh non Rinai baru pulang?"

"iya ni bi, tadi Juna ngajak aku jalan dulu. Ohiya rumah sepi banget bi, pada kemana?" tanya Rinai.

Bi Surti menggaruk tengkuknya yang tak gatal "em, anu non. Semuanya lagi pada pergi, tapi bibi gatau pergi kemana."

Rinai yang mendengar jawaban bi Surti hanya menghembuskan nafas pelan, mengambil posisi senyaman mungkin.

"bi tolong buatin Rinai kopi hitam ya." wanita paruh baya itu mengangguk dan meninggalkan Rinai yang sudah sibuk dengan novelnya.

Lima menit kemudian, bi Surti sudah membawa satu cangkir kopi hitam kesukaan anak majikannya itu.

"makasi bi" Rinai tersenyum, dan perlahan menyesap kopinya

Masih membaca buku yang bahkan tebalnya melebihi buku pelajaran, perlahan matanya mulai lelah ia pun mengambil pembatas buku novelnya dan menutupnya, meletakkannya diatas meja.

Rinai merasakan badannya sangat pegal, merebahkan tubuhnya diatas kasur adalah pilihan utamanya

Gadis itu menaiki tangga dan masuk kedalam kamar bernuansa putih. Mengganti baju seragamnya dengan dress rumahan bewarna putih, Rinai merebahkan tubuhnya di sana.

Suara dering telpon menyadarkannya, Rinai berdecak dan mengangkat telpon itu tanpa melihat siapa yang menelponnya

"Halo.."

"Halo, Ririn.." hanya dengan si penelpon memanggilnya dengan nama Ririn, Rinai sudah tahu siapa yang menelponnya siang bolong begini.

"Kenapa nelpon Jun?" tanyanya tanpa basa-basi

"Yailah, ya pengen denger suara pacar gue lah."

"Udah denger kan?udah berarti?"

"eh ntar dulu dong, gini gue mau main kerumah lo ya."

Rinai membulatkan matanya, dan berdiri dari posisi tidurnya

"Ngapain, gak gak usah."

"Haduh sayangnya Juna, di rumah gue ga ada makanan, gue mau ke rumah lo ya, numpang makan doang ilah."

Rinai menghembuskan nafas lelah, selalu saja begitu. Punya pacar seperti Juna itu anggap saja ia buka Warteg. Selalu saja cowok itu main kerumahnya, hanya untuk numpang makan.

Pernah sewaktu itu, Juna main kerumahnya hanya untuk numpang mandi, katanya air dirumahnya habis karena Varez- kakanya, mencuci mobil pakai selang tinja, itu loh yang lobangnya gede banget.

"Seterah deh, gue ngantuk."

Sedangkan Juna, cowok itu hanya tersenyum penuh kemenangan di sebrang sana.

"SIAP BU BOS!"

Dengan sepihak Rinai mematikan telepon dari Juna, dan turun ke bawah.

"Bi.."

"iya non?"

"bibi udah masak?"

"udah sih non, cuma sedikit."

Rinai mengangguk-angguk, dan menatap bi Inah penuh harap

"Ehm, aku mau masak nasi goreng. Tapi bibi jangan bilang Bunda ya."

Bi Inah menggaruk kepalanya, menimbang keputusan.

"Aduh, gimana ya non. Bibi si boleh-boleh aja non masak, tapi nyonya.."

Secangkir kopi HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang